Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christine Constanta
"Tesis ini menganalisis bagaimana pengaturan pada saat ini, pelaksanaan dan pengaturan di masa yang akan datang terkait akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja Industri Nikel di Indonesia berdasarkan UN Guiding Principles on Business and Human Rights. Tesis ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia saat ini berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah melalui pengawasan ketenagakerjaan setempat dan terdapat jaminan sosial yang dapat diakses oleh korban berdasarkan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, Perpu Cipta Kerja dan UU BPJS. Pelaksanaan akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia berdasarkan UNGPs terdiri dari akses terhadap pemulihan berbasis negara dan non-negara seperti BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan, Komnas HAM, perusahaan dan asosiasi bisnis. Masih terdapat banyak tantangan hukum dalam pelaksanaan akses terhadap akses pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja nikel seperti tidak adanya pengaturan komprehensif mengenai kompensasi dan berbagai resiko terbaru, sistem pengawasan atau mitigasi resiko, koordinasi dalam pemerintahan. Pengaturan akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia yang seharusnya berlaku pada masa yang akan datang adalah mengimplementasikan prinsip bisnis dan HAM secara internasional terhadap perbaikan UU Keselamatan kerja. Perbaikan yang dapat dilakukan terhadap UU Keselamatan kerja yaitu menyusun pengaturan yang komprehensif dengan pendekatan HAM, kewajiban dan membangun uji tuntas industri nikel dan menjamin mekanisme pengaduan terhadap korban.

This thesis analyzes the current regulation, implementation, and future regulation concerning access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Nickel Industry in Indonesia based on the UN Guiding Principles on Business and Human Rights. This thesis is compiled using a doctrinal research method. Currently, access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry is governed by Law No. 1 of 1970 concerning Occupational Safety, through local labor supervision and social security guarantees accessible to victims under the National Social Security System Law, the Job Creation Omnibus Law, and the Social Security Administrator Law.  Implementation of access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry based on the UNGPs includes access to both state-based and non-state-based grievance mechanisms such as BPJS Employment, the Department of Manpower, the National Commission on Human Rights (Komnas HAM), companies, and business associations.  There are still many legal challenges in implementing access to non-judicial recovery for victims of nickel industry workplace accidents, such as the lack of comprehensive regulations on compensation, various emerging risks, risk supervision or mitigation systems, and governmental coordination. Future regulation governing access to non-judicial recovery for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry should involve implementing international business and human rights principles to improve Occupational Safety Laws. Improvements to Occupational Safety Laws should include drafting comprehensive regulations with a human rights approach, obligations to conduct thorough assessments of the nickel industry, and ensuring complaint mechanisms for victims."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyyah Az Zahra
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor kepentingan ekonomi politik Jepang dalam regulasi perlindungan hak asasi manusia dalam rantai pasok global. Konsep human rights in global political economy digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur. Temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa pemerintah Jepang menerbitkan Pedoman Penghormatan Hak Asasi Manusia dalam Rantai Pasokan yang Bertanggung Jawab untuk mencapai kepentingan ekonomi politik yaitu untuk melindungi industri dari ancaman bisnis terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia seperti yang terjadi pada Uniqlo dalam praktik kerja paksa Uighur di China dan untuk meraih posisi kepemimpinan di kawasan Asia dengan mewujudkan ‘tatanan internasional yang baru yang berasal dari Asia’ terkait regulasi perlindungan hak asasi manusia dalam rantai pasok global. Pemerintah Jepang mementingkan regulasi perlindungan hak asasi manusia dalam rantai pasok global karena hal tersebut akan membantu mencapai ‘diplomasi hak asasi manusia’ secara penuh di bawah pemerintahan Fumio Kishida. Kata Kunci: regulasi, bisnis dan hak asasi manusia, rantai pasok global, ekonomi politik.

This research aims to explore Japan's political economic interests in the regulation of human rights protection in global supply chains. The concept of human rights in the global political economy is used as a guideline in conducting this research. This research uses qualitative methods with data collection techniques through literature studies. The findings in this study show that the Japanese government issued the Guidelines for Respecting Human Rights in Global Supply Chains to achieve political economy interests, namely to protect industries from business threats related to potential human rights violations such as what happened to Uniqlo in the practice of forced labour of Uighurs in China and to gain a leadership position in the Asian region by realising a ‘new international order originating from Asia’ related to the regulation of human rights protection in global supply chains. The Japanese government attaches importance to the regulation of human rights protection in global supply chains because it will help achieve full-fledged ‘human rights diplomacy’ under the Fumio Kishida administration.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Quina
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional?; (2) Bagaimanakah tanggung jawab yang dibebankan terhadap perusahaan transnasional terkait permasalahan lingkungan hidup dalam hukum internasional?; dan (3) Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan transnasional terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup telah diterapkan terutama dalam perkara-perkara gugatan masyarakat terhadap perusahaan transnasional?
Secara garis besar, analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan doktrin dan pengaturan hak atas lingkungan hidup, dengan meninjau perjanjian internasional baik yang bersifat global maupun regional, instrumen soft law, dan hukum kebiasaan internasional; serta tinjauan pertanggungjawaban yang dibebankan oleh instrumen-instrumen hukum internasional terhadap perusahaan transnasional dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup. Selanjutnya dianalisis mengenai keberlakuan hak atas lingkungan hidup sebagai hukum internasional terhadap perusahaan transnasional, serta pertanggungjawaban yang dapat dibebankan terhadapnya.
Dalam analisis, dibahas mengenai tiga kasus pelanggaran hak atas lingkungan hidup oleh perusahaan transnasional, yaitu Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, dan Beanal v. Freeport McMoran. Dalam analisis, dapat terlihat bahwa dalam perkara-perkara tersebut: (1) Hukum internasional tidak diterapkan secara langsung; (2) Terhentinya perkara dalam proses yurisdiksi; (3) Adanya irisan ranah hukum publik dan privat dalam substansi dan formil perkara; (4) Pelanggaran hak atas lingkungan hidup diterjemahkan dalam pelanggaran hak-hak asasi secara umum; dan (5) Adanya irisan antara akuntabilitas dan liabilitas perusahaan transnasional. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa pengaturan tanggung jawab lingkungan hidup terhadap perusahaan transnasional ini akan menjadi hukum internasional di masa depan.
Secara ringkas, simpulan yang didapat menjawab secara positif adanya pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional, namun pengaturan pertanggungjawabannya terhadap perusahaan transnasional masih mendasarkan pada instrumen yang bersifat sukarela tanpa menyinggung liabilitas, sehingga masyarakat yang dirugikan masih kesulitan untuk mendapatkan ganti kerugian atas hak-hak asasinya yang dilanggar karena perusakan lingkungan oleh perusahaan transnasional.

This undergraduate thesis tries to answer following questions: (1) How does right to environment recognized as a part of human rights in international law?; (2) How does liability imposed upon transnational corporation related to environmental harms in international law; (3) How does transnational corporations' liability has been enforced in claims by injured civilians towards transnational corporations?
Generally, the analysis is based on literature study concerning development of doctrine and regulation on right to environment, considering global and regional treaties and soft law instruments, also customary international law; and examination of liability imposed by international legal instruments on transnational corporations in regards of fulfillment of right to environment.
Further, Writer analyses enforceability of right to environment as international law towards transnational corporations, and liability imposed upon them. In analysis, three cases on environmental violations by transnational corporations have been examined, which are Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, and Beanal v. Freeport McMoran. It is concluded that in such cases: (1) International law is not imposed directly; (2) Dismissal on jurisdictional process; (3) The intersection of public and private legal area in the substance and process of the cases; (4) Violation of right to environment is translated into violations of general human rights; (5) The intersection of transnational corporations' accountability and liability. Further, there is a tendency that regulation of environmental liability to transnational corporations will be international law in the future.
In brief, the conclusion answers in positive the recognition of right to environment as a part of human rights in international law, yet still bases transnational corporation accountability on the voluntary instruments silent on liability provisions, causing the injured community troubled in demanding compensation for their violated right to environment related to environmental harms by transnational corporations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43168
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library