Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Hanief
"Penelitian ini mengkaji kerangka regulasi yang mengatur penggunaan konosemen elektronik atau EBL dalam pencairan letter of credit (L/C), dengan membandingkan penerapannya dalam hukum Indonesia dengan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Singapura. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis regulasi hukum saat ini terkait EBL sebagai dokumen hak milik dan penerimaannya dalam perdagangan internasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, memanfaatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi pustaka. Penelitian ini menyoroti pentingnya regulasi yang efektif untuk memfasilitasi penggunaan EBL yang praktis dan aman, menekankan keuntungannya dalam mengurangi kesalahan manusia dan menyederhanakan proses birokrasi. Dengan membandingkan kerangka regulasi negara-negara terpilih, penelitian ini memberikan rekomendasi bagi Indonesia untuk meningkatkan infrastruktur hukum guna mendukung implementasi EBL dalam transaksi perdagangan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun EBL menawarkan keuntungan signifikan dalam efisiensi dan keamanan, adopsinya memerlukan kerangka hukum yang kuat dan kerjasama internasional untuk memastikan efektivitas dan keandalannya dalam praktik perdagangan global.

This study examines the regulatory framework governing the use of electronic bills of lading (EBL) in the disbursement of letters of credit (L/C), comparing its application in Indonesian law with that in the European Union, the United States, and Singapore. The research aims to analyze the current legal regulations concerning EBL as a document of title and its acceptance in international trade. The study employs a normative juridical approach, utilizing primary, secondary, and tertiary legal materials through library research. It highlights the necessity for effective regulations to facilitate the practical and secure use of EBL, emphasizing its benefits in reducing human errors and bureaucratic processes. By comparing the regulatory frameworks of the selected countries, the study provides recommendations for Indonesia to enhance its legal infrastructure to support the implementation of EBL in trade transactions. The findings indicate that while EBL offers significant advantages in efficiency and security, its adoption requires robust legal frameworks and international cooperation to ensure its effectiveness and reliability in global trade practices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovi Handono Hutama
"Masyarakat membutuhkan teknologi digital untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari. Salah satu dampak dari teknologi digital adalah pengurusan dokumen fisik yang berubah menjadi dokumen digital. Pada ranah logistik tidak terlepas dari dokumen yang memuat informasi atas kepemilikan barang. Angkutan peti kemas memiliki banyak sekali dokumen fisik dalam proses pengirimannya. Dokumen fisik ini dapat menjadi target kejahatan seperti contohnya dipalsukan, disalin, atau dirusak. Biaya pengurusan administrasinya juga dapat dikatakan mahal karena banyak pihak terlibat. Dokumen penting yang dapat menjadi target kejahatan yaitu Bill of Lading. Oleh karena itu, penulis ingin membuat sebuah sistem yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Pada tugas akhir ini penulis mencoba untuk membuat sebuah sistem berbasis blockchain untuk pengurusan administrasi, khususnya pada dokumen Bill of Lading. Rancangan sistem terdiri dari front-end, back-end, dan blockchain. Blockchain dibuat menggunakan Ethereum dengan framework Geth dan bertipe permissioned blockchain. Penyimpanan data dan proses bisnis dilakukan pada smart contract yang ditanam ke dalam blockchain. Setiap node akan tersinkronisasi dengan node lain melalui mekanisme konsensus proof-of-authority, sehingga data yang dimiliki akan selalu sama. Sistem dievaluasi dengan menguji sifat dasar blockchain, yaitu decentralized, immutable, dan verifiable. Walaupun sistem masih terdapat beberapa kekurangan, hasil pengujian tugas akhir ini menunjukkan bahwa sistem berbasis Ethereum ini dapat menjadi alternatif untuk sistem yang masih tradisional.

People need digital technology to make their daily work easier. One of the impacts of digital technology is the processing of physical documents that turn into digital documents. In the realm of logistics, it cannot be separated from documents containing information on ownership of goods. Container transportation has a lot of physical documents in the shipping process. These physical documents can be the target of crimes such as being forged, copied, or tampered with. Administration costs can also be said to be expensive because many parties are involved. Bill of Lading is an important document that can be a target for crime. Therefore, the author wants to create a system that can overcome these problems. In this research, the author tries to create an blockchain-based system for administrative management, especially in the Bill of Lading document. The system design consists of front-end, back-end, and blockchain. The blockchain is created using Ethereum network with the Geth framework and is a permissioned blockchain. Data storage and business processes are carried out on smart contracts embedded into the blockchain. Each node will be synchronized with other nodes through a proof-of-authority consensus mechanism, so the data held will always be the same. The system is evaluated by testing the basic properties of the blockchain, namely decentralized, immutable, and verifiable. Although the system still has some shortcomings, the results of this final project show that this Ethereum-based system can be an alternative to traditional systems."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Raniah Putri Akbar
"Bill of lading dan sea waybill adalah dokumen pengangkutan yang diterbitkan oleh pengangkut untuk membuktikan adanya perjanjian pengangkutan barang melalui laut. Skripsi ini menganalisis penggunaan bill of lading dan sea waybill dalam menagih penyerahan atas barang pada pengangkutan barang melalui laut dan alasan bank hanya menerima bill of lading sebagai syarat dokumen untuk menerbitkan letter of credit. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, skripsi ini menyimpulkan bahwa penggunaan bill of lading untuk menagih penyerahan atas barang dalam kegiatan pengangkutan barang melalui laut adalah dengan menyerahkan satu rangkap lembar asli bill of lading kepada pengangkut. Hal tersebut disebabkan karena bill of lading termasuk ke dalam kategori surat berharga yang hak tuntutan utangnya melekat pada lembar asli surat berharga. Adapun penggunaan sea waybill cukup dengan menunjukkan tanda identitas yang membuktikan orang yang menagih penyerahan barang muatan adalah orang yang namanya tercantum sebagai penerima barang pada sea waybill. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat dua alasan bank hanya menerima bill of lading sebagai syarat dokumen untuk membuka letter of credit. Alasan pertama adalah karena bill of ladingmemiliki fungsi sebagai dokumen kepemilikan barang. Oleh karenanya bank dapat menahan bill of lading sampai pembuka letter of credit melunasi kreditnya. Alasan kedua adalah bill of lading sebagai surat berharga memiliki sifat yang mudah untuk diperjualbelikan. Sifat bill of lading yang mudah untuk diperjualbelikan tersebutlah yang dapat memberikan jaminan kepada bank penerbit letter of credit. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah perbankan perlu mempertimbankan untuk menerima sea waybill sebagai syarat dokumen untuk menerbitkan L/C karena adanya peningkatan penggunaan sea waybill.

Bill of lading and sea waybill are transport documents issued by the carrier as evidence of a contract carriage of goods by sea. This thesis analyzes the use of bill of lading and sea waybill in billing for delivery of goods in the carriage of goods by sea and the reasons banks only accept bills of lading as a required document for issuing letters of credit. By using the normative juridical method, this thesis concludes that the use of a bill of lading to bill the delivery of goods is to hand over one set original bill of lading to the carrier. This is because the bill of lading classified as a negotiable instrument which the billing right is attached to the original paper. Otherwise for the use of the sea waybill, it is enough to show an identity letter proving that the person who bill the delivery of goods is the person whose name is listed as the consignee. This thesis also concludes that there are at least two reasons why banks only accept bills of lading as a required document for issuing letter of credit. The first reason is because the bill of lading has a function as a document of title. Therefore, the bank can withhold the bill of lading until the applicant pays off the loan. The second reason is that bill of lading as a negotiable instrument are easy to trade. That matter causes bill of lading can provide guarantees to the bank. Based on the results of the research, the suggestion is that banks need to consider accepting sea waybill as a required document for issuing L/Cs due to an increase in the use of sea waybill."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Nathania Lathifah
"Penelitian ini mengkaji pertanggungjawaban para pihak dalam pengangkutan barang melalui laut, terutama pada kasus ketidakakuratan pendeklarasian barang berbahaya oleh pengirim, yang menyebabkan kerugian pada pengangkut. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi mengenai pengangkutan barang berbahaya melalui laut dan batasan tanggung jawab para pihak berdasarkan hukum Indonesia dan konvensi internasional yang berlaku, serta menjelaskan pengalihan pertanggungjawaban dari American President Lines, Ltd. selaku carrier kepada CV Dua Sekawan Sejati selaku shipper/seller/merchant pada kasus ketidakakuratan pendeklarasian barang berbahaya pada konosemen berdasarkan Putusan Nomor 648/Pdt.G/2021/PN.Sby. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan menyatukan, mengolah, dan menganalisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi pustaka. Pokok-pokok pembahasan penelitian ini menekankan pada betapa krusialnya pemberitahuan dan pendeklarasian barang secara akurat pada konosemen oleh pengirim terhadap realita barang berbahaya yang dimuat agar pengangkut dapat memberikan penanganan yang sesuai demi meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Kewajiban pengirim untuk bersikap transparan atas barang yang dimuat diatur secara eksplisit dalam berbagai konvensi internasional, seperti The Hague Rules, The Hague-Visby Rules, The Hamburg Rules, dan The Rotterdam Rules. Konvensi-konvensi internasional tersebut juga menegaskan bahwa pertanggungjawaban atas ketidakakuratan deskripsi paket dan barang dibebankan pada pengirim. Akan tetapi, fakta bahwa pengangkut merupakan pihak yang menerbitkan konosemen membuat pengangkut dianggap harus bertanggung jawab atas ketidaksesuaian antara realita barang dengan deskripsi pada konosemen yang diterbitkannya. Maka dari itu, pengalihan pertanggungjawaban terhadap ketidaksesuaian paket dan barang pada konosemen harus dituliskan secara eksplisit dalam indemnity clauses pada bill of lading dan bill of lading terms and conditions. Indemnity clauses tersebut memberi kepastian bahwa pihak yang menyebabkan kerugian akan bertanggung jawab atas segala kerugian, biaya, dan denda yang disebabkan olehnya.

This research examines the liability of parties involved in the carriage of goods by sea, particularly in the case of misdeclaration of dangerous goods by the shipper, which results in losses to the carrier. This research aims to explain the regulations regarding the carriage of dangerous goods by sea and the limitations of the parties' liability based on applicable Indonesian law and international conventions, as well as to explain the transfer of liability from American President Lines, Ltd. as the carrier to CV Dua Sekawan Sejati as the shipper/seller/merchant in the case of misdeclaration of dangerous goods on the bill of lading based on Decision Number 648/Pdt.G/2021/PN.Sby. This research employs a doctrinal research method utilizing primary, secondary, and tertiary legal materials through library research. This research highlights the importance of notification and accurate declaration of dangerous goods on the bill of lading by the shipper so that the carrier can take appropriate measures to mitigate potential risks. The shipper's obligation to be transparent is explicitly regulated in various international conventions, such as The Hague Rules, The Hague-Visby Rules, The Hamburg Rules, and The Rotterdam Rules. These international conventions also emphasize that liability for inaccurate description of goods is imposed on the shipper. However, the fact that the bill of lading is issued by the carrier makes the carrier liable for any discrepancy between the actual goods and the description on the bill of lading issued. Therefore, the transfer of liability for the said discrepancies must be explicitly written in the form of indemnity clauses on the bill of lading and bill of lading terms and conditions. These indemnity clauses ensure that the party causing the loss will be liable for all damages and expenses incurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library