Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Ferry P.
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah kelainan genetik yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini ditandai antara lain oleh kelainan darah berupa anemia, yang disebabkan oleh umur sel darah merah yang lebih singkat dari normal. Ini terkait dengan penurunan kelenturan membran sel darah merah sehingga mengurangi kemampuan deformabilitas yang diperlukan agar dapat melalui pembuluh darah kapiler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelainan sel darah merah talasemia ditinjau dari aktivitas enzim Ca2+-ATPase yang terdapat pada membran. Aktivitas enzim ini diukur dengan metode Fiske Subarrow, yaitu berdasarkan konsentrasi fosfat yang terbentuk sebagai hasil hidrolisis ATP. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Penetapan aktivitas enzim Ca2+-ATPase dilakukan pada 21 sampel sel darah merah talasemia dan 21 sampel sel darah merah normal.
Hasil dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aktivitas enzim Ca2+-ATPase pada membran sel darah merah talasemia lebih tinggi dari pada membran sel darah normal yaitu 0,195 + 0,052 μmol Pi / mg prat / jam dibandingkan dengan 0,169 + 0,045 imol Pi / mg prot 1 jam Secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05).
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Adhiyanto
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang banyak diderita penduduk sckitar Laut Tengah, Timur Tengali dan Asia. Penyakit ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada sintesis salah satu rantai globin. Salah satu penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menyelidiki ketahanan sel darah merah talasemia terhadap beban oksidatif. Hasil pongamatan yang telah dilaporkan memperlihatkan bahwa pada sel darah merah talasemia terjadi peningkatan pembentukan oksigen reaktif, seperti radikal hidroksil dan superoksida. Oksigen reaktif ini meningkatkan proses otooksidasi dalam sel darah merah talasemia dan merupakan salah satu faktor yang mempercepat kematian sel darah merah talasemia. Penelitian ini tujuan untuk mempelajari kerusakan sel darah merah penderita talasemia bila diberi beban oksidatif dan apakah pemberian reduktor tokoferol dan glutation dapat memberi perlindungan terhadap pembebanan oksidatif. Pemeriksaan kadar malondialdehid dan glutation dilakukan pada 21 sampel sel darah merah normal dan 21 sel darah merah talasemia baik dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak.
Hasil dan Kesimpulan : Konsentrasi malondialdehid sel darah merah talasemia lebih tinggi dibandingkan sel darah merah normal dan konsentrasi glutation sel darah merah talasemia lebih rendah dibandingkan sel darah merah normal dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak. Tokoferol dan glutation dapat menurunkan konsentrasi malondialdehid sel darah normal dan sel darah merah talasemia. Tokoferol juga dapat mengurangi penurunan konsentrasi glutation sel darah normal dan sel darah merah talasemia yang diberi beban oksidatif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book will illustrate the morphologic features on peripheral blood smears of the various disorders and the text will focus on diagnostic criteria, differential diagnosis and modern classification terminology."
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2012
616.13 ATL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ayu Mulansari
"Latar Belakang: Kondisi besi berlebih, dengan feritin dan saturasi transferin sebagai surrogate marker, akan menimbulkan oksigen radikal bebas (ROS) yang menyebabkan stress oksidatif. Malondialdehid (MDA) merupakan ROS yang terbentuk dari peroksidase lemak sedangkan (manganese)superoksid dismutase (MnSOD) sebagai enzim yang mengubah radikal bebas oksigen menjadi oksigen biasa. Transfusi darah sering digunakan untuk mengatasi anemia pada kanker, namun juga berpotensi meningkatkan beban besi pada tubuh. Penelitian ini melihat peran transfusi darah terhadap feritin serum dan saturasi transferin serta kaitannya dengan stres oksidatif pada pasien kanker nasofaring.
Tujuan: Mengetahui peranan transfusi sel darah merah (SDM) dalam kaitannya dengan perubahan kadar feritin serum dan saturasi transferin serta korelasinya dengan stress oksidatif pada pasien kanker nasofaring (KNF) yang menjalani kemoradiasi.
Metode: Studi kohort prospektif. Pengambilan data dilakukan di klinik Hematologi-Onkologi Medik IPD RSCM Jakarta secara consecutive sampling pada bulan November 2015-Februari 2016. Pasien KNF yang menjalani kemoradiasi diperiksakan kadar feritin serum, saturasi transferin, MDA, MnSOD pra dan pasca terapi. Dilakukan pencatatan jumlah transfusi sel darah merah yang diterima. Analisa data menggunakan T-test/Mann Whitney dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Total 38 pasien yang menjalani kemoradiasi, usia rata-rata 47 tahun, laki-laki dan perempuan 4:1. Sebanyak 18 pasien (47,4%) menerima transfusi sel darah merah selama pengobatan. Didapatkan peningkatan rerata saturasi transferin sebesar 15,1% (p=0,016) dan MDA sebesar 1,368 (p=0,001) pada pasien yang mendapatkan transfusi SDM dibandingkan yang tidak mendapatkan transfusi. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada feritin serum (p= 0,35) dan MnSOD (p= 0,496) antara yang mendapatkan transfusi SDM dengan yang tidak. Didapatkan korelasi lemah antara feritin serum dengan MDA dan MnSOD (r=0,239 dan r= -0,374) dan tidak didapatkan korelasi antara saturasi transferin dengan MDA dan MnSOD (r=0,191 dan r=0,027).
Simpulan: Terdapat peningkatan rerata saturasi transferin dan MDA pada pasien yang mendapatkan transfusi SDM. Tidak terdapat peningkatan feritin serum ataupun penurunan MnSOD. Terdapat korelasi yang lemah antara peningkatan kadar feritin serum dengan MDA dan MnSOD pada pasien KNF pasca kemoradiasi dan transfusi sel darah merah. Tidak terdapat korelasi antara kadar saturasi transferin dengan MDA dan MnSOD pada pasien KNF yang mendapat transfusi sel darah merah.

Background: The presence of free iron in the circulation will induce the formation of reactive oxygen species (ROS) which result in cell injury. The free radical formed and cause lipid peroxidation which in result cause formation of malondialdehyde (MDA). (manganese)Superoxide Dismutase (MnSOD) as antioxidant enzyme have anti tumor activity and the level often found low in cancer patient. Ferritin and transferrin saturation are predictor of iron overload. Blood transfusion is the therapy often used to resolve anemia in cancer, but also increase iron burden in body. This study focus on the role of blood transfusion to serum ferritin and transferrin saturation and its correlation with oxidative stress in patients with nasopharyngeal cancer (NPC).
Objective: To know the role of red blood cell (RBC) transfusion and its relations to serum ferritin and transferin saturation level and their correlation with oxidative stress in nasopharyngeal cancer patients undergoing chemoradiation.
Methods: Prospective study. Sample obtained with consecutive sampling method collected in the Hematology-Medical Oncology Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta November 2015 to February 2015. NPC patients undergoing chemoradiation, blood examination performed to measure ferritin, saturation transferrin, malondialdehyde, MnSOD before and after treatment. During treatment the amount of transfusion received is recorded. Data analysis done using T-test/Mann Whitney and Spearman correlation test.
Results: Total of 38 patients received chemoradiation, mean age 47,97 years old, proportion man compare woman is 4:1. During treatment 18 patients (47,4%) received red blood cell transfusion. Difference in mean found between transferrin saturation 15,1% (p=0,016) and MDA serum 1,358 nM (p=0,001) in patient receiving RBC transfusion compare to subject not receving transfusion. There are no significantly differences in serum ferritin and MnSOD level between both group. We found a weak correlation between raise of serum ferritin to the raise of MDA and the declining of MnSOD (r = 0,239 and r= -0,374). There are no correlation between transferin saturation with MDA nor MnSOD
Conclusions : Increase in transferin saturation and MDA level found in NPC receiving RBC transfusion after chemoradiation. There is a weak correlation found between serum ferritin with MDA and MnSOD in nasopharyngeal cancer undergoing chemotherapy radiation therapy receiving RBC transfusion and no correlation between transferin saturation with MDA and MnSOD changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andy
"Latar Belakang Radikal sistektomi (radical cystectomy / RC) merupakan standar pengobatan untuk muscle-invasive bladder carcinoma. Diperlukan faktor prediksi untuk pendekatan agresif karena dapat menyebabkan pengobatan berlebihan. Hitung darah tepi (BCC) dilaporkan memiliki hubungan yang signifikan dengan beberapa jenis keganasan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan BCC sebagai faktor prediktor terhadap tingkat keselamatan umum (OS) pada pasien karsinoma kandung kemih (BC) setelah menjalani RC.
Metode Studi kohort retrospektif dibuat terhadap 26 pasien yang menjalani RC. Karakteristik demografis dan BCC seperti hemoglobin (Hb), NLR, PLR, dan rasio limfosit/monosit (LMR). Analisis kesintasan Kaplan-Meier dilakukan untuk menentukan overall survival (OS) pada penanda pemeriksaan hitung darah. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kesintasan satu tahun juga dilakukan dengan menggunakan metode Mantel-Cox (Log-rank).
Hasil Dari 26 pasien, usia rata-rata adalah 55,6 ± 12,9 tahun. Pada analisis univariat, tidak ada karakteristik demografis yang ditemukan sebagai prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan keseluruhan (p>0,05). Hb, NLR, PLR, dan LMR tidak menjadi prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan OS (p>0,05).
Kesimpulan BCC bukan merupakan faktor prediktor yang signifikan terhadap kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kandung kemih setelah menjalani radikal sistektomi.

Background
Radical cystectomy (RC) is the gold standard treatment for muscle-invasive bladder carcinoma. A predictive factor is needed for the aggressive approach as it could lead to overtreatment. Elevated blood cell count (BCC) markers are reported to have a significant association with poor outcomes in several types of malignancy. Neutrophil-to-lymphocyte-ratio (NLR) and platelet-to-lymphocyte ratio (PLR) are a well-known inexpensive and effective representative marker of inflammatory condition. This study aims to determine the BCC as a predictor factor of overall survival (OS) in bladder carcinoma (BC) after RC patients
Methods
A retrospective cohort study was designed to investigate 26 patients undergone RC. The demographic characteristics and BCC such as hemoglobin (Hb). NLR, PLR and lymphocyte/monocyte ratio (LMR) were collected. The patients were categorized based on the CBC markers value (≥Median and
Results
Among the 26 patients, the mean age was 55.6 ± 12.9 years. On univariate analysis, none of the demographic characteristics were found as a significant predictor of one year and overall survival (p>0.05). Hb, NLR, PLR and LMR were not a significant predictor of one year survival and OS (p>0.05).
Conclusions
The BCC was not a significant predictor factor survival in patients with bladder cancer after radical cystectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windhi Kresnawati
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan hemoglobinopati yang cukup banyak di Indonesia. Terapi utama thalassemia mayor adalah transfusi seumur hidup. Transfusi berulang memiliki efek samping. Salah satunya adalah terbentuknya aloantibodi sel darah merah. Prevalens dan faktor-faktor yang memengaruhi aloantibodi pada pasien thalassemia masih belum ada di Indonesia. Uji Coombs sebagai standar diagnosis merupakan pemeriksaan yang mahal dan hanya tersedia di pusat tertentu. Metode lain yang lebih mudah diperlukan untuk memprediksi terbentuknya aloantibodi tersebut.
Tujuan: Untuk mengetahui prevalens aloantibodi sel darah merah di populasi Indonesia dan mendapatkan faktor-faktor yang memengaruhinya. Membuat sistem skoring untuk memprediksikan probabilitas terbentuknya aloantibodi sel darah merah berdasarkan faktor-faktor tersebut.
Metode: Analisis terhadap 162 rekam medis subjek yang telah dilakukan uji Coombs di Pusat Thalassemia Jakarta pada tahan 2005-2013.
Hasil: Dari 162 subjek didapatkan 31 (19%) subjek memiliki aloantibodi dan 4 (2,4%) subjek menderita AIHA. Jenis aloantibodi terbanyak yang terdeteksi adalah anti-M (29%). Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya aloantibodi adalah tingginya volume transfusi, jarak antar transfusi, lama transfusi, kadar leukosit dan pajanan PRC biasa. Berdasarkan faktor-faktor risiko tersebut, sistem skoring didisain untuk memprediksi kemungkinan terbentuknya aloantibodi.
Kesimpulan: Prevalens aloantibodi pada pasien thalassemia di Indonesia cukup tinggi. Pemberian PRC leukodeplesi pelu direkomendasikan pada pasien dengan transfusi berulang. Prediksi terbentuknya aloantibodi dapat dilakukan melalui sistem skoring terutama di tempat yang tidak tersedia uji Coombs.

Background: Thalassemia major is a common genetic disease in Indonesia. The principal treatment of thalassemia major is lifelong blood transfusion, which is frequently complicated by alloantibody. Limited data are available on the frequency of RBC alloantibody and factors influencing in major β-thalassemia patients. Coombs test, as a standard tool to diagnose alloantibody, is only available on particular Red Cross Centre. Therefore, it is necessary to find another tool to predict the probability of alloantibody formation.
Aim: To investigate the prevalence of RBC alloantibody among thalassemia major patients in Thalassemia Centre Jakarta. To describe factors influencing RBC alloantibody production and develop scoring system to predict its probability.
Methods: We analyzed the clinical and transfusion records of 162 thalassemia major patients who have been examined for Coombs test. All of the patients were registered in Thalassemia Center, Cipto Mangunkusumo hospital from 2005 until 2013.
Results: Of the 162 subjects, 31 (19%) developed RBC alloantibody and four patients (2,4%) developed autoimmune hemolytic anemia. The most common alloantibody was anti-M (29%).Several factors were found to contribute to high alloantibody rate in this study, including high volume of transfusion, duration of transfusion, white blood count level, transfusion interval, and PRC exposure. From those factors, scoring system has been developed to predict alloantibody formation in thalassemia patients.
Conclusion: We concluded that there is a high rate of RBC alloantibody in major thalassemia patients in our center. We also suggest that leukocyte-poor PRC should be given to all patients with multiple transfusions. In remote area where Coombs test is not available, scoring system can be used to predict the probability of alloantibody formation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Nagaruda
"Paparan terhadap polutan, terutama asap rokok merupakan penyebab peradangan saluran napas kronis pada PPOK. Pada penelitian sebelumnya, piroksikam terbukti menghambat aktivasi neutrofil dan mengurangi pelepasan anion superoksida dari neutrofil melalui ikatannya dengan formyl peptide receptor (FPR) secara in vitro. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efek antagonis FPR1 piroksikam secara in vivo terhadap parameter hematologi dan red blood’s cell distribution width (RDW). Penelitian ini menggunakan mencit betina ddY. Mencit diinduksi dengan asap rokok selama delapan minggu. Mencit yang sudah mengalami PPOK dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok negatif diberi CMC-Na 0,5% secara oral, kelompok positif diberikan inhalasi budesonid 0,002mg/20gBB mencit/hari, serta tiga kelompok variasi dosis piroksikam dengan D1 0,026mg/20gBB mencit/hari; D2 0,052mg/20gBB mencit/hari; dan D3 0,104mg/20gBB mencit/hari secara oral. Mencit diinduksi selama delapan minggu, lalu diberikan perlakuan selama 21 hari. Parameter yang dinilai adalah hematologi serta red blood cell’s distribution width (RDW) yang diukur menggunakan hematology analyzer. Dosis 0,026mg/20gBB dan 0,104mg/20gBB memiliki efek terhadap parameter hematologi. Dosis 0,026mg/20gBB, 0,052mg/20gBB, dan 0,104mg/20gBB dapat menurunkan RDW. Berdasarkan penelitian, piroksikam memiliki efek terhadap parameter hematologi dan dapat menurunkan red blood cell’s distribution width (RDW).

Exposure to pollutants, especially cigarette smoke, is a cause of chronic airway inflammation in COPD. In a previous study, piroxicam was found to inhibit neutrophil activation and reduce the release of superoxide anion from neutrophils by binding to formyl peptide receptor (FPR) in vitro. This study was conducted to analyze the effect of the FPR1 antagonist piroxicam in vivo on hematological parameters and red blood's cell distribution width (RDW). This study used female DDY mice. Mice were induced with cigarette smoke for eight weeks. COPD Mice were divided into six groups. The negative group was given CMC-Na 0,5% orally, the positive group was given inhaled budesonide 0,002mg/20gBW mice/day, and the three variation dose groups of piroxicam with D1 0.026mg/20gBW mice/day; D2 0,052mg/20gBW mice/day; and D3 0,104mg/20gBW mice/day orally. Mice were induced for eight weeks, then given treatment for 21 days. The parameters assessed were hematology and red blood cell's distribution width (RDW) which was measured using a hematology analyzer. Doses 0.026mg/20gBW and 0.104mg/20gBW of piroxicam affect hematological parameters. Doses 0.026mg/20gBW, 0.052mg/20gBW, and 0.104mg/20gBW of piroxicam are able to reduce RDW. The results showed that piroxicam affects hematological parameters and reduces red blood cell’s distribution width (RDW).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Asmaningrum Larasati
"Dua puluh persen dari operasi tumor tulang membutuhkan tranfusi darah Packed Red Cell (PRC) intraoperatif, dengan volume tranfusi rata-rata 1200 ml.1,2. Kelebihan permintaan darah menimbulkan kerugian biaya. Selama januari-juli 2017, RSCM mengalami kerugian Rp 5,381,100,000 akibat terbuangnya 7972 kantung darah. Penelitian ini bertujuan membuat model prediksi kebutuhan tranfusi PRC peribedah pada operasi tumor tulang berdasarkan faktor-faktor letak, ukuran, karakteristik keganasan tumor, nilai Hb prabedah dan nilai ASA prabedah. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif dan dilakukan pada pasien dewasa yang menjalani pembedahan tumor pada tahun 2015-2017. Analisis dilakukan pada 82 data yang didapat dari rekam medis. Uji bivariat menunjukkan letak tumor, ukuran tumor, karakteristik keganasan tumor, nilai Hb prabedah dan nilai ASA prabedah memiliki hubungan bermakna terhadap kebutuhan tranfusi PRC perioperatif. Analisis multivariat regresi linier menunjukan hanya letak tumor dan nilai Hb prabedah yang merupakan prediktor bermakna. Model alternatif hasil regresi logistik dan analisis tambahan dibuat untuk menentukan probabilitas tranfusi PRC perioperatif.

Twenty percent of bone tumor surgery requires intraoperative blood tranfusion, mostly Packed Red Cell (PRC). Approximately 1200ml or 4-6 unit of PRC transfusion is given in a bone tumor surgery.1,2Less accurate estimation of the need of transfusion caused excessively wasted blood requests and led to high expense loss. In January-July 2017 there were 7972 wasted bags of blood product, resulting in a loss of Rp. 5,381,100,000 in Cipto Mangunkusumo Hospital. This study aimed to develop a prediction model for the need of perioperative red blood cell transfusion in bone tumor surgery. This is a retrospective cohort study of adults patients underwent bone tumor surgery between 2015 to 2017. Data was retrieved from the medical records and 82 subjects were included. The bivariate analysis showed that tumor location, size, malignancy, preoperative hemoglobin level and ASA physical status were significantly correlated with perioperative needs of red blood cell transfusion. However, the linear regression showed that only tumor location and preoperative hemoglobin level were considered as significant predictors. Therefore we obtained an alternative model from logistic regression to determine the probability of the need for perioperative PRC transfusion and add additional factors in the analysis."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library