Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Deryl Ivansyah
"Pendahuluan: Metastatic Bone Disease (MBD) merupakan tempat penyebaran jauh terbanyak ketiga setelah paru dan liver. Hal ini menimbulkan morbiditas yang tidak sedikit dan pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup dan kesintasan pasien. Metode: Penelitian ini menggunakan studi potong lintang di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan total sampling. Pasien yang terdiagnosis MBD selama periode 2008 – 2018 dilihat karakteristik, kesintasan, dan jika masih hidup, dilakukan penghitungan skor fungsional menggunakan kuesioner SF-36 dan MSTS. Hasil: Terdapat 113 pasien MBD dengan rerata usia 54,34 ± 11,09, 69% perempuan, 24,8% tumor primer dari paru, 17,7% dari mammae, 16,8% dari tiroid. 55,8% lesi MBD terdapat pada ekstremitas dan 74,3% merupakan lesi soliter. 65,5% pasien tidak menjalani operasi, namun 78,8% mendapatkan bisfosfonat dan 51,3% mendapatkan radioterapi. Sebanyak 82,3% pasien sudah meninggal, sehingga terdapat 20 pasien yang masih hidup. SF-36 menunjukkan rentang median 40,0 – 100,0 dari 8 skala yang ada. MSTS ekstremitas atas rerata 45,55 ± 24,46 dan ekstremitas bawah median 26,67 (20,00 – 60,00). Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara pembedahan dengan kesintasan (P=0,034). Analisis multivariat menunjukkan operasi memiliki peluang terhadap kesintasan yang lebih baik sebesar 2,8 kali (95%CI 1,1 – 7,6). Kesimpulan: Operasi memiliki hubungan yang bermakna terhadap kesintasan pasien MBD.

Introduction: Metastatic Bone Disease (MBD) is the third distant sites after lungs and liver. This creates quite morbidity and in the end affect the patient’s quality of life and survival. Methods: This study uses cross sectional design with total sampling at Cipto Mangunkusumo Hospital. MBD diagnosed patient during 2008 – 2018 were evaluated for characteristics, survival rate. Survived patient will evaluated for functional score with SF-36 and MSTS. Results: From 113 patients, with mean age of 54,34 ± 11,09, 69% were female, 24,8% were lung primary tumor, 17,7% from breast tumor, and 16,8% from thyroid tumor. 55,8% of the lesions were from extremity and 74,3% were solitary lesions. 65,5% patients did not get a surgery, 78,8% were given bisphosphonates, and 51,3% got a radiotherapy treatment. 82,3% patients were already died, so we got 20 patients that were still alive and being evaluated for the functional score. SF-36 shows median of 40,0 – 100,0 from 8 scales, and upper extremity MSTS results mean 45,55 ± 24,46, and lower extremity MSTS results median 26,67 (20,00 – 60,00). Bivariate analysis shows statistically significant association of surgery with survival (P=0,034). Multivariate analysis shows surgery has a 2,8 times higher chance of survival (95%CI 1,1 – 7,6). Conclusion: Surgery has a significant association with MBD patient survival."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cosphiadi Irawan
"Tujuan: untuk menganalisis penanda biologi CXCR4, IL11-RA, TFF1 dan MLF1P, klinikopatologi dan profil ekspresi genetik mRNA sebagai penanda peningkatan kejadian metastasis tulang pada pasien kanker payudara stadium lanjut.
Metode: studi ini merupakan penelitian potong lintang. Analisis dilakukan pada total 92 pasien kanker payudara, terdiri atas 46 pasien metastasis tulang dan 46 pasien dengan metastasis nontulang. Analisis imunohistokimia dan microarray, dilakukan pada 81 sampel formalin fixed paraffin embedded (FFPE) dari 81 pasien yang didapat. Data dikumpulkan melalui rekam medis, pemeriksaan imunohistokimia (IHK), dan microarray dengan nanoString nCounterTM.
Hasil: artikel ini merupakan bagian satu dari dua tahap pelaporan hasil penelitian. Pada tahap satu diperoleh hasil analisis IHK, IL11-RA dengan cut-off ≥103,5 menunjukkan peningkatan kejadian metastasis tulang, dengan OR 3,803 (95 % interval kepercayaan [IK], 1,375-10,581), p=0,010, dan MLF1P dengan cut-off ≥83,0 menunjukkan peningkatan kejadian metastasis tulang, dengan OR 2,784 (95% IK, 1,009-7,681), p=0,048. Status ER+ menunjukkan peningkatan kejadian metastasis tulang, dengan OR 7,640 (95 % IK, 2,599-22,459), p<0,000. AUC gabungan IL-11RA, MLF1P dan ER+, mempunyai ketepatan hampir 80% (meningkat dibandingkan AUC masing-masing secara terpisah), untuk membedakan dan menjelaskan kejadian metastasis tulang, pada kanker payudara stadium lanjut.
Kesimpulan: IL11-RA, MLF1P dan ER+, merupakan determinan peningkatan kejadian metastasis tulang pasien kanker payudara stadium lanjut.

Aim: to analyze expression of biomarkers CXCR4, IL11-RA, TFF1 and MLF1P, and clinico pathology in advanced breast cancer patients with bone metastatic.
Methods: this is a cross-sectional study. Analysis was done against a total of 92 breast cancer patients, including 46 bone metastatic patients and 46 non-bone metastatic patients. Immunohistochemistry and microarray analysis was performed in 81 formalin fixed paraffin embedded (FFPE) samples from 81 patients were used. Data were collected through medical records, immunohistochemistry (IHC), and microarray with nanoString nCounterTM.
Results: this article is part one of a two stage reporting research results. In part one we got the results of the IHC analysis, IL11-RA with cut-off ≥103.5 showed OR 3.803 (95 % confidence interval [CI], 1.375-10.581), p=0.010, MLF1P with cut-off ≥83.0 OR 2.784 (95% CI, 1.009-7.681), p=0.048, and ER+ OR 7.640 (95 % CI, 2.599-22.459), p<0.000, were associated with bone metastastic incidences in advanced breast cancer, and were statistically significantly different. A combination of IL-11RA, MLF1P and ER+, showed an accuracy of approaching 80% to discriminate between bone metastatic and non bone metastatic in advanced breast cancer patients.
Conclusion: IL11-RA, MLF1P, and ER+ were the determinants that were associated with increasing bone metastasis incidence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
610 UI-IJIM 48:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fredrico Patria
"Menjelang tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2 % dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia tua ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun.
Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun efek jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kering, keputihan/infeksi, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesterol tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar.
Osteoporosis sebagai salah sate efek jangka panjang akan memberikan dampak tersendiri. Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pada wanita usia 60-70 tahun adalah 62%. Kejadian osteoporosis ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah usia pasca menopause akibat meningkatnya usia harapan hidup, dengan dampak akhirnya pada kejadian fraktur. Fraktur pada osteoporosis terjadi pada 25-30% wanita pasca menopause. Pada wanita pre menopause, estrogen akan menekan resorpsi tulang, sehingga pada saat pasca menopause dengan menurunnya kadar hormon estrogen maka efek tersebut juga akan menurun. Estrogen diperkirakan mengendalikan pembentukan osteokias dengan mengendalikan pembentukan interleukin (IL)-1, IL-6 dan Tumour Necrosis Factor (TNF)-a.
Dalam penanganan osteoporosis, pengobatan pengganti hormonal sangat diperlukan saat ini dan pemberian dosis rendah estrogen dengan dosis rendah progesteron yang digabung dengan kalsium, kalsitriol, senam beban dan aktivitas akan memberikan hasil yang cukup baik, yang ditunjukkan dalam kenaikan densitas tulang femur, lumbal dan radius. Pemberian estrogen juga akan membantu menghilangkan gejala-gejala menopause lainnya. Meskipun demikian terdapat kekhawatiran dari para wanita pasca menopause mengingat risiko untuk timbulnya keganasan pada pemakaian hormon pengganti ditambah dengan adanya perbedaan kebudayaan khususnya di negara-negara Asia yang membuat penerimaan terapi hormonal lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko keganasan pada endometrium pada wanita usia 50 tahun adalah 3%. Pemakaian hormon pengganti estrogen saja akan meningkat risiko keganasan 4-5 kali dalam 5 tahun pemberian dan 10 kali dalam pemberian Iebih dari 15 tahun. Gabungan estrogen dan progesteron akan menurunkan risiko kejadian keganasan pada endometrium dan pada payudara sampai sama dengan risiko tanpa pengobatan hormonal.
Pada penelitian lain ditemukan adanya peningkatan aktivitas enzim enzim peroxisomal proliferating activator receptor Alfa dan gamma yang dapat memicu keganasan pada payudara pada pemakai estrogen untuk jangka panjang. Penelitian World Health Initiative (WHI) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keganasan pada payudara sebesar 26 %, peningkatan sebesar 41% pada kejadian stroke, meskipun terjadi penurunan keganasan kolon 37% pada pemakaian hormon selama 5,6 tahun. Sehingga terapi sulih hormon tidak dianjurkan melebihi 5 tahun. Pada diskusi selanjutnya dikemukakan bahwa pemakaian estrogen pada usia di atas 54 tahun perlu diperhatikan kemungkinan peningkatan bahaya keganasan pada payudara."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library