Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Julia
Abstrak :
Tulang merupakan komposit kolagen dan mineral. Kolagen bersifat elastis bertindak sebagai matriks pada tulang. Adapun hidroksiapatit (HA) memiliki modulus elastis tinggi, bersifat rapuh, berikatan kimia dengan kolagen, memberi sifat kaku dan kuat pada tulang. Pembuatan biokomposit dengan fraksi volume kolagen dan orientasi serat matriks yang bervariasi akan dapat diproduksi suatu komposit ringan yang memiliki kekuatan tinggi dengan sifat anisotropi seperti tulang alami. Dalam penelitian ini, dilakukan pembentukan komposit dengan komponen kalsium fosfat dan kolagen. Kolagen diisolasi dari beberapa sumber limbah antara lain; limbah ikan dan limbah ayam. Berdasarkan hasil uji protein kasar, FTIR, dan SEM menunjukkan bahwa limbah ayam memiliki potensi untuk menjadi sumber alternatif dari produksi kolagen. Metode iradiasi gelombang mikro pada sintesis kalsium fosfat, menghasilkan kemurnian hasil dengan ketepatan nilai parameter kisi bernilai diatas 99% untuk kedua variasi (sintering dan tanpa sintering). HA sintering memiliki indeks kristalinitas yang lebih tinggi dari tulang manusia (3.23>0.33). Namun, HA non-sintering memiliki indeks kristalinitas pada rentang indeks kristalinitas tulang manusia. Sintesis komposit apatit kolagen dengan metode presipitasi ek situ telah berhasil dilakukan. Berdasarkan karakteristik fisik yang dilakukan menunjukkan bahwa pada semua masa rasio komposit memperlihatkan deposisi kristal HA pada permukaan kolagen. Studi pendahuluan ini akan bermanfaat untuk studi pembentukan komposit kalsium fosfat/kolagen sebagai bioamterial. ......Bone is a composite of collagen and minerals. Collagen is an elastic material that acts as a matrix of bone. The hydroxyapatite (HA) has a high elastic modulus, and brittle. The combination chemically of collagen on HA gives a strong and rigid nature to the bone. The production of bio-composites with varying collagen volume fraction and matrix fiber orientation will produce a lightweight composite that has high strength with anisotropic properties such as natural bone. In this study, composites were formed with calcium phosphate and collagen components. Collagen was isolated from three sources of waste including; goramy fish scale, the cuticle of chicken feet and the inner layer of chicken gizzard. Based on the crude protein analysis, FTIR, and SEM revealed that the inner layer of the chicken gizzard was potential to be an alternative source of collagen production. Microwave irradiation technique produced the purity of results with the accuracy of the lattice parameter above 99% for both variations (sintering and without sintering). Sintered HA had a higher crystallinity index than the human bone (3.23 > 0.33). But, the unsintered HA had the crystallinity index at the range of human bone`s crystallinity index. The synthesis of apatite collagen composite with precipitation method was successfully carried out. The SEM examination showed the deposition of apatite crystals on the surface of collagen. Based on the all physical characterization revealed that all of the ratio mass of the composites the heterogenous strongly adhered throughout the collagen surface. The preliminary study will be beneficial for leading the formation of composites of collagen/HA as biomaterials.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Yuliadi
Abstrak :
Nano kalsium adalah kalsium fosfat yang memiliki ukuran partikel 50 - 150 nm . Ukuran yang kecil ini diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah untuk selanjutnya dideposisi di tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian nano kalsium pada diet terhadap serapan kalsium dalam tulang di hewan model tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley yang pada umumnya berusia 2 bulan. Sejumlah 50 ekor tikus mendapat perlakuan asupan nano kalsium dan variasi dosis kalsium, pada diet konvensional 20 ekor dan purified diet 30 ekor. Persiapan sampel femur dan tibia: tahap pertama, 16 ekor tikus diberi diet konvensional dengan pemeliharaan 5 minggu. Pada percobaan tahap pertama, menggunakan faktorial 2 X 2, faktor umur (2 dan 5 bulan) dan faktor diet (kontrol dan nano) lalu 4 ekor tikus usia 2 bulan lainnya dipelihara selama 3 dan 4 minggu. Selanjutnya pada tahap kedua, 12 ekor tikus umur 2 bulan diberi purified diet dan dipelihara 4, 7, dan 10 minggu, mendapat dua perlakuan yaitu kontrol dan nano. Sisanya 18 ekor tikus umur 2 bulan dipelihara 4 dan 10 minggu, diberi variasi dosis nano kalsium dengan dosis 0,5 dari kebutuhan normal kalsium, dosis 1,0 yang sesuai kebutuhan normal kalsium dan dosis 1,5 dari kebutuhan normal kalsium. Karakterisasi sampel: sampel femur dan tibia yang telah dihilangkan zat organiknya dengan larutan hydrazine, dilakukan pengukuran kandungan: mineral, kalsium, karbonat dan fosfat. Selain pengukuran itu, juga diperoleh struktur fase, morfologi dan komposisi elemen femur (distal epiphysis) pada posisi penampang melintang. Dalam melakukan karakterisasi sampel, ada yang mendapat perlakuan panas dan tidak. Dari hasil penelitian ini secara umum diperoleh informasi bahwa pemberian ataupun penambahan kalsium fosfat dalam bentuk partikel nano pada diet tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kandungan mineral dalam tulang, namun perlakuan pada percobaan menunjukkan peningkatan serapan kalsium (P<0,01). Kemudian lebih jauh lagi diperoleh informasi bahwa fase femur dan tibia berada dalam sebagian besar fase kristalin namun dalam ukuran kecil-kecil.
Nano calcium is calcium phosphate which has a particle size of 50-150 nm. The small size is expected to be absorbed more effectively into the bloodstream to further deposited in bone. The experiment aims to study the effect of nano calcium allotment diet towards calcium absorpotion in the 2-month-old white rats (Rattus norvegicus) bone. Fifty rats treated nano calcium intake and calcium dose variation, on a conventional diet 20 rats and 30 rats purified diet. Femur and tibia samples preparation : first step, 16 rats were given a conventional diet with 5 weeks of maintenance. In the first step of experiment, use 2X2 factorial, age factor (2 and 5 months) and diet factor (control and nano). Then 2-month-old 4 rats others maintained for 3 and 4 weeks. The second step, 12 rats 2-month-old were given purified diet and maintained for 4, 7 and 10 weeks, received two treatments that are control and nano. The rest 18 rats aged 2 months maintained 4 and 10 weeks, were given a dose variation nano calcium to 0.5 of normal calcium requirements, the appropriate dose of 1.0 normal requirement of calcium and a dose of 1.5 from the normal requirement of calcium. Characterization of samples: sample femur and tibia that has been removed with a solution of hydrazine organic substances, measurement of content; mineral, calcium, carbonate and phosphate. In addition to the measurement, it also obtained the phase structure, morphology and composition of the elements of the femur (distal epiphysis) on the position of the cross section. In characterization process, some samples were heat-treated. From these results, it is generally obtained information that giving or the addition of calcium phosphate in the form of nanoparticles in the diet did not have a significant influence on the mineral content in the bones, however the treatments in the experiment showed enhancement of calcium absorption (P<0,01). And for furthermore get information that the minimal of femur and tibia were in most of the crystalline phase, but in a small size.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2212
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Ahmiatri Saptari
2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Surjana Kurniawan
Abstrak :
Hydroxyapatite (HAP) is a member of the apatite group of minerals, and its chemical formula is Ca10(PO4)6(OH)2. HAP is a Calcium phosphate including hydroxide, and its Ca/P ratio is represented as 1, 67 HAP is being utilized in medical and dental fields including as artificial bones and artificial tooth roots. There are five methods for preparing apatite compounds, but the wet method is most popular, simple and available for mass production. The purpose of this experiment of HAP is to know the technique of synthesizing HAP and to get the data/information about the influence of pH and sintering temperature towards the HAP characteristic. Modification wet method is used in this experiment. The result of DTA, DTA curves of pH 7, pH 9 and pH 11 indicate that the last peak are at 825° C, 835° C and 815° C. The XRD result indicates that almost the entire peak exists are dominant phase and the relative intensity indicate that crystal structure of dominant phase are similar using the Hanawalt method. The physical and mechanical characteristic indicates that at pH 9 with sintering temperature 1100° C, shows the greatest density (3,1327 g/cm3), the smallest porosity (9,2212 % ) and the greatest bending strength (54,9813 MPa) compared with the result at other pH. The conclusion of this experiment are : the synthesis HAP technique "Wet Method" is good enough; the best pH is pH 9 with sintering temperature 1100° C; the connection pattern between pH and character result of HAP sampel is not similar if compared with the connection pattern between sintering temperature and the character result of HAP sample. Sintering process begins at 1000°C, but we cannot know when the sintering temperature ended. The suggestion is doing advance experiment using Rietveld method which needed to know the atomic position in crystal structure of HAP and to know the dominant phase percentage and the minor phase percentage too. We also have to know when sintering process ended with other experiment using sintering temperature of 1200° C and 1300° C.
Hydroxyapatite ( HAP ) adalah suatu calcium phosphate yang mengandung hydroxyde dengan ratio Ca/P = 1,67 dengan formula kimia Ca10(P04)6(OH)2. Dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi HAP antara lain digunakan sebagai tulang buatan dan akar gigi buatan. Pada saat sekarang, terdapat berbagai metode untuk pembuatan HAP. "Wet Method" merupakan metode yang paling populer, paling mudah dan dapat digunakan untuk produksi masal. Tujuan penelitian adalah dikuasainya teknik proses sintesis dan karakterisasi HAP serta diketahuinya pengaruh perubahaan pH (7, 9 dan 11) dan suhu sintering ( 9000 C, 1000° C dan 1100° C ) terhadap karakterisasi sampel HAP. Metode sintesis HAP yang digunakan adalah "Wet Method" Hasil DTA sampel HAP pada pH 7, pH 9 dan pH 11 menunjukkan adanya puncak terakhir berturut-turut pada suhu 825° C, 835° C dan 815° C. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa hampir semua puncak adalah fasa dominan HAP dan intensitas relative menunjukkan struktur kristal fasa dominan adalah sama. Penentuan fasa dengan menggunakan metode Hanawalt. Posisi atom pada struktur kristal HAP dan prosentase fasa dominan dan .fasa minor tidak dapat ditentukan dengan metode Hanawalt. Hasil uji sifat-sifat fisik dan mekanik sampel HAP pada pH 9 dan suhu sintering 11000 C menunjukkan densitas terbesar (3,1327 g/cm3), porositas terkecil (9,2212 %) dan kekuatan patah terbesar (54,9813 MPa) dibandingkan hasil pengujian pada pH lain. Kesimpulan hasil penelitian adalah bahwa teknik sintesis HAP dengan modifikasi "Wet Method" cukup memuaskan; pH terbaik untuk sintesis HAP adalah pH 9 dengan suhu sintering 11000 C; hubungan pH dengan hasil karakterisasi sampel HAP menunjukkan pola yang tidak sama dengan pola hubungan suhu sintering dengan hasil karakterisasi sampel HAP; proses sintering mulai terjadi pada suhu 1000° C sedangkan akhir proses sintering belum dapat dimonitor. Diperlukan penelitian lanjutan dengan suhu sintering 1200° C dan 1300° C serta penelitian lanjutan dengan metode Rietveld untuk menentukan posisi atom pada struktur kristal HAP dan untuk menentukan prosentase fasa dominan dan fasa minor.
2000
T3687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Santoso
Abstrak :
Latar Belakang : Konsep minimal intervention dentistry adalah membuang infected dentin dan meninggalkan affected dentin yang dapat mengalami remineralisasi. Berdasarkan cara terjadinya, remineralisasi affected dentin dapat melalui dua cara yaitu metode konvensional dan Guided Tissue Remineralization GTR . GTR adalah proses remineralisasi yang melibatkan Dentin Matrix Protein1 DMP1 . Peran DMP1 adalah mengikatAmorphous Calcium Phosphat ACP dalam skala nano, membentuk ikatan elektrostatik yang stabil menuju zona gap dalam fibril kolagen dan menghasilkan remineralisasi mineralisasi intrafibrilar.DMP 1 yang rusak oleh proses karies digantikan oleh protein analog Carboxymetil Chitosan/Amorphous Calcium Phosphate CMC/ACP . Tujuan: Melihat remineralisasi yang terjadi setelah peletakan CMC/ACP pada demineralized dentin dan diperiksa menggunakan micro-CTpada hari ke-7 dan hari ke-14.Metode: Dua kelompok dilakukan demineralisasi buatan, salah satunya diaplikasikan material CMC/ACP, evaluasi grey level dengan menggunakan micro-CT. Hasil: Terlihat remineralisasi pada permukaan demineralized dentin dengan naiknya grey level pada hari ke-7 dan hari ke-14. Kesimpulan: CMC/ACP berpotensi untuk remineralisasi metode Guided Tissue Regeneration pada demineralized dentin. Kata kunci : Carboxymethyl Chitosan/ Amorphous Calcium Phosphate, Remineralisasi Metode Guided Tissue Regeneration. ......Background. The concept of minimal intervention dentistry showed that only the lsquo infected rsquo dentine needed to be removed as part of the cavity preparation process, and that the lsquo affected rsquo dentine could remain. Remineralization of affected dentine was possible through two methods conventional remineralization techniques and Guided Tissue Remineralization GTR . GTR is a process of remineralization involving Dentin Matrix Protein 1 DMP1 . Dentin matrix protein 1 DMP1 is a non collagenous calcium binding protein that plays a critical role in biomineralization at the nanoscale, forming stable electrostatic bonds to the gap zone in collagen fibrils and resulting in remineralization of intrafibrillar mineralization. DMP1 is replaced by an analog protein Carboxymethyl Chitosan Amorphous Calcium Phosphate CMC ACP . Objective to evaluate demineralized dentin remineralization after application CMC ACP using micro CT. Methods Two groups performed artificial demineralisation, one of which applied CMC ACP material whereas, the other group was not applied CMC ACP. Evaluation of remineralization with micro CT. Result After 7 days and 14 days CMC ACP application, remineralization was obsrved.Conclusions CMC ACP has the potential to remineralize the demineralized dentin.Key words Carboxymethyl Chitosan Amorphous Calcium Phosphate, Guided Tissue Regeneration
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Tri Hartono
Abstrak :
Latar Belakang: Rekonstruksi pada defek tulang kritikal masih merupakan tantangan yang besar untuk seorang ahli bedah plastik rekonstruksi. Selama ini, baku emas untuk menangani kasus defek tulang tersebut adalah menggunakan autologous bone graft, namun terdapat beberapa kekurangannya seperti morbiditas pada lokasi donor, pemanjangan waktu operasi, donor yang terbatas, dan pemajangan waktu rawat. Mencoba mengatasi kekurangan tadi, muncullah rekayasa jaringan tulang yang memberikan hasil yang menjanjikan dalam regenerasi jaringan tulang biologis yang baru. Beberapa penelitian hewan sebelum, menunjukkan bahwa implantasi secara ortotopik dan ektopik dapat memberikan hasil yang cukup baik dalam regenerasi tulang Metode: Telaah sistematis dilakukan pada Pubmed/MEDLINE, Cochrane Library, dan WHO ICTRP, termasuk semua studi dengan data primer untuk rekayasa jaringan tulang menggunakan kalsium fosfat sebagai bahan rangka, studi pada defek tulang kritikal, baik uji klinis acak terkontrol maupun tidak pada manusia dan hewan. Luaran yang dinilai adalah pembentukan tulang baru yang membandingkan implantasi secara ortotopik (intraperiosteum) dan ektopik (intramuskular). Studi ini menggunakan SYRCLE’s tools untuk menilai risiko bias studi pada hewan. Hasil: Didapatkan lima studi hewan yang memenuhi kriteria eligibilitas dari total 80 studi yang diinklusi pada telaah ini. Dicantumkan karakteristik demografis dari masing-masing studi. Studi yang memiliki luaran klinis yang sama (% area tulang dan % kontak) dibandingan antara implantasi ortotopik dan ektopik. 2 studi menunjukkan bahwa implantasi secara intramuskular menggunakan kerangka yang sudah ditambahkan BMSC memberikan hasil yang baik pada pembentukan jaringan tulang baru. Kerangka kosong tidak menunjukkan adanya pembentukan tulang. Penambahan BMP-2 sebagai factor pertumbuhan dapat meningkatkan osteogenisitas baik pada implantasi ortotopik maupun ektopik. Kesimpulan: Implantasi ortotopik dapat menginduksi pembentukan tulang baru lebih baik daripada implantasi ektopik. Menggunakan kerangka yang ditambahkan BMSC serta BMP-2 pada implantasi intramuskular memberikan hasil yang baik untuk pembentukan tulang baru. Rekayasa jaringan tulang memungkinkan untuk dilakukan dengan implantasi secara ortotopik maupun ektopik ......Background: Critical bone defect reconstruction remains a major challenge in plastic reconstructive surgery. While autologous bone graft is still considered as the gold standard for treating critical bone defects, there are disadvantages like donor site morbidity long operative time, donor limitation, and extended hospital stay. In order to resolve them, bone tissue engineering has emerged in reconstruction medical studies, for they give promising result in regenerating new biological bone tissue. Previous animal studies have shown that implantating orthotopically and ectopically gave promising result in bone regeneration. Methods: A systematic search was done on PubMed/MEDLINE, Cochrane Library, and WHO ICTRP, including all studies with primary data for bone tissue engineering using calcium phosphate as scaffold materials, studies in critical bone defects, RCT or non RCT in human studies or animal studies. Studies with outcome of new bone formation comparing orthotopic (intraperiosteum) implantation and ectopic (intramusculuar) implantation. We used SYRCLE’s tools for assessing risk of bias of animal studies. Results: Five animal studies meet the eligibility criteria from a total of 80 studies are included for this review. Characteristics demography of each study are stated. Studies with the same outcome (bone area% and contact%) are compared in orthotopic and ectopic implantation. Two studies showed that intramuscular implantation using BMSC-seeded scaffold give promising result of new bone formation. However empty scaffold did not show any bone formation. Adding BMP-2 for growth factor can improved osteogenecity both in orthotopic implantation and ectopic implantation Conclusion: Orthotopic implantation can induced new bone formation better than ectopic implantations. Using BMSC-seeded and addition of BMP-2 for intramuscular implantation give good result of new bone formation. Both orthotopic and ectopic (intramuscular) implantation are possible for bone tissue engineering
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdiana Nurul Annisa
Abstrak :
Latar Belakang: Affected dentin merupakan lapisan yang masih dapat terjadi remineralisasi karena masih terdapat ikatan silang kolagen dan prosesus odontoblastik yang masih vital yang merupakan syarat terjadinya remineralisasi. Terdapat dua metode remineralisasi, yaitu metode konvensional dan guided tissue remineralization GTR. Pada metode konvensional hanya dapat terjadi remineralisasi secara ekstrafibrillar. Sedangkan pada metode GTR memiliki keunggulan yaitu dapat terjadi remineralisasi secara ekstrafibrillar dan intrafibrillar. Beberapa penelitian melaporkan bahwa mineralisasi intrafibrillar dapat meningkatkan properti mekanis dari dentin. Pada metode GTR dibutuhkan peran protein non kolagen, yaitu DMP 1. Namun karena proses karies, maka sebagian DMP 1 mengalami kerusakan sehingga dibutuhkan material analog protein non-kolagen, salah satunya adalah Carboxymethyl Chitosan/Amorphous Calcium Phosphate CMC/ACP. Tujuan: Mengevaluasi terjadinya remineralisasi intrafibrillar pada permukaan demineralized dentin setelah aplikasi material analog protein non-kolagen CMC/ACP. Metode: Empat kelompok dilakukan demineralisasi buatan, dalam satu gigi terdapat dua kavitas, salah satu kavitas diaplikasikan material CMC/ACP, sedangkan kavitas lainnya tidak diaplikasikan CMC/ACP. Sampel diperiksa pada hari ke-7 dan ke-14 dengan Transmission Electron Microscope TEM. Hasil: Terlihat peningkatan kadar kalsium dan fosfat setelah aplikasi CMC/ACP pada hari ke-7 dan ke-14. Kesimpulan: CMC/ACP memiliki potensi untuk meremineralisasi demineralized dentin. ......Affected dentin is a layer which can be remineralized due to the presence of cross linked collagen and a living odontoblastic process a key to remineralization. There are two methods of remineralization convensional and guided tissue remineralization GTR. In conventional methods, only extrafibrillar remineralization occurs. GTR resulting intrafibrillar and extrafibrillar remineralization. Intrafibrillar remineralization improves physical properties of dentin. GTR is a method of collagen dentin remineralization using non collagen protein, Dentin Matrix Protein 1 DMP 1. DMP 1 is damaged due to caries process. Carboxymethyl Chitosan Amorphous Calcium Phosphate CMC ACP has similar function with DMP 1. Aim: To evaluate intrafibrillar remineralization on demineralized dentin after application non collagen protein analog CMC ACP. Method: Four groups performed artificial demineralization two of which applied CMC ACP material. Whereas, the other group was not applied CMC ACP. Evaluation of intrafibrillar remineralization with Transmission electron Microscope TEM. Result: After 7 days and 14 days CMC ACP application, intrafibrillar remineralization was observed in the gap zone. Conclusion CMC ACP has a potential for intrafibrillar remineralization on demineralized dentin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atria Mya Kelani
Abstrak :
Latar Belakang: Affected dentin merupakan lapisan yang ditinggalkan pada perawatan karies secara minimal invasif karena dapat diremineralisasi. Lapisan ini masih terdapat ikatan silang kolagen yang intak meskipun, mineral apatit telah hilang. Remineralisasi dentin diregulasi oleh protein non kolagen Dentin Matriks Protein 1 (DMP1). Remineralisasi yang dihasilkan berupa remineralisasi intrafibrilar dan ekstrafibrilar. Remineralisasi intrafibrilar meningkatkan sifat fisik dentin. Guided Tissue Remineralization (GTR) merupakan metode remineralisasi dentin secara intrafibrilar dan ekstrafibrilar menggunakan material analog protein non kolagen. Material ini memiliki fungsi menyerupai DMP1. Salah satu material analog protein non kolagen adalah Carboxymethyl Chitosan/ Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP). Tujuan:  Mengevaluasi remineralisasi dentin pada permukaan demineralized dentin setelah aplikasi material analog protein non kolagen CMC/ACP. Metode: Dua kelompok dilakukan demineralisasi buatan, salah satunya diaplikasikan material CMC/ACP sedangkan, kelompok lainnya tidak diaplikasikan CMC/ACP. Evaluasi remineralisasi dengan SEM dan EDX. Hasil: Terlihat remineralisasi pada permukaan demineralized dentin dan peningkatan kadar kalsium dan fosfat setelah aplikasi CMC/ACP pada hari ke-7. Perbandingan rerata dua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Kesimpulan: CMC/ACP memiliki potensi untuk meremineralisasi demineralized dentin. ...... Background: Affected dentin is a layer has been left during non invasive caries treatment as it can be remineralized. Collagen crosslinking remains intact in this layer, however the apatite minerals have been lost. Dentin remineralization is regulated by a non collagenous protein, Dentin Matrix Protein 1 (DMP1) and resulting intra- and extrafibrillar remineralization. Intrafibrillar remineralization improves physical properties of dentin. Guided Tissue Remineralization (GTR) is a method of collagen dentin remineralization using non collagen protein analog, resulting in intra- and extrafibrillar remineralization.  This material has similar function with DMP1. Carboxymethyl Chitosan/ Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) is one of non collagen protein analog.Aim: To evaluate demineralized dentin remineralization after application non collagen protein analog CMC/ACP. Method: Two groups performed artificial demineralization, one of which applied CMC / ACP material whereas, the other group was not applied CMC / ACP. Remineralization was evalutated using SEM and EDX. Result: After 7 days CMC/ACP application, remineralization was observed on the surface of demineralized dentin, which showed a white irregularities surrounding the dentin tubuli. In addition, increasing calcium and phosphate level has been showed experimentally although, the comparison of both group is insignificant. Conclusion: CMC/ACP has a potential for demineralized dentin remineralization.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Purwanti
Abstrak :
ABSTRAK
Karies adalah penyakit akibat infeksi mikrobiologi yang mengakibatkan kerusakan lokal pada jaringan gigi, dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras diikuti dengan kerusakan bahan organik dalam gigi. Karies terjadi akibat peristiwa demineralisasi tanpa diimbangi dengan remineralisasi yang memadai. Dalam penelitian ini dibuat tooth solid (powder) spray dan tooth liquid spray dengan bahan aktif 10% w/w kompleks CPP ? ACP dan EEP, dengan variasi konsentrasi EEP 0%, 2% dan 4% w/w untuk menghambat demineralisasi email gigi. Tooth spray melalui pengujian organoleptik dan viskositas untuk mengontrol hasil sediaan. Kestabilan pH tooth spray diuji untuk menjaga kondisi tooth spray tetap berada di atas pH kritis. Kestabilan kandungan polifenol sebagai zat antibakteri yang berasal dari propolis diuji selama satu bulan untuk memastikan bioavailibilitas zat aktif dalam tooth spray. Hasil pengujian menunjukkan tooth spray memiliki aspek organoleptik dan viskositas yang memadai. Level pH dalam masing ? masing sediaan stabil di atas pH kritis rongga mulut (5.5), dengan range pH antara 6.5 ? 7.12. Kandungan polifenol masing ? masing tooth spray stabil dengan kandungan tertinggi dimiliki oleh tooth solid (powder) spray yang mengandung 4% EEP, yaitu 1.39 ? 1.45% w/w. Hasil pengujian morfologi gigi menggunakan SEM pasca aplikasi tooth spray menunjukkan seluruh formulasi tooth spray dapat memicu remineralisasi sehingga memiliki pengaruh menghambat demineralisasi gigi secara efektif dibanding kontrol negatif.
ABSTRACT
Dental caries is a disease caused by microbial infection that produce localized damage to the tissue classification. The process begins by demineralization in hard tissue, followed by damage of the organic material. Dental caries happens because of demineralization without balanced by remineralization. In this study, tooth powder spray and tooth liquid spray was made with active ingredients of 10% w/w CPP ACP and EEP, with variation of 0%, 2% and 4% w/w EEP in every preparation to inhibit demineralization. Each preparation should cross organoleptic and viscosity study to maintain the quality. pH of each preparations was evaluated to make sure each preparation has pH over the critical pH of oral environment. Polyphenol stability as the antibacterial agent was evaluated for a month to make sure its bioavailability in the preparations. The result shows that each preparations has enough organoleptic aspect and good viscosity. pH level in each preparations is stable above critical pH of mouth environment (5.5), it ranges between 6.5 ? 7.12. Polyphenol content in each preparations is stable with highest polyphenol content is in tooth powder spray with 4% EEP, i.e. 1.39 ? 1.45%. w/w. Qualitative evaluation of tooth morphology by SEM shows that preparations can inhibit enamel demineralization respectively, relative to negative control.
2016
S65576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Ayu Nadia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pasta CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan semen ionomer kaca saat perendaman dalam jus jeruk kemasan. Delapan belas spesimen semen ionomer kaca Fuji IX dibagi ke dalam tiga kelompok; tanpa CPP-ACP Kelompok A, dioleskan CPP-ACP selama 3 menit Kelompok B, dan dioleskan CPP-ACP selama 30 menit Kelompok C. Spesimen direndam dalam jus jeruk kemasan dan diuji kekerasannya menggunakan Vickers Hardness Tester. Data dianalisa menggunakan One-Way ANOVA.
This study aims to identify the effect of CPP ACP paste towards surface hardness of glass ionomer cement when immersed in orange juice. Eighteen specimens of Fuji IX Glass Ionomer Cement were divided into three groups without CPP ACP Group A, applied with CPP ACP for 3 minutes Group B, and applied with CPP ACP for 30 minutes Group C. Specimens were immersed in orange juice and tested for surface hardness using Vickers Hardness Tester. Data were analyzed using One Way ANOVA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>