Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dealita Tiara Oktaviani
"Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu instrumen untuk meminimalisir sengketa transfer pricing. Di Indonesia ketentuan mengenai APA pertama kali diadopsi dalam UU Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 18 ayat (3a) kemudian dikeluarkannya peraturan pelaksana melalui PER Nomot 69/PJ/2010. Namun selama masa itu, perkembangan APA di Indonesia masih lambat dan sampai dengan tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum dapat menyepakati satu pun APA. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan pelaksanaan APA di Indonesia pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.03/2015 memilki peningkatan. Berdasarkan statistik APA setelah tahun 2016 terjadi peningkatan pengajuan APA dan adanya beberapa APA yang dapat disepakati oleh DJP dan pelaksanaan APA di Indonesia berdasarkan rekomendasri BEPS Action Plan 14 telah menerapkan best practice 4 dan best practice 11. Namun, disamping itu dalam pelaksanaan APA di Indoensia masih memiliki beberapa kendala antara lain permasalahan mengenai transparansi dan kepastian mengenai penyelesaian APA. Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain, peningkatan sumber daya manusia dan penyempurnaan peraturan.
......
Advance Pricing Agreement (APA) is one of the fiscal instruments for minimizing transfer pricing disputes. In Indonesia, the regulation of APA first adopted in UU Nomor 17 tahun 2000 about Income Tax, provision 18 (3a) and later issued implementation regulation through PER Number 69/PJ/2010. However, during that period the development of APA in Indonesia still passive. In 2015 Directorate General of Taxation (DGT) has not able to agree on any APA. This thesis is descriptive qualitative reasearch with data collection techniques through literature study and field study conducted by interviews with relevant parties.
The result of this research shows that the development of APA implementation after the issuance of Minister of Finance Regulation No 7/PMK.03/2015 has increased. Based on statistics of APA in Indonesia after 2016 there was an increase in the APA submissions and the DGT has sucsessfully conclude some APAs and the APA implementation in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 shows that Indonesia has applied best practice 4 and best practice 11. However, there are problems that still occured in the implementations of APA such as transparency and certainty regarding the APA process. Responding to these matters DGT has made several attempts such as, improving human resources and strengthening the regulatory."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jita Shofiyani
"Sebagai negara yang terlibat dalam pembentukkan BEPS Action Plan 14, atas implementasi MAP di Indonesia dinilai sesuai standar dalam BEPS Action Plan 14. Agar semakin baik, Pemerintah juga mengatur MAP dalam Pasal 27C UU HPP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penerapan BEPS Action Plan 14 pada kebijakan MAP di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi Wajib Pajak untuk mengajukan atau tidak mengajukan MAP di Indonesia, dan menganalisis dasar pertimbangan dicantumkannya klausul MAP dalam UU HPP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi MAP di Indonesia menunjukkan hasil yang baik karena telah mengadopsi sebanyak 18 rekomendasi BEPS Action Plan 14. Adapun, faktor-faktor yang melatarbelakangi Wajib Pajak untuk mengajukan MAP diantaranya kesempatan menghilangkan double tax, pembaharuan MAP, dapat mengajukan MAP bersamaan dengan domestic remedies, dan lainnya. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi untuk tidak mengajukan MAP antara lain hasil keputusan berupa agree to disagree, jangka waktu penyelesaian keberatan dan banding bisa lebih cepat dibandingkan MAP, mutasi pegawai DJP, transparansi DJP dalam proses perundingan, dan lainnya. Selanjutnya, pertimbangan dicantumkannya klausul MAP dalam UU HPP disebabkan terdapat tiga isu yaitu isu administratif, kedudukan MAP dalam hukum pajak di Indonesia, dan permasalahan apabila MAP diajukan bersamaan dengan upaya hukum domestik.
......As a country involved in the formation of BEPS Action Plan 14, implementing MAP in Indonesia is assessed based on the BEPS 14 Action Plan standards. To improve the implementation of MAP, the Government also ratified Article 27C of the HPP Law. This research aims to analyze the implementation of BEPS Action Plan 14 on MAP policy in Indonesia, the factors behind taxpayers applying or not applying for MAP in Indonesia, and the reason the MAP clause regulates in the HPP Law. This research uses a qualitative approach with qualitative data collection techniques. The results show that the implementation of MAP in Indonesia has shown good results because it has adopted as many as 18 BEPS Action Plan 14 recommendations. Meanwhile, the factors behind taxpayers submitting a MAP are the opportunity to eliminate double taxation, renewal of MAP, MAP can be submitted together with judicial remedies, etc. Meanwhile, the factors behind not submitting the MAP are the results of the decision agreeing to disagree, the time for resolving objections and appeals can be faster than MAP, employee mutations in the DGT, DGT transparency in the negotiation process, etc. In addition, the basis for considering the inclusion of the MAP clause in the HPP Law is due to three issues: administrative issues, the position of MAP in tax law in Indonesia, and problems if the MAP is filed together with domestic legal remedies."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library