Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shastia Chita Adedisza
"Campur kode adalah fenomena bahasa ketika terdapat penggunaan lebih dari satu bahasa dalam suatu tuturan atau wacana. Fenomena campur kode dapat ditemukan dalam wacana lisan dan tulis. Penggunaan campur kode dalam data tertulis banyak terdapat dalam karya fan fiksi alternate universe (AU) di Twitter. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk dan jenis campur kode yang terdapat dalam AU. Data bersumber dari kumpulan AU karya akun Twitter @NAAMER1CANØ. Karya yang digunakan adalah AU dari cerita Jagat & Sodkat periode Agustus 2022, yaitu (1) “Dipertemukan pendidikan, disatukan kesalahpahaman, namun harus dipisahkan oleh masa depan”; (2) “Saya bukan Jagat yang dulu”; dan (3) “Belajar Gitar”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan berlandaskan teori campur kode. Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil berupa campur kode berbentuk kata, frasa, klausa, baster, reduplikasi kata, dan idiom. Selain itu, ditemukan 3 jenis campur kode, yaitu campur kode ke dalam, campur kode ke luar, dan campur kode campuran.
......Code-mixing is a language phenomenon when there is the use of more than one language in an utterance or discourse. The phenomenon of code-mixing can be found in spoken and written discourse. There are many uses of code-mixing in written data, one of which is in the work of alternate universe fan fiction (AU) on Twitter. This study aims to explain and describe the form and type of code-mixing contained in AU. The data comes from a collection of AUs by the Twitter account @NAAMER1CANØ. The works used are AUs from the Jagat & Sodkat story in the August 2022 period, namely (1) “Dipertemukan pendidikan, disatukan kesalahpahaman, namun harus dipisahkan oleh masa depan”; (2) “Saya bukan Jagat yang dulu”; and (3) “Belajar Gitar”. This research uses descriptive qualitative method based on the theory of code-mixing. Based on the research, the results obtained in the form of code- mixing in the form of words, phrases, clauses, baster, word reduplication, and idioms. In addition, 3 types of code-mixing were found, namely inner code-mixing, outer code-mixing, and hybrid code-mixing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanna Valerie Immanuella
"Campur kode adalah penyisipan kode atau sebagian kecil bahasa lain ke dalam percakapan atau wacana dalam bahasa yang lebih dominan. Fenomena bahasa ini lumrah terjadi pada masyarakat multilingual, termasuk masyarakat Indonesia. Selain ditemukan dalam percakapan sehari-hari, campur kode juga ditemukan dalam karya fiksi, salah satunya novel dewasa muda berjudul Butterflies karya Ale. Penelitian ini membahas kemunculan bentuk-bentuk campur kode di dalam novel dan alasan penggunaan campur kode berdasarkan landasan teori dan bukti kutipan di dalam korpus data. Data diperoleh dengan melakukan pembacaan menyeluruh, penganotasian, dan pengelompokkan berdasarkan kategori campur kode. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pengkajian, ditemukan bahwa bentuk campur kode yang paling banyak ditemukan adalah campur kode dengan unsur sisipan kata berkelas kata nomina (69 kali) dan campur kode dengan arah bahasa keluar (202 kali). Adapun alasan penggunaan campur kode tersebut adalah 1) latar belakang penutur; 2) penggunaan kosakata lain yang lebih populer; 3) mitra bicara; 4) topik pembicaraan; 5) pokok pembicaraan; dan 6) modus pembicaraan.
......Code-mixing is the mixing of a code or a small part of another language into a conversation or discourse into a more dominant language. This language phenomenon is commonly found in multilingual societies, including Indonesian. Besides being found in everyday conversation, code-mixing is also found in works of fiction, such as Butterflies by Ale, a young adult novel. This research discusses the emergence of forms of code-mixing in the novel and the reasons for using code-mixing based on theory and evidence in the novel. The data was obtained by doing a thorough reading, annotation, and grouping based on code-mixing categories. This research uses a descriptive qualitative method. Based on the study, it was found that the most common forms of code-mixing were code-mixing with insertion elements of noun (69 times) and outer code-mixing (202 times). The reasons for using code-mixing are 1) the background of the speaker; 2) the use of other more popular vocabulary; 3) talking partner; 4) topics of conversation; 5) subject matter; and 6) talk mode."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rahma Dewi
"Campur kode merupakan fenomena menggunakan lebih dari satu bahasa untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Penggunaan campur kode juga dapat ditemukan dalam berbagai media, salah satunya melalui film Mencuri Raden Saleh karya Angga Dwimas Sasongko dan Nussa karya Bony Wirasmono. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan bentuk campur kode, jenis campur kode, dan faktor penggunaan campur kode yang dituturkan oleh orang dewasa dalam film Mencuri Raden Saleh dan anak-anak dalam film Nussa. Analisis dilakukan dengan pendekatan sosiolinguistik dengan teori bentuk campur kode berdasarkan bentuk dan jenisnya yang dikemukakan oleh Suwito (1983), serta teori faktor terjadinya campur kode yang dikemukakan oleh Suandi (2014). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bentuknya, film Mencuri Raden Saleh memiliki lima bentuk campur kode, yaitu kata, frasa, klausa, baster, serta ungkapan atau idiom, sedangkan film Nussa memiliki empat bentuk campur kode yaitu, kata, frasa, klausa, dan baster. Berdasarkan jenisnya, film Mencuri Raden Saleh hanya menggunakan satu jenis, yaitu campur kode ke luar, sedangkan film Nussa menggunakan dua jenis, yaitu campur kode ke luar serta campur kode ke dalam. Berdasarkan faktor penggunaan campur kode, film Mencuri Raden Saleh memiliki tujuh faktor, yaitu keterbatasan penggunaan kode, adanya penggunaan kosakata lain yang lebih populer, latar belakang budaya dan kepribadian penutur, mitra bicara, topik pembicaraan, pokok pembicaraan, dan modus pembicaraan, sedangkan film Nussa memiliki empat faktor, yaitu latar belakang budaya dan kepribadian penutur, mitra bicara, pokok pembicaraan, dan modus pembicaraan.
......Code mixing is a phenomenon of using more than one language to communicate in society. The use of code mixing can also be found in various media, one of which is film Mencuri Raden Saleh by Angga Dwimas Sasongko and Nussa by Bony Wirasmono. This study aims to compare the forms of code mixing, the types of code mixing, and the factors of using code mixing spoken by adults in film Mencuri Raden Saleh and children in film Nussa. The analysis was carried out using a sociolinguistic approach with the theory of code-mixing forms based on their forms and types put forward by Suwito (1983), as well as the theory of occurrence factors of code-mixing put forward by Suandi (2014). The method used in this research is descriptive qualitative. The search shows that based on the form, film Mencuri Raden Saleh has five forms of code mixing, namely words, phrases, clauses, basters, and expressions or idioms, while film Nussa has four forms of code mixing, namely words, phrases, clauses, and basters. Based on its type, film Mencuri Raden Saleh uses only one type, namely outer code-mixing, while film Nussa uses two types, namely outer code-mixing and inner code-mixing. Based on the use of code-mixing, film Mencuri Raden Saleh has seven factors, namely the limited use of the code, the use of other more popular vocabulary, the cultural background and personality of the speaker, the interlocutor, the topic of conversation, the subject matter, and the mode of conversation, while film Nussa has four factors, namely the cultural background and personality of the speaker, the addressee, the subject matter, and the mode of conversation"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library