Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bondan Winarno
Jakarta: TSA Komunika, 2002
355.150 598 BON b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Panangian Gultom, Xaverius Rio
"Delik makar, sebagai salah satu bentuk kejahatan terhadap kepentingan hukum negara, telah mewarnai Indonesia sejak awal kemerdekaan. Aceh, Maluku, dan Papua adalah ketiga wilayah yang sering menjadi pusat perhatian, mengingat ketiga daerah ini telah berupaya memisahkan diri dari Republik Indonesia sejak dahulu kala. Salah satu bentuk dari ekspresi atas upaya separatis ini adalah pengibaran bendera, baik oleh simpatisan atau mereka yang mengungkapkan dukungan. Namun demikian, para penegak hukum mengelompokkan aksi pengibaran bendera ini sebagai salah satu pelanggaran atas pasal makar, meskipun tidak tampak suatu perbuatan yang mengarahkan pada terpisahnya suatu wilayah tertentu dari Indonesia. Maka dari itu, skripsi ini akan membahas mengenai korelasi antara perbuatan pengibaran bendera tersebut dengan pemidanaan atas makar, terutama terhadap pasal 106 KUHP. Metode penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif, berbentuk penelitian eksplanatoris dengan data primer berupa beberapa putusan pasal 106 KUHP dari daerah pengadilan Maluku dan Papua. Berdasarkan atas data yang diteliti, ditemukan bahwa perbuatan pengibaran bendera tidak secara serta-merta memunyai keterkaitan dengan upaya untuk melakukan apa yang dilarang di dalam pasal 106 KUHP. Diperlukan adanya perbuatan lain untuk mendefinisikan pengibaran bendera sebagai bagian dari upaya melakukan makar, sehingga kehati-hatian dan deskripsi menyeluruh diperlukan Majelis hakim dalam membuat putusan atas perbuatan tersebut.ason,
as one forms of the criminal act to the Government, has involvements to Indonesia’s politics since the starting era of independency. Aceh, Maluku, and Papua were the most frequently watched regions, as those three had tried countlessly to segregate themselves from Indonesia in the past. One form of expression to their means is by flag-hoisting, whether done by the sympathizers or those who showed support. However, the law enforcers classified the flag-hoisting as a figure of violation of the treason article, although it did not appear to be the act that led to a dissociation of a certain area from Indonesia. Therefore, this thesis will discuss the correlation between the act with the treason itself, especially against articles 106 of the criminal code. The research method used in this study is juridical normative, in an explanatory form, using several judicial decisions of articles 106 of the criminal code from Maluku and Papua court areas. Based on the data that were examined, it was found that the act of hoisting the flag did not immediately have a connection with articles 106 of the Criminal Code. Thorough analysis is required by the panel of judges in making decisions of these actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haekal Saniarjuna
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kendala Pemerintah Aceh dalam mengimplementasikan Bendera Aceh. Bendera Aceh tersebut merupakan salah satu poin perjanjian damai MoU Helsinki yang telah disepakati antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005. Penelitian ini akan mengaitkan permasalahan tersebut dengan proses penerapan desentralisasi asimetris di Aceh. Penelitian ini menggunakan teori hubungan pusat daerah yang dikemukakan oleh Page dan Goldsmith untuk menjelaskan kendala implementasi Bendera Aceh. Kemudian menggunakan konsep desentralisasi asimetris yang dikemukakan oleh Robert Endi Jaweng dan konsep implementasi yang dikemukakan oleh William Dunn. Studi ini menemukan bahwa hal yang menyebabkan Pemerintah Aceh tidak dapat mengimplementasikan Bendera Aceh karena Pemerintah Pusat tetap melakukan kontrol terhadap pelaksanaan desentralisasi asimetris Aceh dengan mengintervensi implementasi Bendera. Kontrol Pemerintah Pusat terhadap pelaksanaan desentralisasi asimetris Aceh tersebut menandai hubungan pusat dan Aceh tidak terdesentralisasi dengan baik. Hubungan pusat dan Aceh yang belum terdesentralisasi dengan baik tersebut ditandai oleh; Pertama, ketidakjelasan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh pasca penerapan desentralisasi asimetris Aceh. Kedua, Pemerintah Aceh melakukan diskresi dalam melaksanakan desentralisasi asimetris Aceh. Ketiga, rendahnya akses Pemerintah Aceh dalam mempengaruhi keputusan Pemerintah Pusat. Intervensi Pemerintah Pusat terhadap proses implementasi Bendera Aceh tersebut mengakibatkan Pemerintah Aceh tidak dapat mengimplementasikan Bendera Aceh

ABSTRACT
This study discusses the obstacles found by the Aceh Government in implementing Aceh Flag. Aceh flag is among some key points in Helsinki MoU peace agreement between the Government of Republic of Indonesia (RI) and the Free Aceh Movement (GAM) in 2005. This research will link this issue to the implementation process of asymmetric decentralization in Aceh. This study uses the theory of Central-Regional relations form Page and Goldsmith to explain the constraints in the implementation of Aceh Flag. This study also uses the Asymmetric Decentralization theory from Robert Endi Jaweng and the concept of implementation from William Dunn. From this study, it is found that the reason why Aceh Government failed to implement Aceh Flag was because the Central Government continued to exercise control over the implementation of Aceh's asymmetric decentralization by intervening the flag implementation. Central Government's control over Aceh's asymmetric decentralization was a sign that the relationship between the Central Government and Aceh Government is decentralized improperly. The improper decentralization was marked by; First, the unclear division of authority between the Central Government and the Government of Aceh after the implementation of Aceh's asymmetric decentralization. Second, the Government of Aceh has carried out discretion in Aceh's asymmetric decentralization. Third, the limited access of Aceh Government in influencing central government decisions. Thus, The Central Government's intervention has resulted in the Aceh Government not being able to implement the Aceh Flag."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999
923.2 HER a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Brunei Darussalam: Jabatan Penerangan, 1995
959.55 BEN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S9241
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dedi Gunawan Widyatmoko
"Pemerintahan presiden joko widodo dari awal sudah mencanangkan pentingnya memperhatikan potensi dan masalah kelautan sebagai jati diri bangsa. Poros maritim dunia menjadi istilah yang muncul dari pemerintahan presiden joko widodo. "
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Navy Sasmita
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana hukum positif di Indonesia dalam mengatur eksistensi dari simbol Bendera Bintang Kejora. Hukum positif yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Penelitian ini juga akan membahas mengenai sejarah dan makna filosofis dari simbol Bendera Bintang Kejora.

This thesis discusses about positive law in Indonesia toward Morning Star Flag symbol existence. The positive law that was meant in this research is Act number 21/2001 about Special Autonomy for Papua Province and Government Regulation number 77/2007 about Province Symbol. This research also discusses about philosophical and historical aspects from Morning Star Flag symbol."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>