Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: McGraw-Hill, 1957
636 BRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Utami Dadiarto
"ABSTRAK
Industri pakan temak di Indonesia yang sebagian besar adalah industri pakan temak unggas yang merupakan komponen paling penting dalam agribisnis ayam ras, sangat tergantung pada bahan baku impor khususnya jagung, kedele dan tepung ikan. Industri ini mempunyai posisi yang strategis dalam industri petemakan khususnya perunggasan karena 70% dari biaya produksi perunggasan berasal dari biaya pakan. Apalagi hasil dari industri petemakan seperti ayam dan telur serta daging sapi termasuk
dalam sembilan bahan pokok. Oleh karenanya industri pakan temak memiliki peranan penting dalam penyediaan sumber protein yang dibutuhkan masyarakat.
Selama tahun 1998 industri pakan temak nasional mengalami penurunan kinerja yang cukup tajam. Hampir seluruh produsen pakan temak mengalami penurunan kinerja sekitar 50%, bahkan beberapa diantaranya sempat terpaksa menghentikan usahanya. Industri pakan temak dalam beberapa tahun terakhir terlihat mulai bangkit dari keterpurukannya di tahun 1998 akibat terjadinya krisis ekonomi. Bangkitnya industri pakan temak ini tidak terlepas dari mulai membaiknya permintaan, terutama oleh usaha temak ayam ras baik petelur maupun pedaging dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pada industri ini, kualitas merupakan aspek yang sangat penting dalam bersaing dengan produk kompetitor dan secara umum dalam strategi manajemen. Selain aspek yang penting juga merupakan suatu masalah yang sangat sensitif dalam menghadapi persaingan, dan satu-satunya faktor yang langsung menentukan perusahaan. Kualitas juga merupakan faktor yang sangat penting guna bersaing dan dapat menjadi halangan bagi pesaing yang selalu ingin meningkatkan kualitas produknya. Selain itu, kualitas merupakan cerminan dari tingkat kemampuan suatu produksi dalam memformulasikan bahan baku pakan dan terlihat bagaimana produknya dapat bersaing di pasaran.
Strategi bisnis yang digunakan sangat tergantung bentuk pasar, jenis produk, produk pemula atau bukan, tingkat atau level konsumen yang akan dituju dan tujuan dari perusahaan itu sendiri. Setiap strategi mempunyai metodenya masing-masing, ada berbagai macam strategi bisnis yaitu low cost production dan concentration yang dapat berpengaruh untuk menghadapi persaingan.
Proses analisis strategi bisnis dimulai dengan menganalisis tujuan dan misi perusahaan, serta profil perusahaan, menentukan bentuk pasar kemudian menganalisis strategi bisnis perusahaan dan struktur usaha yang akan dikembangkan dalam bentuk bisnis terintergrasi. Analisis lingkungan usaha mencakup tiga faktor lingkungan yaitu lingkungan ekstemal, lingkungan internal dan lingkungan industri. Lingkungan ekstemal terdiri dari faktor ekonomi, teknologi, politik, sosial dan ekologi. Lingkungan internal terdiri dari ancaman pendatang baru, produk substitusi, kekuatan tawar-menawar dan intensitas persaingan industri sejenis.
Pembahasan mencakup kegiatan utama yaitu produksi, sistem pemasaran, struktur usaha PT. ABC pada saat ini dan aktivitas pendukung dalam penentuan harga yang diterapkan. PT. ABC akan mengembangkan struktur usahanya ke arah bisnis integrasi sampai dengan tahap pembuatan Rumah Pemotongan Ayam dan Cold Storage. Kedua usaha itu merupakan tahap yang baru dapat dilakukan oleh PT. ABC untuk menciptakan integrasi vertikal dari hulu ke hilir yang dapat mendukung industri pakan ternaknya. Hasil perbandingan pada Competitive Profile Matrix (CPM) PT. ABC menduduki urutan kedua setelah pesaing utamanya. Keunggulan utama pada CPM tersebut adalah kualitas produk dan referensi pelanggan.
Untuk menghadapi era globalisasi nanti, pihak manajemen PT. ABC harus dapat mengantisipasinya dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan program pelatihan untuk meningkatkan performa sumber daya manusianya sendiri. Penyebaran agen distribusi barn harus segera dilaksanakan dalam waktu dekat untuk mengantisipasi ekspansi bisnis, misalkan ke luar Pulau Jawa atau daerah-daerah yang berpotensi untuk membangun petemakan. Meningkatkan jumlah populasi kemitraan dengan menambah jumlah petemak mitra, hal ini dilakukan untuk dapat menyalurkan pakan temak dan DOC. Hasil dari kemitraan ini yaitu ayam broiler, dapat digunakan untuk kepentingan perusahaan ataupun dijual ke pasaran.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heape, Walter
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2014
631.52 HEA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saowaros Phanomchai
"The cultivated variety of the non-native I. coccinea, Dwarf Red Coccinea @RC), is most popular and widely spread all over Thailand. However, knowledge about its pollen morphology and fertility for plant breeding purposes, is limited. This study aimed to investigate the quantity, viability and germinability of pollen grains collected from the flowers of DRC at different times on a summer day, particularly from 8 AM to 4 PM. Pollen quantity was determined using a haemacytometer while its viability and germinability were examined after staining with 1% acetocarmine and allowing the pollen to germinate on a modified agar-gelled germination medium. The pollen collected at 10 AM had the highest pollen density (53.3x104 pollen/mL) and viability percentage (72.05'/0). When these pollen were allowed to germinate on an artificial medium suppleented with various sucrose concentrations, the highest in vitro pollen germinability was found at the medium containing 10% sucrose. Hence, the best time to collect the I. coccinea, cv. 'Dwarf Red Coccinea' pollen was at 10 AM. However, further investigations are recommended on the effects of daily or hourly environmental changes particularly, ambient temperature and humidity, on the quantity and quality of harvestable pollen as well as on the pistil phenology, to develop a more complete breeding strategy for the Ixora species"
Bogor: Seameo Biotrop, 2021
634.6 BIO 28:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hermain
"Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis, dan penduduk yang berisiko terkena malaria 2,3 milyar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Penyakit ini hampir tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta atau 35% penduduk Indonesia. Malaria di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup tinggi, tergambar dari Annual Malaria Incidence (AM!) 27,7% tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 37,59%o. Dibandingkan dengan target AMI nasional 25%0 (2004) dan 22,5%0 (2005) ternyata masih di atas AMI nasional dengan kategori Mediun Incidence Area (MIA). Kejadian malaria di Kota Pangkalpinang pada tiga tahun terakhir meningkat terus secara berturut-turut AMI 25,2%0 (2002), 25,7%0 (2003) dan 29,5%0 (2004). Dari sebanyak 6531 sampel darah yang diperiksa tahun 2005 diperoleh Slide Positive Rate (SPR) 46,5% dimana 50,85% diantaranya Plasmodim falsiparum positif, terjadi peningkatan 8,7% bila dibandingkan dengan tahun 2004. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui peran tempat perindukan nyamuk dan pengaruh faktor-faktor risiko lainnya (kovariat) terhadap kejadian malaria falsiparum di Kota Pangkalpinang. Desain penelitian adalah studi kasus kontrol, menggunakan data primer. Jumlah sampel keseluruhan 434, jumlah kasus dan kontrol masing-masing 217 (perbandingan 1:1). Kasus adalah penduduk yang berkunjung ke Puskesmas berusia 15-55 tahun dengan gejala klinis malaria; demam, menggigil secarn berkala, berkeringat, mengeluh sakit kepala, dan basil pemeriksaan sediaan darah positif Plasmodim falsiparum dan bertempat tinggal di wilayah Kota Pangkalpinang lahun 2006, sedangkan kontrol mempunyai kondisi yang sama dengan kasus tetapi basil pemeriksaan sediaan darahnya negatif semua jenis Plasmodim malaria Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2006. Variabel penelitian adalah kejadian malaria falsiparum (dependen), dengan tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama dan delapan variabel kovariat (pemeliharaan binatang temak, dinding rumah, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan pembersihan lingkungan dan perilaku tokoh masyarakat. Hasil uji bivariat terdapat 8 (delapan) variabel berhubungan secara bermakna dengan kejadian malaria falsiparum (p-value<0,05), hanya satu variabel yang tak berhubungan secara statistik yaitu; variabel dinding rumah (p-value>0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang berhubungan dengan kejadian malaria falsiparum hanya enam variabel yaitu; tempat perindukan nyamuk, pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan pembersihan lingkungan. Peran tempat perindukan nyamuk setelah dikontrol (adjust) dengan kelima variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian malaria falsiparum diperoleh p-value =0,000 dan OR ad1=3, 506. Pada dasarnya tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama berperan panting untuk terjadinya malaria falsiparum. Efek atau risiko oleh adanya tempat perindukan nyamuk tersebut tetap tinggi walaupun sudah dikontrol oleh variabel lainnya (OR adj=3,506, 95%CI:2,285-5,378). Variabel lain yang ternyata ikut berperan untuk terjadinya infeksi malaria falsiparum adalah pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, dan penggunaan obat nyamuk. Dan penelitian ini dapat disarankan adalah memasyarakatkan Gerakan Jum'at Bersih, penyuluhan kesehatan masyarakat untuk memberdayakan tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), menjalin kemitraan dengan stakeholder serta merancang program pencegahan dan pemberantasan malaria yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) Kota Pangkalpinang. ...... Malaria is almost found in all over the world, especially in countries which have tropical climate and sub tropical, and population which have a malaria risk, they are 2,3 billions or 41% of world population number. This disease almost spread over in all of archipelago in Indonesia with morbidity rate are 70 millions or 35% of population in Indonesia. Malaria rate is highest in province of Kepulauan Bangka Belitung, It showed by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 27,7% in 2004 and it is increasingly to be 37,59% in 2005. Compared to a national purpose of Annual Malaria Incidence is 25% (2004) and 22,5% (2005), it indicated above a national Annual Malaria Incidence with Medium Incidence Area (MM) category. Malaria occurrence at Pangkalpinang in the last three years increased by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 25,2°Imo (2002), 25,7°Imo (2003), 29,5°I. (2004). From 6531 blood samples checked in 2005 are obtained Slide Positive Rate (SPR) are 46,5% and 50,85% of them are positive Plasmodium falciparum, increased 8,7% compared in 2004. This research purpose is to know role of a mosquitos breeding place and effect of other risk factors (covariate) to malaria falciparum occurrence at Pangkalpinang. This research used a control case study design with a primary data. All samples number are 434, each cases and controls number are 217 (comparison 1:1). Cases are population who visited to primary health care with 15-55 years old by a symptom of a clinic malaria: fever, trembling periodically, sweating, headache and examination result indicated a positive blood preparation of Plasmodium falciparum who lived at Pangkalpinang in 2006, while controls have the same condition as cases but its result of blood preparations for all types of Plasmodium malaria are negative. Data collected from March-May 2006. Research variable is malaria falciparum occurrence (dependent), with a mosquito breeding places as a main independent variable and eight covariate variables (breed animal conservancy, house wall, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice, and public figure behavior. There are eight variables from bivariate test result which have a meaning correlation with malaria ,falciparum occurrence (p-value<0,05), only one variable which do not correlate statistically, it is a house wall variable (p-value>0,05). After multivariate analysis, there are only six variables which related to malaria occurrence, such as mosquitos breeding place, breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice. Role of mosquitos breeding places after controlled (adjust) with other fifth variables which have effect to malaria falciparum occurrence obtained p-value=0,000 and ORadj=3,506. Basically, mosquitos breeding places as a main independent variable, has played the important role to malaria falciparum occurrence. The existence of mosquitos breeding places has a highest risk although it has been controlled with other variable (CRad1=3,506, 95%Cl: 2,285-5,378). The other variables which have important roles of malaria falciparum infection are breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, and usage of mosquito prevention. From this research can be suggested by socializing of "Gerakan Jum'at Bersih ", counseling of public health to give a change for public figure and non government organization, making a relationship with stakeholder as a partner and planning a prevention and eradication of malaria program based on district and community confirmed in the form of a district regulation of Pangkalpinang."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy Awanti Nila Krisna
"ABSTRAK Pertambahan jumlah penduduk mendorong permintaan daging sebagai salah satu bahan pangan terus meningkat, namun hal ini belum diimbangi dengan peningkatan produksi daging dalam negeri yang memadai. Sebagai jenis satwa liar dilindungi, pemanfaatan rusa timor dapat dilakukan dari hasil penangkaran. Saat ini kegiatan penangkaran hanya sebatas pengembangbiakan untuk meningkatkan jumlah populasi, belum disertai upaya pemanfaatannya. Riset ini bertujuan: menganalisis keberlanjutan penangkaran rusa timor sistem kandang dan sistem bebas, menganalisis persepsi dan sikap masyarakat tentang pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani, dan merumuskan strategi penangkaran dan pemanfaatan berkelanjutan rusa timor. Metode riset ini meliputiLife Cycle Assessment, Life Cycle Cost, Social Life Cycle Assessment dan Life Cycle Sustainability Assessment, untuk menilai keberlanjutan, analisis pasar untuk menilai persepsi dan sikap masyarakat, serta analisis isi dan SWOT Delphi untuk merumuskan strategi kebijakan. Hasilnya menunjukkan keberlanjutan penangkaran sistem kandang dan sistem bebas di lokasi riset tidak berbeda jauh, karena manajeman dan penggunaan input pada kedua penangkaran hampir sama. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani positif, dalam hal status konservasi, aspek pemanfaatan, keamanan pangan, kualitas, dan harga. Perlu dilakukan kajian dan penyederhanaan kebijakan penangkaran dan pemanfaatan hasilnya, serta meningkatkan kerjasama dengan para pihak, sehingga pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani untuk mendukung ketahanan pangan dapat diimplemantasikan, tanpa mengganggu upaya pelestariannya di alam. Kata kunci: rusa timor, keberlanjutan, persepsi, sikap, penangkaran
ABSTRACT
Population growth have increased the demand for meat as one of the foodstuffs. However, this has not been matched by adequate domestic meat production. The utilization of timor deer can be fullfiled from captive breeding due to its status as a protected wildlife. At present, the breeding activities are only limited to increasing the population and not yet to balance of utilization efforts. This research aimed to analyze the sustainability status of timor deer captive breeding (cage and free systems) and to analyze the community perceptions and attitudes towards the use of timor deer as an alternative source of animal protein, and arrange strategies for sustainable captive breeding and use of timor deer. The methodology in this research covering Life Cycle Assessment, Life Cycle Cost, Social Life Cycle Assessment and Life Cycle Sustainability Assessment, market analysis for assessing community perceptions and attitudes, as well as content analysis and SWOT Delphi for formulating policy strategies. The results showed that the sustainability of both model of captive breeding systems in the research site did not considerably differ each other due to the almost similar management and use of resources. Moreover, the community perceptions and attitudes towards the use of captive timor deer as an alternative source of animal protein denoted positiveness, either in terms of conservation status, used,  food security, quality and price aspects. Above all, it is still necessary to evaluate and simplify the policies of timor deer captive breeding and the use of the results as well as improve cooperation with the related parties. By these efforts, the use of captive timor deer as an alternative source of animal protein to supporting food security can be well implemented, without disrupting its preservation in nature.

 

"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
D2545
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liu, Tongxian, editor
"This book include 25 chapters contributed by more than 40 distinguished entomologists and introduces the latest progress in entomology, from molecular biology, insect-plant interactions and insecticide toxicology, to emerging technologies in pest management. "
Berlin: Springer, 2011
e20418032
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Dengue haemorrhagic fever (DHF) disease is a dengerous is a dengerous contagious disease which often induces epidemy...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiono Munada
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Kotamadya Cirebon. Penyebarannya semakin meluas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk.
Selama tahun 1996 ditemukan kasus sebanyak 195 orang, meninggal dunia 11 orang dari jumlah penduduk sebanyak 277.985 orang. Dari data tersebut Incidens Rate sebesar 70,17 per 100.000 penduduk, CFR = 5,6 % dan angka bebas jentik = 86,42 %. Sedangkan target program pernberantasan penyakit DBD pada akhir Pelita VI adalah :
- lncidens Rate < 30 per 100.000 penduduk.
- CFR < 2,5 %
- Rata--rata Angka Bebas Jentik = 95 %.
Cara efektif untuk menanggulangi penyakit ini adalah dengan memberantas jentik Aedes Aegypti melalui peran serta masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD). Gerakan ini dikoordinaskan oleh Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD Tingkat II Kotarnadya Cirebon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Pokjanal-DBD Tingkat II Kotamadya Cirebon dengan pendekatan sistem, yaitu:
- Input Struktur organisasi, legal aspek, kepemimpinan, dana dan sarana.
- Proses Koordinasi, perencanaan, supervisi, bimbingan teknis dan pelaporan.
- Output Frekwensi penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD.
Penelitian bersifat kualitatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara mendalam dengan pengelola program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue khususnya Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah Dengue (Pokjanal-DBD). Sedangkan data sekunder didapat dari Dinas Kesehatan Kotamadya DT. II Cirebon. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisa isi (content analysis).
Hasil penelitian dari seluruh variabel menunjukkan bahwa Pokjanal-DBD Tingkat II Kotamadya Cirebon kurang berfungsi optimal sebagai organisasi bila dilihat dari input, proses, maupun output.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pokjanal-DBD Tingkat II Kotamadya Cirebon belum maksirnal dalam menggunakan masyarakat untuk melaksanakan PSN-DBD, bila dilihat dari data dan indikator keberhasilan penggerakan PSN-DBD yaitu angka bebas jentik (ABJ) tahun 1996 sebesar 86,42 %.

The Observation Of The Operational Workforce Group Rinction Of Dengue Hemorrhage Fever In The Action For Euminating Dengue Hemorrhage Fever Breeding Sites In Cirebon Municipality In 1996Dengue Hemorrhage Fever (UHF) is one of the public health problems in Cirebon Municipality. The spread is extending in compliance with the in crease of transport current and population growth.
It has been recorded 195 cases and 11 persons died out of a population of 277,9'85: -From the above data, the incidence rate is 70.17 per 100,000 inhabitants, CFR = 5.6 % and the figure free from mosquito larva 86,42 %. While the elimination program for DHF disease at the end of Pelita VI is :
- Incidence Fate < 30 per 100,000 inhabitants.
- CFR < 2_5 %_
- The average figure for being free of larva : 95 %.
The effective method to overcome this disease is to eliminate the Aedes aegypti larva with the participation of the people in the action for eliminating Dengue Hemorrhage Fever site. The action is coordinated by the DHF Operational Workforce Group in the second level territory in Cirebon Municipality.
This study is intended to understand the effectiveness of the DHF Operational Workforce Group function at the second level territory in Cirebon Municipality, by means of approaching system:
- Input : Organization structure, the legal aspect, management, finance and infra-structure.
- Process : Coordination, budget, supervision, technical advice and reports
- Output : The frequency in activating people with regard to Elimination Dengue Hemorrhage Fever breeding site.
This study has a quality approach using main data and second data. The main data is obtained from deep interview with the program management in charge of eliminating dengue hemorrhage fever disease in connection with the Operational Workforce Group of Dengue Hemorrhage Fever. While the second data is obtained from the health service of the Cirebon Municipality at the second level territory. The main and second data are analyzed by using the content analysis technique.
The result of the whole study shows that Operational Workforce Group of DHF, in Cirebon Municipality has not been optimally got functioned yet as an organization, in view of input, as well as output process.
It can be concluded that Operational Workforce Croup of DHF at second territory level has not reached the optimal result with regard to the activity of the people to eliminate DHF Breeding Site, when it is considered from the data and indicator regarding the result of making activity for the elimination DHF Breeding Site in respect of being free from (mosquito) larva for the year 1996 amounting to 86,42 %.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Ednin Vernia
"ABSTRAK Tingginya permintaan jalak putih (Acridotheres melanopterus) di pasaran tidak diiringi dengan populasi yang melimpah di alam. Jalak putih pada saat ini sudah sulit ditemukan di alam liar dengan status Critically Endangered atau kritis (IUCN). Oleh karena itu manusia mulai melakukan penangkaran terhadap burung ini untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun sebagai usaha pelestarian. Banyaknya penangkaran yang bermunculan tidak dibarengi dengan cukupnya pengetahuan penangkar mengenai jalak putih. Kenyataan bahwa jalak putih terbagi kedalam tiga spesies tidak banyak diketahui oleh penangkar dalam mengawinkan jalak putih. Hal ini mengakibatkan banyaknya perkawinan silang baik sengaja ataupun tidak disengaja antar spesies jalak putih di penangkaran. Fenomena hibridisasi yang terjadi di penangkaran dapat menuntun jalak putih menuju kepunahan dikarenakan spesies murni perlahan hilang. Jalak Putih hibrida secara langsung dapat diketahui dari ciri-ciri morfologinya yang berbeda dengan spesies murni jalak putih. Secara morfologi, pengamatan langsung dapat dilakukan untuk mengidentifikasi ciri-ciri jalak putih hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri utama yang membedakan jalak putih hibrida dengan murni terdapat pada bagian bulu punggung. Jalak putih hibrida memiliki bulu abu-abu di bagian punggung sedangkan jalak putih murni berwarna putih bersih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa manajemen penangkaran jalak putih di Indonesia masih banyak didasarkan pada pengalaman. Belum ada penelitian yang secara khusus meneliti fenomena hibridisasi pada jalak putih sehingga hasil penelitian ini juga sangat penting untuk menghasilkan dasar-dasar pengetahuan mengenai jalak putih hibrida yang akan sangat bermanfaat bagi usaha pelestarian burung ini di masa depan.

ABSTRACT
The high demand for black-winged myna (Acridotheres melanopterus) on the market is not accompanied by an abundant population in the nature. Black-winged myna is now difficult to find in the wild with critical endangered or critical (IUCN) status, therefore humans began to capture these birds for the market needs or as a conservation programs. The number of captive breeding is not accompanied by sufficient knowledge of the breeders about the black-winged myna. The fact that black-winged mynas are divided into three species is not known by many breeders in mating the black-winged myna. This is making the risk of cross-breeding or hibridization higher whether intentionally or not between the species of black-winged myna in captivity. The hybridization phenomenon that occurs in captivity can lead the black-winged myna to extinction after the pure species are replaced by the hybrids. Hybrid black-winged myna can be identified directly from the different morphological characteristics compared to pure white starlings. Morphologically, direct observations can be made to identify the characteristics of hybrid black-winged myna. The results of the study show that the main features that belongs to the hybrids is can be found on the back feathers. Hybrid black-winged myna is having gray feather on the back while pure white starlings are pure white. The results also show that the management of black-winged myna captive breeding in Indonesia is still have a lot of tings to be fixed. There are no studies specifically for the hybridization phenomenon in the black-winged myna. The results of this study are also very important as a base to produce the basics management and information that will be very helpful for the conservation program of the birds in the future."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>