Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fenwick, Stewart
"Summary:
Based on author's thesis (doctoral - University of Melbourne, Melbourne Law School, 2015) issued under title: Is Rawlsian libreralism compatible with Islam?: a case study of post-Soeharto Indonesia."
Abingdon, Oxon ; New York, NY : New York, NY : Routledge, 2017
342.598 FEN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dacey, Austin, 1972-
New York: Continuum, 2012
364.188 DAC f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fajar
"ABSTRAK
Isu penistaan agama yang ilakukan oleh petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Ahok Tjahaja Purnama menjelang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan tersebut ramai terjadi di media sosial, menunjukkan adanya kontestasi pro dan kontra terkait penetapan Ahok sebagai penista agama di ranah pidana. Kontestasi wacana di media sosial tersebut terus berlangsung sehingga menyebabkan polarisasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat. Dari kajian-kajian sebelumnya, diketahui bahwa terjadinya kontestasi dapat disebabkan oleh ekspresi kebangkitan identitas kepentingan pragmatis elit politik serta perkembangan media baru. Namun, studi-studi tersebut cenderung membahas kontestasi secara parsial dan tidak melihat adanya keberagaman aktor serta kepentingan yang melatarbelakanginya. Maka, dalam menjelaskan kontestasi wacana penistaan agama di media sosial, tulisan ini berargumen bahwa kontestasi wacana penistaan agama di media sosial disebabkan oleh adanya isu identitas yang di bingkai melalui media sosial dengan tujuan untuk memobilisasi pemilih dalam pemilihan. Pihak-pihak yang berkontestasi dalam pemilihan menggunakan strategi pembingkaian framing dengan memanfaatkan aktor-aktor di media sosial relawan, buzzer dan juga selebritis mikro sehingga menyebabkan terjadinya aktivitas saling membingkai di media sosial.

ABSTRACT
The issue of religious blasphemy carried out by DKI Jakarta Governor, Basuki 39 Ahok 39 Tjahaja Purnama before elections of DKI Jakarta in 2017 had become a heated debate among the people of Indonesia. The debate is rife in social media, indicating the existence of pros and contras contestation related to Ahok 39s determination as a religious blasphemy defendant in the criminal realm. Contestation of discourse in social media continues to cause polarization that has the potential to cause division in society. From previous studies, it is known that the occurrence of contestation can be caused by the expression of identity resurgence the pragmatic interests of the political elite as well as the development of new media. However, these studies tend to discuss partial cause and do not see any diversity of actors and the underlying interests. Thus, in this paper argues that the discourse contestation of religious blasphemy in social media is caused by the issue of identity that is framed through social media with the aim to mobilize voters in the election. Election winning parties use framing strategies by utilizing actors in social media volunteers, buzzers and micro celebrities, leading to framing activities in social media. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avisena Ilma Rachmasari
"ABSTRAK
Sejak Reformasi 1998 hingga tahun 2017, jumlah kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia meningkattajam dari 9 kasus menjadi lebih dari 88 kasus. Dalam kasus-kasus tersebut Pasal 156a KUHP menjadi pasalyang sering digunakan baik dalam amar putusan hakim. Skripsi ini membahas sejarah dan perkembangan delikpenodaan agama dalam hukum pidana di Indonesia yang diatur dalam Pasal 156a KUHP dan Undang-UndangNo. 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Permasalahan yangkerap muncul dalam penerapan Pasal 156a KUHP di pengadilan adalah mengenai tidak jelasnya tolak ukurperbuatan sebagai dasar terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana penodaan agama. Untuk menganalisis masalahtersebut, dilakukan penelitian normatif dengan berfokus pada analisis peraturan perundang-perundangan pidana,pendapat ahli hukum, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesimpangsiuran terkaitmodel penanganan kasus penodaan agama di Indonesia. Selain itu, terdapat perbedaan dalam pemaknaan Pasal156a KUHP di kalangan akademisi maupun praktisi yang memaknai konstruksi pasal ini sebagai gabungan unsurtindak pidana yang bersifat kumulatif dan yang memaknainya secara alternatif. Dalam praktiknya di pengadilan,hakim cenderung menerapkan Pasal 156a KUHP dengan konstruksi huruf a dan huruf b dalam pasal tersebutsecara alternatif namun tanpa pertimbangan hukum yang memadai. Kata Kunci: penodaan agama, penistaan, pasal 156a KUHP, analisis putusan, hukumpidana

ABSTRACT
The number of blasphemy cases have increased significantly from only 9 cases in the New Order 1967 1998 tomore than 88 cases in the post Reformation era. Those cases have brought people to jail using article 156a ofIndonesian Criminal Code KUHP . This thesis discusses the history and the development of blasphemy lawwhich is regulated in the article 156a of the Indonesian Criminal Code and Law No. 1 PNPS of 1965 onPrevention of Misuse and or Blasphemy. The implementation of the law has brought problems related to theunclear criteria to elucidate the elements of the blasphemous acts. To analyze the problem, the author conducteda normative research focusing on the analysis of the criminal provision, jurists opinion, and a number of courtdecisions. This research shows that there is an inconsistency to handle blasphemy cases in Indonesia. There aretwo dominant views among the academics as well as the practitioners in defining blasphemy as it is stipulated inthe article of 156a Indonesian Criminal Code. The first view believes that the construction of the article is ldquo adouble offence rdquo double opzet in which all its elements should be proven while the other side interprets the aand b elements in the article alternatively. This thesis concludes that the judges tend to apply article 156a byinterpreting the a and b elements in the article alternatively without some adequate legal arguments. Keywords blasphemy defamation of religion article 156a Indonesia rsquo s Criminal Code verdict analysis criminal law. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ridho Ilahi
"Tulisan ini menjelaskan bagaimana peran yang dapat dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penanganan tindak pidana penodaan dan penyalahgunaan agama Islam. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Peran yang dapat dilakukan oleh MUI dalam penanganan kasus penodaan agama saat ini adalah sebagai sebagai ahli dan fatwa MUI dijadikan sebagai bukti surat yang secara materil tidak mengikat. Peran MUI dalam sistem peradilan hingga saat ini terbatas hanya pada sektor alat bukti. Meskipun demikian, dengan adanya Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman membuka peluang MUI dapat berkedudukan sebagai amicus curiae. Tulisan ini juga memberikan gagasan untuk dimasa mendatang adanya fungsi MUI sebagai pelaksana pembinaan yang berlandaskan pendekatan restorative justice terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama Islam. Peran- peran tersebut dapat diisi oleh MUI dikarenkan MUI memiliki kredibelitas dalam aspek aqidah, dan daya kepercayaan masyarakat terhadap MUI yang tinggi sebab kopetensi kelembagaan serta kopetensi personal yang dimiliki oleh MUI. Peran nyata MUI saat ini dapat dilihat pada putusan hakim, penulis menemukan 6 (enam) dari 8 (delapan) putusan menjadikan unsur MUI sebagai pertimbangan putusan hakim, bahkan hal ini berbanding terbalik dengan upaya peringatan keras melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan jumlah hanya 1 kasus yang telah diberikannya Surat Keputusan sebelum melakukan upaya pidana. Hal ini berimplikasi bahwa prinsip ultimum remedium yang dianut konsideran induk aturan tentang penodaan agama di Indonesia cenderung diabaikan oleh penegak hukum.

This paper explains how the role that can be played by the Indonesian Ulema Council (MUI) in handling the crime of blasphemy and abuse of Islam. This thesis is prepared using doctrinal research methods. The MUI's role in handling the current blasphemy case is that of an expert, and the MUI's fatwa is used as evidence of a letter that is not materially binding. The role of the MUI in the judicial system until now is limited to the evidence sector. However, Law No. 48 of 2009 concerning Judicial Power opens up opportunities for the MUI to take a position as an amicus curiae. This paper also provides ideas for the future of the function of MUI as an implementer of coaching based on a restorative justice approach to perpetrators of Islamic blasphemy. MUI can fill these roles because MUI has credibility in the aspect of aqidah, and public trust in MUI is high because of the institutional competence and personal competence possessed by MUI. The fundamental role of the MUI today can be seen in the judge's decision; the author found 6 (six) out of 8 (eight) decisions that made the MUI element a consideration of the judge's decision, even if this is inversely proportional to the effort to warn hard through the Joint Decree (SKB) with the number of only 1 case that the Decree has been given before committing criminal efforts. This implies that the principle of ultimum remedium adopted by the parent rule on blasphemy in Indonesia was ignored by law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library