Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian potensi aktivitas antikanker metabolit sekunder fungi
endofitik telah dilakukan pada bulan April 2007 hingga Januari 2008 di
laboratori um Mikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong .
Sebanyak 30 isolat fungi endofitik difermentasi dengan metode kultur
terbenam. Hasil fermentasi diekstraksi dengan n-butanol, etil asetat, dan
diklorometan sehingga diperoleh 90 ekstrak kasar. Ekstrak diencerkan
hingga konsentrasi 1.000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Pengujian
sitotoksisitas dilakukan dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT).
Hasil pengujian menunjukkan 84 ekstrak tergolong sitotoksik. Toksisitas
tertinggi dihasilkan oleh ekstrak etil asetat dari isolat ENMK 63-5d dalam
konsentrasi 10 ppm dengan mortalitas 75,98% . Isolat ENMK 63-5d
dideskripsikan sebagai Fusarium solani (Mart.) Sacc. Ekstrak etil asetat dari
F. solani difraksinasi dengan kromatografi cair vakum menggunakan fase
gerak n-heksan, etil asetat, dan metanol. Pengujian sitotoksisitas
menunjukkan bahwa toksisitas tertinggi dihasilkan oleh fraksi metanol dengan
LC50 sebesar 5,15 ppm (setara dengan 1,19x10-3 mg daunomisin)."
Universitas Indonesia, 2008
S31551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Firliani Manthia
"Karakterisasi fisika kimia dilakukan pada matriks hasil freeze drying yang dimuati senyawa bioaktif ?-mangostin berbasis kitosan-alginat-pektin sebagai formulasi lepas lambat untuk pengobatan kanker usus besar. ?-mangostin yang bersifat hidrofobik dilarutkan dalam pelarut eutektik alami yang terdiri dari komponen penerima ikatan hidrogen kolin klorida dan pendonor ikatan hidrogen 1,2 propanediol dengan perbandingan rasio molar 1:5. Berdasarkan hasil karakterisasi spektroskopi infra merah (IR) terjadi interaksi di dalam matriks yaitu antara kitosan-alginat, alginat-pektin, kitosan-?-mangostin maupun kitosan- pelarut eutektik alami, serta ?-mangostin dan pelarut eutektik alami sehingga mempengaruhi pelepasan ?-mangostin pada larutan simulasi. Karakteristik morfologi mikropartikel berdasarkan hasil uji Scanning Electron Microscope (SEM) struktur matriks dengan adanya pelarut eutektik alami menjadi lebih halus menandakan bahwa seluruh senyawa bioaktif terperangkap dan tertanam di dalam jaringan polimer. Sedangkan menurut hasil uji X-Ray Diffraction (XRD) matriks yang diperoleh dari matiks mengandung pelarut eutektik alami menghasilkan struktur yang lebih semi kristalin dibandingkan matriks tanpa pelarut eutektik alami. Menurut hasil uji melalui metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)sterhadap hewan uji Artemia salina bahwa ?-mangostin dan pelarut eutektik alami yang terbentuk di dalam matriks memiliki potensi sebagai zat antikanker

This research will execute physical and chemical characterization of freeze-dried matrix of bioactive compound based on chitosan-alginat-pectin as sustained release formulations in the drug delivery system targeting colon cancer. ?-mangosteen, which is hydrophobic was dissolved in natural deep eutectic solvent which consists of hydrogen bond acceptor chlorine chloride and hydrogen bond donor 1,2 propanediol component with molar ratio of 1:5. Based on the Infra Red Spectroscophy characterization, interactions were observed within the matrix, especially between chitosan-alginate, alginate-pectin, chitosan- ?-mangostin, and chitosan- natural deep eutectic solvent. These interactions, along with those involving ?-mangostin and natural deep eutectic solvent, were found to influence the release of ?-mangostin in simulated solutions). The Scanning Electron Microscope (SEM) revealed the presence of natural deep eutectic solvent resulted in a smoother matrix structure, indicating the entrapment of bioactive compounds within polymer network. Furthermore, the X-Ray Diffraction (XRD) test showed that the matrix containing natural deep eutectic solvent exhibited a more amorphous. According to results using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) on Artemia salina, ?-mangostin and natural deep eutectic solvent formed in the matrix have potential as anticancer agents."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Vin
"Radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif, yang berdampak negatif pada kesehatan. Antioksidan, terutama dari tanaman obat, memiliki kemampuan untuk menetralisir radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi antioksidan serta aktivitas protektif daun ciplukan (Physalis angulata) terhadap radikal bebas pada embrio zebrafish dan brine shrimp. Fragmen-fragmen pengenal serbuk simplisia daun dan daun ciplukan diidentifikasi secara mikroskopik. Metode ultrasound-assisted extraction (UAE) digunakan untuk mengekstraksi daun ciplukan menggunakan pelarut etanol 96%. Profil fitokimia ekstrak dianalisis melalui skrining fitokimia dan LC-MS. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun ciplukan mengandung senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, terpenoid, dan glikosida. Selain itu, data LC-MS menunjukkan bahwa daun ciplukan mengandung physalin A, robinetin 3-rutinosid, dan pheophorbid A, yang telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak tersebut kemudian digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode DPPH, ABTS, dan FRAP. Ketiga uji masing-masing menghasilkan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 126,423 ± 2,09 ppm, 46,292 ± 0,49 ppm, dan 15,977 ± 0,31 FeSO4 E g/100 g ekstrak. Selanjutnya, efek protektif dari ekstrak juga dievaluasi dengan pengujian toksisitas dan efek protektif secara in vivo pada embrio zebrafish dan brine shrimp. Hasil menunjukkan bahwa toksisitas pada embrio zebrafish praktis tidak toksik (LC50 158,947 ppm) dan pada brine shrimp cukup toksik (LC50 264,289 ppm). Efek protektif dari radikal bebas H2O2 pada keduanya berada di konsentrasi 12,5–50 ppm, dengan persentase bertahan hidup yang lebih tinggi daripada kontrol positif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% daun ciplukan memiliki aktivitas antioksidan dan efek protektif terhadap radikal bebas H2O2.

Free radicals could induce oxidative stress, negatively affecting health. Antioxidants, including from medicinal plants, can counteract these effects. This study investigates the antioxidant potential and protective properties of gooseberry (Physalis angulata) leaf extract on zebrafish embryo and brine shrimp. Identification of fragments from leaf simplicial powder and leaves are done microscopically. Ultrasound-assisted extraction (UAE) was used to extract gooseberry leaves using 96% ethanol solvent. The phytochemical profile of the extract was analyzed through phytochemical screening and LC-MS. Phytochemical screening results showed that gooseberry leaves contain alkaloids, saponins, flavonoids, tannins, terpenoids, and glycosides. LC-MS analysis identified key antioxidants such as physalin A, robinetin 3-rutinoside, and pheophorbide A. In vitro antioxidant assessments using DPPH, ABTS, and FRAP assays showed antioxidant activity with IC50 values of 126.423 ± 2.09 ppm, 46.292 ± 0.49 ppm, and 15.977 ± 0.31 FeSO4 E g/100 g extract, respectively. In vivo studies evaluated toxicity and protective effects against H2O2-induced oxidative stress, revealing nontoxic activity in zebrafish embryos and moderate toxicity in brine shrimp. The results indicated that toxicity in zebrafish embryos was practically non-toxic (LC50 value of 158,947 ppm), while in brine shrimp was moderately toxic (LC50 value of 264,289 ppm). The protective effect against H2O2-induced free radicals in both models was observed at concentrations of 12.5–50 ppm. These findings demonstrate that the extract has protective effects as evidenced by higher survival rates compared to the positive control group. In conclusion, the 96% ethanolic extract of gooseberry leaves shows promising antioxidant and protective properties against oxidative stress."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syatiani Arum Syarie
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun Garcinia
porrecta Wall var. schizogyna Boerl dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) dan mengetahui senyawa kimia dari fraksi yang aktif. Daun G. porrecta
Wall var. schizogyna Boerl diekstraksi dengan pelarut n-heksana, aseton, dan
metanol. Hasil uji BSLT pada ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak metanol
memiliki sifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 564,424 ppm, sedangkan ekstrak
n-heksana dan aseton tidak bersifat toksik karena nilai LC50 lebih dari 1000 ppm.
Fraksi hasil pemisahan ekstrak metanol secara kromatografi cair vakum diperoleh
10 fraksi M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7, M8, M9, dan M10. Fraksi M3
merupakan fraksi yang paling toksik dengan nilai LC50 sebesar 75,366 ppm.
Fraksi M3 difraksinasi kembali dengan kromatografi kolom dan diperoleh 5 fraksi
gabungan yaitu fraksi M31, M32, M33, M34, dan M35. Fraksi yang memiliki
toksisitas tertinggi adalah fraksi M31 dengan nilai LC50 sebesar 9,568 ppm.
Identifikasi golongan senyawa dari fraksi M31 menunjukkan bahwa fraksi tersebut
mengandung senyawa golongan flavonoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Irawan
"Sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Studi kimia dan farmakologis terhadap tanaman tersebut masih terbatas, sehingga senyawa yang memiliki aktivitas biologis dalam tanaman tersebut belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen aktif antioksidan dan untuk mengetahui toksisitas daun sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume). Isolasi sirih merah dilakukan dengan cara ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Pemisahan ekstrak menggunakan metode kromatografi kolom, dengan fase diam silika gel dan fase gerak campuran antara n-heksana, etil asetat, dan metanol secara gradien. Identifikasi senyawa dalam fraksi A, B, dan C yang dihasilkan, dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography ? Mass Spectrometer (GCMS). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radical scavenger (uji DPPH), sedangkan uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Data hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol daun sirih merah mengandung komponen aktif antioksidan dengan IC50 sebesar 3,44 mg/L dan toksisitas LC50 16,15 mg/L.

Sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) is a kind of plant that is mostly used by society for traditional medicine. However, studies on pharmaceutical and chemistry fields on the plant is still limited, so that substance which has biological activity in the plant hasn`t been recognized yet. The aim of this research is identify the active compounds of antioxidant from sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) and to know the toxicity of sirih merah. The isolation of sirih merah was done by numerous extracting levels using n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The chromatographic column method was used to separate the extract, using the gradient of the steady silica gel phase and mixing move phase between n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The identification of fraction A, B, and C compound is performed by using Gas Chromatography ? Mass Spectrometer (GC-MS). The antioxidant activity assay is treated by the radical scavenger method (DPPH assay). The toxicity assay is treated by the Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) used Artemia salina Leach. Based on analysis data shown that sirih merah contains active compounds of antioxidant with IC50 3,44 mg/L and toxicity with LC50 16,15 mg/L."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29033
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Hasanah
"Senyawa bioaktif dari kulit manggis yaitu mangostin berpotensi pencegah kanker, mangostin mampu menghambat pembentukan senyawa pencetus kanker usus besar. Masyarakat Indonesia telah banyak mengolah kulit manggis ini secara langsung yaitu menjadi minuman segar dengan cara di jus atau diseduh. Namun untuk mendapatkan kandungan senyawa mangostin yang lebih tinggi perlu dilakukan ekstraksi. Fraksinasi menggunakan etil asetat telah diteliti merupakan fraksi yang mengandung mangostin tertinggi disbanding pelarut etanol dan butanol.
Fraksi etil-asetat ekstrak kulit manggis (F002) ini nantinya akan menjadi bahan aktif obat kanker kolon yang di enkapsulasi menggunakan biopolimer kitosan-alginat. Kegunaan ekstrak yang terjerap dalam sediaan mikropartikel biopolimer kitosan-alginat adalah untuk meningkatkan kerja senyawa bioaktif yaitu dengan sistem pelepasan obat yang terkendali. Pelepasan ekstrak bioaktif mangostin terjerap dalam sediaan mikropartikel dilakukan pada dalam media fluida sintetik yang meniru cairan dalam sistem pencernaan.
Hasil analisa kandungan senyawa mangostin menggunakan spektrofotometer UV dan analisa aktivitas sitotoksistas menggunakan uji Brine Shrimp Test (BST). Dari hasil berbagai olahan jus kulit manggis didapat metode terbaik pengolahan dimana menghasilkan kandungan senyawa mangostin tertinggi dan aktivitas sitotoksistas terbaik yaitu dengan cara direbus dan kemudian di blender. Untuk senyawa mangostin dari fraksi F002 dibandingkan antara sebelum dan setelah enkapsulasi dari hasil rilis dalam media fluida sintetik. Dari hasil rilis didapatkan bahwa enkapsulasi tidak berpengaruh terhadap kandungan dan sitotoksisitas senyawa mangostin sehingga sediaan dalam mikropartikel dapat dikembangkan menjadi sistem pelepasan obat yang terkendali.

Bioactive compound from mangosteen pericarp namely mangostin can be obtained from various kind of process such as juice or tea. The main purpose of this research is to observe antiproliferative (inhibition of cancer cell growth) of mangostin bioactive compound from mangosteen pericarp in chitosan-alginate preparation. Extract in chitosan-alginate preparation improve performance of bioactive compound by controlling the drug release in gastrointestinal tract, until reaching colon.
Mangostin bioactive compound in chitosan-alginate preparation will be observed and tested in synthetic fluid, which is made alike gastrointestinal tract fluid. In vitro cytotoxicity test of mangostin bioactive compound in synthetic gastrointestinal tract fluid is using Brine Shrimp Test (BST). The best method of processing fresh mangostin pericarp is by boiling and blend it.
It result the highest mangostin bioactive. Result of comparison between mangostin compound before and after in microparticle chitosan-alginate is there is no effect to cytotoxity activity. So Sequential in vitro release study demonstrated that controlled release of mangostin-loaded microparticles were achievable which lead to potential application in gastrointestinal delivery for anticancer therapy purpose.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.

ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi."
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rihan Fathirizza Aqrana
"Stonefish (ikan lepu batu), Synanceia horrida, merupakan ikan perairan dangkal Indo-Pasifik yang dikenal dengan jenis ikan paling beracun. Penelitian mengenai obat yang berasal dari biota laut sedang banyak dikembangkan dan salah satu pasar obat yang dapat dikembangkan yaitu agen antifungal. Infeksi kandidiasis umumnya disebabkan oleh Candida albicans, dan dapat mengancam nyawa pada pasien dengan penyakit yang tingkat kematiannya berkisar 30%. Sebesar 70% manusia dan sekitar 75% wanita menderita infeksi ini setidaknya sekali dalam seumur hidup serta terdapat jenis yang resisten terhadap amfoterisin B dan flukonazol telah dilaporkan. Studi lebih lanjut mengenai potensi aktivitas bioaktif komponen racun stonefish dilihat dari nilai toksisitas yang dihasilkan dengan metode kromatografi yang berbeda dapat berguna untuk memastikan dan menunjang proses keteknikan serta nilai kebermanfaatan racun stonefish tersebut yang merupakan tujuan dari penelitian ini. Crude Venom (CV) stonefish diekstraksi menggunakan jarum suntik dan dilakukan pemurnian menggunakan FPLC kolom Strong Anion Exchange Chromatography dan pemanasan 40oC dan 60oC. Konsentrasi protein dari masing-masing sampel ditentukan menggunakan metode Lowry serta berat molekul dan kemurniannya diidentifikasi dengan SDS-PAGE. Sampel dilakukan pengujian uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dalam menentukan nilai konsentrasi mematikan (LC50) dan uji aktivitas antifungal. Hasil menunjukkan bahwa FPLC dapat mempurifikasi parsial komponen stonustoxin dengan LC50 6,18ppm (10 kali lebih toksik daripada CV, 61,67ppm), sementara pemanasan mempengaruhi konsentrasi dan tokisitas yang semakin berkurang. Namun, hingga konsentrasi 100ppm masih tidak terlihat adanya aktivitas antifungal yang dihasilkan pada tiap sampel.

Stonefish, Synanceia horrida, is a shallow Indo-Pacific fish known as the most poisonous fish species. Research on drugs originating from marine biota is being widely developed and one of the drug markets that can be developed is antifungal agents. Candidiasis infections are generally caused by Candida albicans, and can be life-threatening in patients with diseases whose mortality rates range from 30%. About 70% of humans and about 75% of women suffer from this infection at least once in a lifetime and there are types that are resistant to amphotericin B and fluconazole have been reported. Further studies on the potential bioactive activity of the stonefish venom component seen from the toxicity values produced by different chromatographic methods can be useful to ensure and support the engineering process and the value of the usefulness of the stonefish venom which is the purpose of this research.. Crude Venom (CV) stonefish was extracted using a syringe and purified using FPLC with Strong Anion Exchange Chromatography column also heating at 40oC and 60oC. Protein concentrations of each sample were determined using the Lowry method and the molecular weight and purity were identified by SDS-PAGE. Samples were tested for toxicity testing using the Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) in determining lethal concentration (LC50) values and antifungal activity tests. The results show that FPLC can purify the partial component of stonustoxin with LC50 6.18ppm (10-folded more toxic than CV, 61.67ppm), while heating affects the concentration and toxicity that decreases. However, up to a concentration of 100ppm there was still no sign of antifungal activity in each sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Naufal Hadi
"Sintesis amida asam oleat [N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina] telah terbukti berhasil dibuat dengan menggunakan metode amidasi dari metil oleat dengan glisina dan fenilalanina. Pada penelitian ini dilakukan optimasi reaksi berupa penambahan pelarut amidasi yaitu asetonitril. Selain itu amidasi langsung juga dilakukan dengan menggunakan disikloheksilkarbodiimida (DCC) sebagai agen pengopling reaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan waktu reaksi menjadi 12 jam dengan penambahan pelarut asetonitril untuk pembentukan N-oleilglisina, sedangkan reaksi amidasi dengan agen pengopling dapat berlangsung selama 2 jam untuk N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina. Pengujian sifat toksik N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina dilakukan dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT) didapatkan nilai LC50 secara berurutan 27,20 ppm (toksik tinggi) dan 143,70 ppm (toksik sedang). Hasil ini menunjukkan bahwa N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina memiliki sifat toksik terhadap perkembangan sel. Aktivitas antimikroba amida asam oleat juga telah ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. N-oleilglisina didapatkan memiliki aktivitas antimikroba dengan kategoti sedang sedangkan N-oleilfenilalanina tidak memiliki aktivitas antimikroba.

The synthesis of oleic acid amides [N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine] proved to be successful using the amidation method of methyl oleate with glycine and phenylalanine. In this study, optimization was carried out in the form of adding an amidation solvent, namely acetonitrile. In addition, direct amidation was also carried out using dicyclohexylcarbodiimide (DCC) as a coupling agent. The results showed that the reaction time increased to 12 hours with the addition of acetonitrile for the formation of N-oleylglycine, while the amidation reaction with a coupling agent could last for 2 hours for N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine. The toxic properties of N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine were carried out using the brine shrimp lethality test (BSLT) method the test obtained LC50 values respectively, 27.20 ppm (high toxic) and 143.70 ppm (medium toxic). These results indicate that N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine have toxic properties to cell development. The antimicrobial activity of oleic acid amides has also been determined by disc diffusion method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. N-oleylglycine was found to have antimicrobial activity by category while N-oleylphenylalanine did not have antimicrobial activity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>