Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Ricky Endrie
"Perkembangan teknologi internet telah memasuki suatu peradaban dimana semua orang melihat internet sebagai kebutuhan dasar. Demikian juga dengan perkembangan bisnis, dimana hampir semua bisnis pada masa ini telah berpindah dari yang bisnis yang konvensional ke dunia digital yang membutuhkan koneksi internet. Pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah salah satu bisnis jasa yang juga sangat bergantung kepada teknologi internet. Pinjam meminjam uang ini mempertemukan pihak Pemberi Pinjaman dan pihak Penerima Pinjaman dalam suatu platform online yang dikelola oleh Penyelenggara Layanan. Di dalam platform online tersebut, Penyelenggara Layanan akan memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan oleh Pemberi Pinjaman untuk menyalurkan dana yang dimiliki di dalam virtual account kepada setiap pengajuan pinjaman. Sistem pendanaan ini menggunakan sistem crowd funding atau urun dana, dimana untuk satu pinjaman yang diajukan akan didanai oleh beberapa Pemberi Pinjaman. Sebagai pihak yang memberikan pinjaman, maka keputusan para Pemberi Pinjaman ini sangat bergantung kepada informasi yang diberikan oleh Penyelenggara Layanan, baik informasi atas data-data calon Penerima Pinjaman atau hasil analisa dari Penyelenggara Layanan terhadap setiap pengajuan pinjaman. Karena itu, pembahasan adalah mengenai tanggung jawab dari Penyelenggara Layanan terhadap informasi yang disediakan di dalam platform online yang dikelolanya apabila Pemberi Pinjaman mengalami kerugian sebagai akibat dari informasi tersebut. Terhadap hal tersebut maka penelitian ini secara khusus akan mengelaborasi ketentuan Pasal 37 POJK 77/2016 yang memiliki konsep yang sama dengan tanggung jawab keperdataan yang timbul sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan hukum. Peneliti memberikan saran, agar OJK membuat suatu peraturan baru yang khusus mengatur mengenai tanggung jawab Penyelenggara Layanan atas informasi yang disediakan di dalam platform pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, yaitu kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, ketentuan mengenai penggunaan artificial intelligence dalam menganalisa data dan bentuk tanggung jawab dari Penyelenggara Layanan atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari informasi tersebut.

Internet technology development has entered a civilization where everybody sees internet as basic need. As well as business development, where almost all business nowadays has shifted from conventional business to the digital which needs internet connection. Peer to peer lending is a kind of service business which depends on the internet technology. Peer to peer lending bridges the Lender to the Borrower in an online platform managed by the Operator. In the online platform, the Operator will provide all the information needed by the Lender to deliver the fund available in the virtual account to the respective loan proposals. This peer to peer lending uses crowd funding system, where a loan proposal is funded by more than Lender. As the party who gives loan, then the Lenders decision will solely depend on the information provided by the Operator, both for the information of Borrowers data or information as the result of analysis from the Operator of respective loan proposals. Therefore, the aim is to study the liability of the Operator towards information provided in the online platform that managed by the Operator if the information has caused loss to the Lender. Regarding the matter, this research specifically elaborates the Article 37 POJK 77/2016 which has same concept with the liability as the result of tort. The researcher suggests OJK to draft new regulation specifically regarding the responsibility of the Operator towards information provided in the peer to peer lending online platform, the liability is to give correct information, article to regulate the usage of artificial intelligence for data analyzing and the form of liability of the Operator for the loss as the result of the information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dondokambey, Deyvid Francis
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25075
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Davva Nouvalio
"Penggunaan internet serta teknologi mengalami penetrasi yang masif yang menghasilkan teknologi finansial sebagai disrupsi dari industri finansial. Salah satu model bisnis teknologi finansial yang dihasilkan adalah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Metode penelitian yuridis normatif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah mengenai pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi Penerima Pinjaman pada penyelenggaraan LPMUBTI dan perlindungan hukum terhadap Data Pribadi Penerima Pinjaman melalui aplikasi teknologi blockchain. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi mencakup penyebarluasan tanpa izin dari pemilik Data Pribadi, penggunaan selain penggunaan yang dimaksud dalam Kebijakan Privasi ( privacy policy ) Penyelenggara LPMUBTI, penagihan utang terhadap Penerima Pinjaman yang melanggar kepatutan dan kesusilaan, eskalasi jumlah pengaduan Nasabah terkait pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi yang dilakukan oleh Penyelenggara LPMUBTI, eskalasi jumlah Penyelenggara LPMUBTI ilegal, dan belum dipenuhinya persyaratan hukum standar SNI ISO/IEC 27001 Sistem Elektronik oleh Penyelenggara LPMUBTI. Hal tersebut berimplikasi terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan, asas dan prinsip, dan Kebijakan Privasi Penyelenggara LPMUBTI yang mengatur mengenai perlindungan Data Pribadi. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penggunaan blockchain yang diterapkan pada penyelenggaraan LPMUBTI dalam rangka melindungi Data Pribadi dari Penerima Pinjaman dari pencurian, peretasan ( hacking ), dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh, baik Penyelenggara LPMUBTI maupun pihak ketiga. Saran Penulis adalah Penyelenggara LPMUBTI menggunakan blockchain untuk melindungi Data Pribadi Penerima Pinjaman, pemerintah harus mengakselerasi pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan Otoritas Jasa Keuangan segera membentuk Pusat Data Fintech Lending.

The utilization of both the internet and technology has been experiencing massive penetration resulting in the emergence of Financial Technology as disruption of the financial industry. One of the business models of Financial Technology is Peer-toPeer (P2P) Lending. This legal-normative research method will be utilized to answer the research questions regarding the violations of the borrower's personal data protection on the execution of P2P Lending and legal protection of the d borrower's personal data protection through the application of blockchain. The patterns of data breaches on P2P Lending execution are the dissemination of borrower personal data without authorization, utilization of borrower personal data aside from the utilization regulated on Privacy Policy of P2P Lending company, indecency on debt collection to the borrower, escalation of the number of customers' reports regarding data breaches conducted by P2P Lending company, escalation of the number of illegal P2P Lending company, and the unfulfillment of legal requirement regarding standardization of ISO/IEC 27001 for the Electronic System of P2P Lending company. Those violations are resulting in the violation of Laws, basic principles, and Privacy Policy of P2P Lending concerning the right of borrower's personal data protection. Hence, the application of blockchain on the execution of P2P Lending is indispensable in order to protect the confidentiality of borrower's personal data from theft, hacking, and misuse conducted by P2P Lending Company and/or the third party. The author's recommendation elaborates on the importance of the performance of blockchain-based P2P Lending in order to protect the borrower's personal data, government obligation to accelerate the legalization of Personal Data Protection Draft Bill, and the urgency of the establishment of Fintech Data Center by Financial Services Authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harits Muhammad
"Perusahaan startup memiliki peran penting dalam ekonomi saat ini. Di Indonesia, perkembangan perusahaan startup didukung oleh pertumbuhan jumlah pengguna internet serta perkembangan positif dan pangsa pasar konsumen yang besar telah menarik minat investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Startup bernama Atourin merupakan sebuah platform untuk pelayanan perencanaan perjalanan. Dengan proses bisnis yang unik dan sangat bergantung pada keefektifan pemosisian produk dan cara promosi, Atourin membutuhkan pengembangan strategi penentuan posisi kompetitif dan strategi serta taktik pemasaran untuk mengembangkan model bisnisnya. Hal tersebut dapat membantu untuk memenuhi target yang ditentukan yang dibentuk secara periodik dalam jangka waktu 5 tahun sebagai acuan pengembangan bisnis untuk tim internal Atourin, yang nantinya akan menjadi suatu pelaporan yang dipertanggungjawabkan kepada investor. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang termasuk ke dalam case study dengan melakukan wawancara terhadap top level management Atourin dan observasi terhadap kinerja Atourin serta melakukan market and competitive analysis yang relevan dengan model bisnis Atourin untuk memberikan rekomendasi kepada perusahaan berupa strategi pemasaran berbasis teknologi informasi yang disesuaikan dengan konteks Atourin. Penelitian ini menjelaskan tentang berbagai strategi dan taktik dalam pemanfaatan pemasaran berbasis teknologi informasi untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan, yang menghasilkan delapan strategi dan empat belas taktik yang secara umum mendeskripsikan tentang strategi dalam menarik pengunjung yang memiliki minat dalam pariwisata agar mengunjungi situs Atourin dan menjadi pengguna aktif Atourin. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembentukan strategi pemasaran berbasis teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis Atourin.

Startup companies have an important role in the economy today. In Indonesia, the development of startup companies is supported by the growth in the number of internet users and also positive developments and large market customers have attracted investment interest both from within and outside the country. A startup named Atourin is a platform for travel planning services. With the business process that is unique and highly dependent on the effectiveness of product positioning and promotion methods, Atourin requires the development of strategies to improve competitiveness and strategy and improve marketing to develop its business model. This can help to meet the targets designed for a period of 5 years as a reference for business development for the Atourin internal team, which will be information that is accountable to investors. Therefore, this research was conducted with a qualitative approach that was included in the case study by interviewing Atourins top level management and observing Atourin's performance and conducting market and competitive analysis relevant to the Atourin business model to provide recommendations to companies in the form of marketing-based strategies information technology tailored to the context of Atourin. This study describes various strategies and tactics in utilizing information technology based marketing to achieve the stated objectives, which produce eight strategies and fourteen tactics which generally describes strategies in attracting visitors who have an interest in tourism to visit the Atourin site and become active users of Atourin. The results of this study can be used as a reference in the formation of information technology based marketing strategies that are in line with Atourin's business needs."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Purnama
"Perkembangan teknologi informasi memberikan pengaruh yang sangat besar bagi upaya pembaharuan di bidang hukum. Pembaharuan hukum terhadap perkembangan teknologi informasi ini merupakan salah satu bentuk dari pembaharuan hukum yang futuristis. Dengan demikian, pembaharuan hukum ini tidak saja dilakukan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan baru (legal substance). Akan tetapi, pembaruan terhadap penegakan hukum atas berbagai peraturan perundang-undangan yang melingkupinya harus didukung juga dengan instrumentasi dalam penegakan hukum atau infrastruktur penegakan hukum, yang mana dalam hal ini adalah teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi sebagai pendukung penegakan hukum pada sistem peradilan pidana ini, yaitu: Peradilan Elektronik (e-Court). Namun, penerapan e-Court sebagai salah satu cara mewujudkan integrated judiciary (peradilan terintegrasi) pada sistem peradilan pidana Indonesia tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seperti: Pertama, petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri (inperson) dengan orang yang dipanggil. Sedangkan di dalam praktik persidangan secara elektronik, pemanggilan dilakukan melalui domisili elektronik; dan Kedua, keharusan sidang pengadilan dilakukan di gedung pengadilan dalam ruang persidangan. Akan tetapi dalam persidangan elektronik, para pihak di ruang sidang yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan e-Court sebagai peradilan terintegrasi pada sistem peradilan pidana Indonesia merupakan bentuk peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Maka, e-Court perlu diatur dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP, Undang-Undang tentang Peradilan Umum, dan Undang-Undang Peradilan lainnya yang memerlukan mekanisme persidangan secara elektronik.

The development of information technology has had a huge impact on reform efforts in the legal field. Legal reform on the development of information technology is one form of futuristic legal reforms. Therefore, this legal reform is not only carried out by forming new laws and regulations (legal substance). However, the reform of law enforcement on various laws and regulations that cover it must also be supported by instrumentation in law enforcement or law enforcement infrastructure, which in this case is information technology. The application of information technology as a subsidiary for law enforcement in this criminal court system, is called Electronic Court (e-Court). However, the application of e-Court as a means of realizing an integrated judiciary in the Indonesia criminal court system is not known in the Criminal Procedure Code (KUHAP), such as: First, officers who carry out summons must meet in person (inperson) with the person on call. Meanwhile, in the practice of an electronic trial, summons are made through an electronic domicile; and Second, the requirement to carry out court proceedings at the court building in the courtroom. Nevertheless, in an electronic trial, the parties in the courtroom are different. The method used in this research is normative legal research with a conceptual approach, a statute approach and a comparative approach. The results showed that the application of e-Court as an integrated judiciary in the Indonesian criminal court system is a form of court that is simple, fast, and low cost. Thus, e-Court needs to be regulated in the Draft Criminal Procedure Code, the Law on General Courts, and other Judicial Laws that require an electronic trial mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Satria Kurniawan
"Perkembangan pesat layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi juga membawa risiko tinggi seperti masalah kredit macet. Tidak adanya sistem pertukaran data yang wajib untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi telah mengakibatkan peningkatan risiko gagal bayar dari peminjam, berbeda dengan sektor perbankan. Sistem pertukaran data konsumen akan membantu Perusahaan Fintech untuk mendeteksi debitur macet, dan untuk mengurangi risiko kredit macet. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah: (1) bagaimana pertukaran data konsumen di sektor jasa keuangan, (2) bagaimana implementasi pertukaran data konsumen antara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. (3) pertukaran data konsumen yang tepat bagi layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Dengan menerapkan penelitian hukum menggunakan pendekatan normatif, dan komparatif. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sektor jasa keuangan memiliki dua adalah dua entitas pertukaran konsumen yang diatur oleh Otoritas Jasa. Meskipun ada dua entitas pertukaran data, pada praktiknya mayoritas layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi menggunakan entitias swasta..Dengan demikian pertukaran data konsumen yang paling cocok untuk pinjaman adalah LIPIP

The rapid development of Peer-to-Peer Lending Fintech also brings problem such as the high risk of the nonperforming loan. The absence of mandatory data exchange system has resulted in an increased risk of default from borrowers. Unlike the banking sector, where there are mandatory, there is no mandatory exchange information of consumer data between peer-to-peer lending Fintech companies. The consumer data exchange system would help Fintech Company to detect bad debtor, and to mitigate the risk of the nonperforming loan. This undergraduate thesis explores there main issues: (1) how consumer data sharing in Financial sector especially for Peer-to-Peer Lending Financial Technology consumer is regulated, and (2) how the implementation of consumer data exchange. (3) which is consumer data sharing is suitable for peer-to-peer lending Fintech companies.  By applying the normative legal research using the statute, and comparative approach and support by interview this undergraduate conclude that are two consumer exchange entities : (1) sistem Layanan Informasi Kreditur (SLIK), under Financial Service Authority (OJK). (2) Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), under private entities, and consumer data exchange is regulated in several provision such as the Financial Service Authority (OJK) Law, Banking law, and also financial regulation. Even though there are two data exchange entities, in practice the majority of Peer-to-Peer Lending Financial Technology are using LPIP and non-using SLIK. The reason is SLIK seen as more tightly regulated, that can hinder growth or even losing business edge from other financial industry. Thus the most suitable consumer data exchange for lending is LPIP
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Aprilio Putra
"Tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi penyedia aplikasi merupakan hal penting untuk diketahui oleh masyarakat dalam menggunakan layanan jasa transportasi berbasis teknologi informasi yang mana dapat ditemukan dalam syarat dan ketentuan yang dikeluarkan oleh penyedia aplikasi pada website masing-masing penyedia aplikasi, khususnya terhadap konsumen yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana yang menjadi inti dari penelitian ini. Selain membandingkan syarat dan ketentuan dua penyedia aplikasi, penelitian ini juga membahas permasalahan mengenai permintaan tuntutan ganti rugi kepada dua penyedia aplikasi. Adapun metode penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan alat pengumpulan data primer yaitu studi dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih dalam mengenai perbandingan tanggung jawab dua penyedia aplikasi terhadap para konsumen yang mengalami kecelakaan yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan ketika menggunakan layanan transportasi yang ditawarkan oleh penyedia aplikasi. Dari hasil penelitian ini dapat ditemukan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan antara dua penyedia aplikasi yang Penulis tinjau. Selain itu, diketahui dalam penelitian ini bahwa penyedia aplikasi tidak dapat dituntut rugi oleh konsumen yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan ketika mengalami kecelakaan saat menggunakan layanan jasa transportasi yang ditawarkan oleh penyedia aplikasi.

The liability and claim for compensation of application provider are important aspects to be acknowledged by the people when using the online transportation services which can be found through the terms and conditions made by the application providers on each of application provider 39 s website, especially for the consumers who do not comply with the terms and conditions. Other than comparing the terms and conditions of two application provers, this research will also discuss about the claim for compensation for the two application providers. The research rsquo s method is analytical descriptive with the primary data collection tool is document studies and interview. While the secondary data is collected through literature studies and juridical normative approach. This research 39 s goal is to review much deeper about the comparison between two application providers rsquo liability towards its consumers who do not comply with the terms and conditions who also undergo an accident while using the transportation service offered by the application provider. From this research, writers will be able to know that there are differences and also similarities between the two application providers rsquo terms and conditions. Other than that, the writers will also know that the application providers can not be claimed for compensation by the consumers who do not comply with the terms and conditions when undergo accident while using the online transportation services offered by the application providers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Tharra Almas
"Perkembangan teknologi digital saat ini telah membawa dampak sangat signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bukti hal tersebut hadirnya sebuah layanan pada bidang keuangan khususnya dalam kegiatan pinjam meminjam uang, yaitu peer to peer lending. Layanan yang menyediakan sebuah platform/marketplace berbasis system elektronik yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman (Kreditur) dengan pelaku usaha sebagai penerima pinjaman (Debitur) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam. Tujuan layanan ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses pembiayaan, khususnya pada sektor pertanian yang kurang mendapatkan dukungan sumberdaya modal. Hal tersebut memberikan jawaban bagi para petani dengan hadirnya sebuah perusahaan peer to peer lending yang bergerak dalam bidang agrobisnis. Dalam pelaksanaannya perjanjian yang dibuat yaitu dengan cara melakukan pembelian unit berupa pohon atau bibit. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai perjanjian yang dilakukan dalam layanan yang disediakan oleh Perusahaan X yang merupakan perusahaan peer to peer lending pada bidang agrobisnis. Selain itu akan memberikan pemaparan tinjauan untuk memahami gagal bayar yang berpotensi akibat perjanjian yang akan memengaruhi tanggungjawab dari para pihak jika hal tersebut terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hokum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil laporan penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai perjanjian yang disediakan oleh Perusahaan X, dan juga tanggung jawab para pihak apabila terjadi gagal bayar.

Nowadays, the digital technology development has brought a highly significant impact in all walks of life. One of those is a service in finance sector, specifically in lending money, namely, peer to peer lending. A service that prepares a platform or marketplace based on electronic system connecting the creditor – the one who lends – with the debtor – the one who receives the loan – in a loan contract. It is expected that the service is able to facilitate in accessing funding in all types of societies, specifically in agriculture sector which rarely obtains capital resources. Furthermore, the service gives solution for the farmers with the availability of a peer to peer lending company that focuses on agribusiness sector. In carrying out the contract, it is by purchasing several trees or seedlings. In this research, the contract is implemented in the service available by Company X – a peer to peer lending company in agribusiness sector. Additionally, this research gives a discussion in understanding risks or payment failure in which potentially caused by the contract. Furthermore, it discusses the length of implementation of a condition failure in harvesting crops that influences the responsibility of all parties, if they occur. The research method used in this research is a juridical-normative one. That is a research conducted towards written positive law which includes researching references material or secondary data. The result of this report identifies contract available by Company X, and also to recognize responsibilities of all parties if failure occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Soraya Agusta
"Peer to Peer Lending (P2PL) merupakan salah satu inovasi fintech yang paling berkembang di Indonesia, untuk itu OJK telah menerbitkan POJK 77/2016 untuk mengatur penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Tingginya minat masyarakat terhadap layanan P2PL menyebabkan banyaknya pelaku usaha ilegal, salah satunya KSP yang menjalankan kegiatan usahanya dengan menyediakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi tanpa memiliki izin penyelenggara yang diterbitkan oleh OJK. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimanakah kegiatan usaha pinjam meminjam uang yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam berbasis teknologi informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta bagaimanakah peran KemenKopUKM dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dan menggunakan peraturan perundang-undangan, buku dan artikel. Penelitian ini menyimpulkan bahwa KSP tidak dapat melakukan kegiatan usaha pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi karena telah melanggar ketentuan usaha simpan pinjam yang diatur dalam PermenKopUKM 15/2015 sebagaimana diubah dengan PermenKopUKM 2/2017 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Simpulan kedua penulis adalah peran pengawasan KemenKopUKM termasuk dalam lingkup pembinaan yang diatur dalam Pasal 60 – 64 UU Perkoperasian dan PermenKopUKM 9/2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Perkoperasian, dan pelaksanaannya diatur dalam PermenKopUKM 9/2020 tentang Pengawasan Koperasi yang mana tahapan Pengawasan Koperasi meliputi: persiapan pemeriksaan; pelaksanaan pemeriksaan; pelaporan hasil pemeriksaan; dan/atau penerapan sanksi administratif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada KemenKopUKM untuk mewajibkan pelaporan terhadap KSP yang menyelenggarakan Jaringan Pelayanan Digital Financial Service, serta kepada OJK untuk mempertahankan pengumuman data penyelenggara yang terdaftar dan/atau berizin sebagai bentuk pengawasan terhadap kegiatan usaha pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Peer to Peer Lending is one of the most developed fintech innovations in Indonesia, therefor OJK has issued POJK 77 of 2016 to regulate the organization of peer to peer lending activities. The high public interest in peer to peer lending services has led to many illegal business actors, including savings and loans cooperative that carry out their business activities by providing online loan service without having the provider license issued by OJK. The research questions in this thesis are how the lending activities carried out by information technology-based savings and loans cooperative are based on statutory regulations, and what is the role of the KemenKopUKM in supervising information technology-based lending activities carried out by savings and loans cooperative. The research method in writing this thesis is a juridicalnormative method, using statutory regulations, books, and articles. This thesis concludes that Savings and Loans Cooperative cannot carry out information technology-based lending activities because it violate the provisions of the saving and loan activities regulated in the PermenKopUKM 15/2015 as amended by PermenKopUKM 2/2017 on Savings and Loans by Cooperative. The second conclusion is that the supervising role of KemenKopUKM is included in the scope of development program regulated in Article 60 – 64 UU perkoperasian and PermenKopUKM 9/2018 on Operation and Development of Cooperative, and its implementation is regulated in PermenKopUKM 9/2020 on Cooperative Supervision, which the stage of supervision are preparation examination; implementation of the examination; reporting of examination results, and/or application of administrative sanctions. Hopefully, this thesis can provide input to KemenKopUKM to require reporting to the savings and loans cooperative that organize Digital Financial Service, as well as to OJK to maintaining the announcement of registered and/or licensed fintech lending business actors as a form of supervision of information technologybased lending activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>