Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luqyaanaa Mursyidah Zahra Ash-Shalehah
"Microbial Fuel Cell fotosintetik yang memanfaatkan mikroalga dikenal sebagai Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC). Salah satu faktor penting yang memengaruhi produksi energi oleh MmFC adalah kadar oksigen sebagai akseptor elektron. Oksigen yang dilepaskan oleh mikroalga dipengaruhi oleh cahaya dan konsentrasi karbondioksida. Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa interaksi konsorsium Chlorella-Spirulina dapat meningkatkan produksi biomassa dan kadar oksigen. Pada penelitian ini, peningkatan produksi listrik dilakukan melalui variasi rasio konsorsium, serta pengaturan pencahayaan dan asupan karbondioksida. Variasi konsorsium dilakukan pada rasio volume 1:1, 3:2, dan 2:1. Alterasi intensitas cahaya (3000-6000 lux) dan asupan karbondioksida diberikan pada MmFC. Pada densitas optik 0,4 dan pH antara 7-8, diperoleh laju pertumbuhan mikroalga maksimum 0,09/jam dan konsentrasi 3,49 g/L pada komposisi 3:2. Kadar oksigen terlarut maksimum mencapai 6,765 dan turun hingga 0,85 ketika kenaikan produksi listrik. Kondisi ini menghasilkan rata-rata tegangan 397,21 mV dan power density 304,54 mW/m2. Asupan karbondioksida yang diberikan tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan terhadap kinerja optimum MmFC namun memberikan hasil lebih stabil selama proses operasi. Rata-rata tegangan dan power density yang dihasilkan adalah 409,23 mV dan 312,80 mW/m2 pada laju pertumbuhan maksimum mikroalga 0,06/jam (pH 6-8).

Photosynthetic Microbial Fuel Cell that uses microalgae is known as Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC). One important factor influencing the production of bioelectricity in MmFC is the oxygen content as an electron acceptor. Light and carbon dioxide influences the amount of oxygen released by microalgae. Previous research had shown that using microalgae in the form of a Chlorella-Spirulina consortium could increase biomass and oxygen production. In this study, increase in electricity production was accomplished through variations in the consortium's ratio, as well as lighting and carbon dioxide intake adjustments. Volume ratios of 1:1, 3:2, and 2:1 was used in the consortium variations. Alteration of light intensity (3000-6000 lux) and carbondioxide intake were given to MmFC. At an optical density of 0.4 and a pH between 7-8, the maximum microalgae growth rate was 0.09/hour and concentration were 3.49 g/L at 3:2 composition. The maximum dissolved oxygen level reaches 6.765 and decreases to 0.85 when electricity production increases. This condition produces an average voltage of 397.21 mV and a power density of 304.54 mW/m2. The intake of carbon dioxide given did not achieve a significant difference in performance of MmFC but shows more stable results throughout operation process. The average voltage and power density generated were 409.23 mV and 312.80 mW/m2 at a maximum microalgae growth rate of 0.06/hour (pH 6-8)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Nathania Dwi Karina
"Teknologi Microbial Fuel Cell (MFC) berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi listrik alternatif karena dapat mengkonversi berbagai substrat dari sumber yang dapat diperbaharui menjadi energi listrik menggunakan bakteri sebagai biokatalis. Limbah cair tempe merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai substrat MFC. Penggunaan limbah cair tempe sebagai substrat MFC memberikan keuntungan dalam mengurangi biaya pembelian bakteri dan pengolahan limbah cair tempe. Saat ini, aplikasi MFC masih terbatas karena produksi listrik yang dihasilkan relatif kecil, sehingga banyak penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan produksi listrik oleh MFC.
Penelitian ini berfokus dalam meneliti pengaruh waktu pembentukan biofilm dan penggunaan makromolekul sebagai substrat tambahan terhadap produksi listrik dari sistem MFC dengan reaktor tubular membranless dan substrat limbah cair tempe.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan makromolekul dalam limbah cair tempe yang paling berpengaruh dalam produksi listrik ditandai dengan nilai penurunan kadar terbesar, yaitu 1,82%, setelah eksperimen MFC dilakukan selama 50 jam. Pembentukan biofilm pada anoda dapat meningkatkan produksi listrik hingga 10 kali lipat, sedangkan penggunaan glukosa sebagai substrat tambahan menurunkan produksi listrik hingga 60%. Hasil keluaran listrik terbesar diperoleh dari variasi waktu pembentukan biofilm 14 hari dengan kandungan EPS pada biofilm sebesar 0,13 mg/cm2. Nilai tegangan dan densitas daya maksimum yang dihasilkan berturut turut 34,81 mV dan 0,26 mW/m2.

Microbial Fuel Cell (MFC) technology has the potential to be developed as an alternative energy source since it can convert various substrates from renewable sources into electricity using bacteria as biocatalyst. Tempe wastewater is one of the material which can be utilized as MFC substrate. The use of tempe wastewater as MFC substrate gives advantages in reducing the purchasing cost of bacteria and tempe wastewater treatment. Currently, the applications of MFCs are still limited due to the relatively low electricity production, so many studies have been conducted to improve the electricity production by MFC.
This study focused on investigating the influence of biofilm formation time and the use of macromolecule as additional substrate towards electricity production from MFC system with tubular membranless reactor.
This study suggested that carbohydrate is the macromolecule contained in tempe wastewater which is the most influential for electricity production marked by the biggest decrease in macromolecule content, which is 1.82%, after MFC experiment had been carried out for 50 hours. In addition, biofilm formation on anode could improve the electricity production up to 10-folds while the use of glucose as substrate addition reduce the electricity production. The biggest electricity output was obtained from the experiment of biofilm formation for 14 days with EPS content in biofilm 0,13 mg/cm2 where the maximum voltage and power density produced was respectively 34,81 mV dan 0,26 mW/m2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Sasmita
"Spirulina platensis berpotensi menghasilkan energi listrik. Energi listrik terbentuk pada saat mikrolaga berfotosintesis melalui kloroplas. Di dalam kloroplas, terdapat kandungan protein yang berperan sebagai jalur pertukaran elektron dari silklus terang di dalam tilakoid menuju siklus Calvin dalam stroma. Elektron yang mengalir kemudian disambungkan ke suatu perangkat elektrokimia sehingga menimbulkan energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan terukur dalam satuan tegangan atau voltase. Metode penghasil listrik ini dikenal dengan Biological Photovoltaic Cell (BPV). Penelitian terhadap BPV menggunakan mikroorganisme golongan cyanobacteria sudah dilakukan pada penelitian terdahulu dengan meneliti material elektroda yang mampu menghasilkan listrik yang optimum. Dari variasi logam anoda uji seperti alumunium, seng dan tembaga, peneliti mendapat hasil bahwa logam seng mampu menghasilkan tegangan listrik tertinggi senilai 1217 mV. Selain itu, kandungan ion positif logam seng merupakan mikronutrien yang berperan dalam pembentukan klorofil, sebagai efeknya peningkatan elektron. Hasil ini dioptimalkan kembali dengan menguji variasi jarak elektroda dan diperoleh hasil tegangan tertinggi pada saat berjarak 2 cm senilai 1219 mV. Oleh karena tegangan yang dihasilkan masih cukup kecil, sehingga melakukan penambahan chamber yang dirangkai secara seri menggunakan 4 chamber reaktor BPV menggunakan resistor 820Ω, menghasilkan tegangan listrik sebesar 4100 mV. Potensi ini dibuktikan dengan membandingkan pengoperasian BPV yang menggunakan kultur mikroalga dengan hanya menggunakan medium dan air laut sebagai kontrol. Hasil peneelitian menujukkan bahwa tegangan listrik mengalami peningkatan sebesar 2,45% dan power density sebesar 0,81% saat kultur digunakan sebagai elektrolit dalam chamber BPV.

Spirulina platensis has potential to produce electricity. Electricity is formed by photosynthesized of microalgae in chloroplast. In chloroplasts, contains protein molecules which useful as electron exchange lines from light cycle in the thylakoid towards the Calvin cycle in the stroma. Electrons flow then connected to an electrochemical device, causing electrical energy. The electrical energy generated measured in units of voltage. Methods of producing electricity is known as Biological Cell Photovoltaic (BPV). Research on the use of microorganisms BPV group of cyanobacteria have been done on previous research by examining the electrode material capable of generating electricity that is optimum. Of the various test anode metal such as aluminum, zinc and copper, researchers got the results that the zinc metal capable of generating high voltage electricity worth 1217 mV. In addition, the zinc metal content of positive ions is a micronutrient that plays a role in the formation of chlorophyll, as the effect is an increase in electrons. This result is optimized back to test variations of the electrode spacing and the results obtained at the time of the highest voltage within 2 cm worth of 1219 mV. Therefore, the voltage generated is still quite small, so the addition chamber is connected in series using BPV 4 reactor chamber using a 820Ω resistor, producing an electrical voltage of 4100 mV. This potential is evidenced by comparing the operation of the BPV which uses microalgae culture medium and by only using sea water as a control. Peneelitian results showed that the voltage increased by 2.45% and a power density of 0.81% when the culture is used as the electrolyte in the chamber BPV."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Ardiyanto
"BPV Biological Photovoltaic merupakan suatu perangkat yang dapat menghasilkan energi listrik melalui proses fotosintesis mikroalga. Mikroalga akan memecah molekul air menjadi proton, elektron, dan oksigen saat terkena cahaya. Arus yang mengalir pada sirkuit eksternal dapat digunakan sebagai penggerak perangkat elektronik. Studi mengenai BPV telah banyak dilakukan peneliti sebelumnya dengan melakukan berbagai konfigurasi seperti variasi jenis elektroda, variasi jarak elektroda, dan sebagainya. Akan tetapi, tegangan dan arus yang dihasilkan masih relatif kecil. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan produksi listrik perangkat BPV.
Penelitian yang dilakukan yakni variasi jumlah inokulum mikroalga C. vulgaris dengan metode pembentukan biofilm pada open-air single chamber BPV. Jumlah inokulum yang divariasikan yakni sel dengan berat kering: 0,301 g/L, 0,912 g/L, dan 1,531 g/L. Reaktor BPV dengan jumlah inokulum 1,531 g/L menunjukkan adanya kenaikan voltase sebesar 14,89 voltase terukur 58,006 mV dan kenaikan power density sebesar 27,91 ketika dibandingkan dengan reaktor tanpa kultur. Power density tertinggi yang dihasilkan pada variasi jumlah inokulum tertinggi bernilai 0,000472 mW/m2.

BPV Bio Photovoltaic is an electricity producing device which harness photosynthetic reaction from microalgae. Microalgae will breakdown water molecule into proton, electron and oxygen when exposed by light. The current then passes through external circuit and could be used as energy source for electric device. Many studies related to BPV have been conducted by some researchers before by applying some configuration such as various metal of electrode , various electrode distance, etc. However, the measured voltage and current are small yet. Thus, later research is needed to optimize electricity production in BPV device.
This research was done by varying C. vulgaris inoculum concentration by method of biofilm formation in open air single chamber BPV. The inoculum concentration will be based on dry biomass 0,301 g L, 0,912 g L, dan 1,531 g . BPV reactor with inoculum 1,531 g L shows increase 14,89 measured 58,006 mV in voltage and increase 27,91 in power density when compared to reactor containing no culture. Highest power density produced by highest inoculum concentration results 0,000472 mW m2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library