Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firliani Manthia
Abstrak :
Karakterisasi fisika kimia dilakukan pada matriks hasil freeze drying yang dimuati senyawa bioaktif ?-mangostin berbasis kitosan-alginat-pektin sebagai formulasi lepas lambat untuk pengobatan kanker usus besar. ?-mangostin yang bersifat hidrofobik dilarutkan dalam pelarut eutektik alami yang terdiri dari komponen penerima ikatan hidrogen kolin klorida dan pendonor ikatan hidrogen 1,2 propanediol dengan perbandingan rasio molar 1:5. Berdasarkan hasil karakterisasi spektroskopi infra merah (IR) terjadi interaksi di dalam matriks yaitu antara kitosan-alginat, alginat-pektin, kitosan-?-mangostin maupun kitosan- pelarut eutektik alami, serta ?-mangostin dan pelarut eutektik alami sehingga mempengaruhi pelepasan ?-mangostin pada larutan simulasi. Karakteristik morfologi mikropartikel berdasarkan hasil uji Scanning Electron Microscope (SEM) struktur matriks dengan adanya pelarut eutektik alami menjadi lebih halus menandakan bahwa seluruh senyawa bioaktif terperangkap dan tertanam di dalam jaringan polimer. Sedangkan menurut hasil uji X-Ray Diffraction (XRD) matriks yang diperoleh dari matiks mengandung pelarut eutektik alami menghasilkan struktur yang lebih semi kristalin dibandingkan matriks tanpa pelarut eutektik alami. Menurut hasil uji melalui metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)sterhadap hewan uji Artemia salina bahwa ?-mangostin dan pelarut eutektik alami yang terbentuk di dalam matriks memiliki potensi sebagai zat antikanker ......This research will execute physical and chemical characterization of freeze-dried matrix of bioactive compound based on chitosan-alginat-pectin as sustained release formulations in the drug delivery system targeting colon cancer. ?-mangosteen, which is hydrophobic was dissolved in natural deep eutectic solvent which consists of hydrogen bond acceptor chlorine chloride and hydrogen bond donor 1,2 propanediol component with molar ratio of 1:5. Based on the Infra Red Spectroscophy characterization, interactions were observed within the matrix, especially between chitosan-alginate, alginate-pectin, chitosan- ?-mangostin, and chitosan- natural deep eutectic solvent. These interactions, along with those involving ?-mangostin and natural deep eutectic solvent, were found to influence the release of ?-mangostin in simulated solutions). The Scanning Electron Microscope (SEM) revealed the presence of natural deep eutectic solvent resulted in a smoother matrix structure, indicating the entrapment of bioactive compounds within polymer network. Furthermore, the X-Ray Diffraction (XRD) test showed that the matrix containing natural deep eutectic solvent exhibited a more amorphous. According to results using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) on Artemia salina, ?-mangostin and natural deep eutectic solvent formed in the matrix have potential as anticancer agents.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian potensi aktivitas antikanker metabolit sekunder fungi endofitik telah dilakukan pada bulan April 2007 hingga Januari 2008 di laboratori um Mikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong . Sebanyak 30 isolat fungi endofitik difermentasi dengan metode kultur terbenam. Hasil fermentasi diekstraksi dengan n-butanol, etil asetat, dan diklorometan sehingga diperoleh 90 ekstrak kasar. Ekstrak diencerkan hingga konsentrasi 1.000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT). Hasil pengujian menunjukkan 84 ekstrak tergolong sitotoksik. Toksisitas tertinggi dihasilkan oleh ekstrak etil asetat dari isolat ENMK 63-5d dalam konsentrasi 10 ppm dengan mortalitas 75,98% . Isolat ENMK 63-5d dideskripsikan sebagai Fusarium solani (Mart.) Sacc. Ekstrak etil asetat dari F. solani difraksinasi dengan kromatografi cair vakum menggunakan fase gerak n-heksan, etil asetat, dan metanol. Pengujian sitotoksisitas menunjukkan bahwa toksisitas tertinggi dihasilkan oleh fraksi metanol dengan LC50 sebesar 5,15 ppm (setara dengan 1,19x10-3 mg daunomisin).
Universitas Indonesia, 2008
S31551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Irawan
Abstrak :
Sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Studi kimia dan farmakologis terhadap tanaman tersebut masih terbatas, sehingga senyawa yang memiliki aktivitas biologis dalam tanaman tersebut belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen aktif antioksidan dan untuk mengetahui toksisitas daun sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume). Isolasi sirih merah dilakukan dengan cara ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Pemisahan ekstrak menggunakan metode kromatografi kolom, dengan fase diam silika gel dan fase gerak campuran antara n-heksana, etil asetat, dan metanol secara gradien. Identifikasi senyawa dalam fraksi A, B, dan C yang dihasilkan, dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography ? Mass Spectrometer (GCMS). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radical scavenger (uji DPPH), sedangkan uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Data hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol daun sirih merah mengandung komponen aktif antioksidan dengan IC50 sebesar 3,44 mg/L dan toksisitas LC50 16,15 mg/L.
Sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) is a kind of plant that is mostly used by society for traditional medicine. However, studies on pharmaceutical and chemistry fields on the plant is still limited, so that substance which has biological activity in the plant hasn`t been recognized yet. The aim of this research is identify the active compounds of antioxidant from sirih merah (Piper cf. arcuatum Blume) and to know the toxicity of sirih merah. The isolation of sirih merah was done by numerous extracting levels using n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The chromatographic column method was used to separate the extract, using the gradient of the steady silica gel phase and mixing move phase between n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The identification of fraction A, B, and C compound is performed by using Gas Chromatography ? Mass Spectrometer (GC-MS). The antioxidant activity assay is treated by the radical scavenger method (DPPH assay). The toxicity assay is treated by the Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) used Artemia salina Leach. Based on analysis data shown that sirih merah contains active compounds of antioxidant with IC50 3,44 mg/L and toxicity with LC50 16,15 mg/L.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29033
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
Abstrak :
ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rihan Fathirizza Aqrana
Abstrak :
Stonefish (ikan lepu batu), Synanceia horrida, merupakan ikan perairan dangkal Indo-Pasifik yang dikenal dengan jenis ikan paling beracun. Penelitian mengenai obat yang berasal dari biota laut sedang banyak dikembangkan dan salah satu pasar obat yang dapat dikembangkan yaitu agen antifungal. Infeksi kandidiasis umumnya disebabkan oleh Candida albicans, dan dapat mengancam nyawa pada pasien dengan penyakit yang tingkat kematiannya berkisar 30%. Sebesar 70% manusia dan sekitar 75% wanita menderita infeksi ini setidaknya sekali dalam seumur hidup serta terdapat jenis yang resisten terhadap amfoterisin B dan flukonazol telah dilaporkan. Studi lebih lanjut mengenai potensi aktivitas bioaktif komponen racun stonefish dilihat dari nilai toksisitas yang dihasilkan dengan metode kromatografi yang berbeda dapat berguna untuk memastikan dan menunjang proses keteknikan serta nilai kebermanfaatan racun stonefish tersebut yang merupakan tujuan dari penelitian ini. Crude Venom (CV) stonefish diekstraksi menggunakan jarum suntik dan dilakukan pemurnian menggunakan FPLC kolom Strong Anion Exchange Chromatography dan pemanasan 40oC dan 60oC. Konsentrasi protein dari masing-masing sampel ditentukan menggunakan metode Lowry serta berat molekul dan kemurniannya diidentifikasi dengan SDS-PAGE. Sampel dilakukan pengujian uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dalam menentukan nilai konsentrasi mematikan (LC50) dan uji aktivitas antifungal. Hasil menunjukkan bahwa FPLC dapat mempurifikasi parsial komponen stonustoxin dengan LC50 6,18ppm (10 kali lebih toksik daripada CV, 61,67ppm), sementara pemanasan mempengaruhi konsentrasi dan tokisitas yang semakin berkurang. Namun, hingga konsentrasi 100ppm masih tidak terlihat adanya aktivitas antifungal yang dihasilkan pada tiap sampel. ......Stonefish, Synanceia horrida, is a shallow Indo-Pacific fish known as the most poisonous fish species. Research on drugs originating from marine biota is being widely developed and one of the drug markets that can be developed is antifungal agents. Candidiasis infections are generally caused by Candida albicans, and can be life-threatening in patients with diseases whose mortality rates range from 30%. About 70% of humans and about 75% of women suffer from this infection at least once in a lifetime and there are types that are resistant to amphotericin B and fluconazole have been reported. Further studies on the potential bioactive activity of the stonefish venom component seen from the toxicity values produced by different chromatographic methods can be useful to ensure and support the engineering process and the value of the usefulness of the stonefish venom which is the purpose of this research.. Crude Venom (CV) stonefish was extracted using a syringe and purified using FPLC with Strong Anion Exchange Chromatography column also heating at 40oC and 60oC. Protein concentrations of each sample were determined using the Lowry method and the molecular weight and purity were identified by SDS-PAGE. Samples were tested for toxicity testing using the Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) in determining lethal concentration (LC50) values and antifungal activity tests. The results show that FPLC can purify the partial component of stonustoxin with LC50 6.18ppm (10-folded more toxic than CV, 61.67ppm), while heating affects the concentration and toxicity that decreases. However, up to a concentration of 100ppm there was still no sign of antifungal activity in each sample.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Naufal Hadi
Abstrak :
Sintesis amida asam oleat [N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina] telah terbukti berhasil dibuat dengan menggunakan metode amidasi dari metil oleat dengan glisina dan fenilalanina. Pada penelitian ini dilakukan optimasi reaksi berupa penambahan pelarut amidasi yaitu asetonitril. Selain itu amidasi langsung juga dilakukan dengan menggunakan disikloheksilkarbodiimida (DCC) sebagai agen pengopling reaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan waktu reaksi menjadi 12 jam dengan penambahan pelarut asetonitril untuk pembentukan N-oleilglisina, sedangkan reaksi amidasi dengan agen pengopling dapat berlangsung selama 2 jam untuk N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina. Pengujian sifat toksik N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina dilakukan dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT) didapatkan nilai LC50 secara berurutan 27,20 ppm (toksik tinggi) dan 143,70 ppm (toksik sedang). Hasil ini menunjukkan bahwa N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina memiliki sifat toksik terhadap perkembangan sel. Aktivitas antimikroba amida asam oleat juga telah ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. N-oleilglisina didapatkan memiliki aktivitas antimikroba dengan kategoti sedang sedangkan N-oleilfenilalanina tidak memiliki aktivitas antimikroba. ......The synthesis of oleic acid amides [N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine] proved to be successful using the amidation method of methyl oleate with glycine and phenylalanine. In this study, optimization was carried out in the form of adding an amidation solvent, namely acetonitrile. In addition, direct amidation was also carried out using dicyclohexylcarbodiimide (DCC) as a coupling agent. The results showed that the reaction time increased to 12 hours with the addition of acetonitrile for the formation of N-oleylglycine, while the amidation reaction with a coupling agent could last for 2 hours for N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine. The toxic properties of N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine were carried out using the brine shrimp lethality test (BSLT) method the test obtained LC50 values respectively, 27.20 ppm (high toxic) and 143.70 ppm (medium toxic). These results indicate that N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine have toxic properties to cell development. The antimicrobial activity of oleic acid amides has also been determined by disc diffusion method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. N-oleylglycine was found to have antimicrobial activity by category while N-oleylphenylalanine did not have antimicrobial activity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Rivaldo
Abstrak :
Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa turunan asam risinoleat teroksidasi dengan asam amino glisin dan fenilalanin. Proses sintesis diawali dengan oksidasi ikatan rangkap membentuk diol menggunakan KMnO4 encer dalam suasana basa, esterifikasi dengan dry metanol dan katalis KOH, dan terakhir amidasi dengan asam amino glisin atau fenilalanin. Karakterisasi dilakukan menggunakan KLT dan FTIR. Hasil FTIR produk menunjukkan adanya pita serapan ulur N-H dan O-H yang overlapping pada bilangan gelombang 3459,23 cm-1 pada lipoamida glisin dan 3467,55 cm-1 pada lipoamida fenilalanin. Selain itu, terdapat puncak serapan medium C-N dan N-H bend masing-masing pada bilangan gelombang 1047,98 cm-1 dan 787,99 cm-1 pada lipoamida glisin serta 1188,02 cm-1 dan 792,84 cm-1 pada lipoamida fenilalanin. Uji Toksisitas BSLT terhadap Artemia Salina L. menghasilkan nilai LC50 dari produk lipoamida glisin dan lipoamida fenilalanin secara berurutan sebesar 1494,73 ppm dan 2193,32 ppm. Hasil tersebut menunjukkan nilai LC50 > 1000, sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan memiliki toksisitas rendah. Uji aktivitas antimikroba dari kedua produk menghasilkan zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, tapi tidak memberikan zona hambat terhadap bakteri S. aereus. Zona hambat terhadap bakteri E. coli yang dihasilkan yaitu 15 mm untuk lipoamida glisin dan 14 mm untuk lipoamida fenilalanin. ......In this research, the synthesis of oxidized ricinoleic acid derivative compounds with amino acids glycine and phenylalanine was carried out. The synthesis process began with the oxidation of the double bond to form a diol with dilute KMnO4 reagent in an alkaline condition, esterification with dry methanol and KOH catalyst, and finally amidation with the amino acid glycine or phenylalanine. Characterization was carried out using TLC and FTIR. The FTIR spectrum of the product showed that there were overlapping N-H and O-H stretching absorption bands at wave numbers 3459.23 cm-1 for glycine lipoamide and 3467.55 cm-1 for phenylalanine lipoamide. There were also absorption peaks of C-N and N-H bend medium at wave numbers 1047.98 cm-1 and 787.99 cm-1 for glycine lipoamides and 1188.02 cm-1 and 792.84 cm-1 for phenylalanine lipoamides respectively. BSLT Toxicity test against Artemia Salina L. resulted in the LC50 values of the lipoamide products glycine lipoamides and phenylalanine lipoamides 1494.73 ppm and 2193.32 ppm, respectively. These results showed that the value of LC50 > 1000 so it can be said that the resulting product has low toxicity. The antimicrobial activity assay showed that both products inhibited the growth of E. coli but did not inhibit the growth of S. aereus. The inhibition zone formed was 15 mm for glycine lipoamide and 14 mm for phenylalanine lipoamide
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syatiani Arum Syarie
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun Garcinia porrecta Wall var. schizogyna Boerl dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan mengetahui senyawa kimia dari fraksi yang aktif. Daun G. porrecta Wall var. schizogyna Boerl diekstraksi dengan pelarut n-heksana, aseton, dan metanol. Hasil uji BSLT pada ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki sifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 564,424 ppm, sedangkan ekstrak n-heksana dan aseton tidak bersifat toksik karena nilai LC50 lebih dari 1000 ppm. Fraksi hasil pemisahan ekstrak metanol secara kromatografi cair vakum diperoleh 10 fraksi M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7, M8, M9, dan M10. Fraksi M3 merupakan fraksi yang paling toksik dengan nilai LC50 sebesar 75,366 ppm. Fraksi M3 difraksinasi kembali dengan kromatografi kolom dan diperoleh 5 fraksi gabungan yaitu fraksi M31, M32, M33, M34, dan M35. Fraksi yang memiliki toksisitas tertinggi adalah fraksi M31 dengan nilai LC50 sebesar 9,568 ppm. Identifikasi golongan senyawa dari fraksi M31 menunjukkan bahwa fraksi tersebut mengandung senyawa golongan flavonoid.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Shofi Roofida Kusriyandra
Abstrak :
Pada penelitian ini dilakukan sintesis ester asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT dengan menggunakan reaksi esterifikasi Steglich. Produk yang terbentuk dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom. Hasil karakterisasi FTIR asam oleat-BHA menunjukkan serapan dengan munculnya puncak serapan baru yang khas pada ester yaitu C=O pada bilangan gelombang 1738,9 cm-1 dan serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1442 dan 1457 cm-1. Terbentuknya asam oleat-BHT dibuktikan dengan adanya puncak serapan C=O ester pada bilangan gelombang 1742,2 cm-1 dan puncak serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1435 dan 1458,9 cm-1. Hasil karakterisasi UV menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik produk terhadap BHA dan BHT dan batokromik terhadap asam oleat. Hasil uji toksisitas asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT terhadap larva Artemia salina L menunjukkan bahwa ester hasil sintesis tidak toksik yaitu dengan nilai LC50 yaitu 3370,91 (asam oleat-BHA) dan 1209,18 ppm (asam oleat-BHT). Nilai IC50 asam oleat-BHA yaitu 22,61 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan asam oleat-BHT sebesar 136,42 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang sedang. Uji antibakteri yang dilakukan menunjukkan bahwa asam oleat-BHA memiliki aktivitas yang lemah terhadap bakteri Escherichia coli dan tidak memiliki aktivitas terhadap Staphyloccocus aureus, sedangkan asam oleat-BHT tidak memilki aktivitas terhadap kedua bakteri tersebut. ......In this study, the synthesis of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT esters was carried out using the Steglich esterification reaction. The product formed was purified using column chromatography. The results of the FTIR characterization of oleic acid-BHA showed absorption with the appearance of a new absorption peak that was unique to the ester, C=O at a wave number of 1738.9 cm-1 and an absorption peak of an aromatic group at a wave number of 1442 and 1457 cm-1. The formation of oleic acid-BHT was evidenced by the absorption peak of C=O ester at a wave number of 1742.2 cm-1 and an absorption peak of aromatic groups at wave numbers of 1435 and 1458.9 cm-1. The results of UV characterization showed a hypochromic shift of the product towards BHA and BHT and bathochromic to oleic acid. The results of the toxicity test of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT on Artemia salina L larvae showed that the ester was non-toxic with LC50 values of 3370.91 ppm (oleic acid-BHA) and 1209.18 ppm (oleic acid-BHT). The IC50 value of oleic acid-BHA which is 22.61 ppm indicated high antioxidant activity and oleic acid-BHT of 136.42 ppm indicated moderate antioxidant activity. The antibacterial test performed showed that oleic acid-BHA had weak activity against Escherichia coli bacteria and no activity against Staphylococcus aureus. While oleic acid-BHT did not have activity against these two bacteria.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library