Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peggy Awanti Nila Krisna
Abstrak :
ABSTRAK Pertambahan jumlah penduduk mendorong permintaan daging sebagai salah satu bahan pangan terus meningkat, namun hal ini belum diimbangi dengan peningkatan produksi daging dalam negeri yang memadai. Sebagai jenis satwa liar dilindungi, pemanfaatan rusa timor dapat dilakukan dari hasil penangkaran. Saat ini kegiatan penangkaran hanya sebatas pengembangbiakan untuk meningkatkan jumlah populasi, belum disertai upaya pemanfaatannya. Riset ini bertujuan: menganalisis keberlanjutan penangkaran rusa timor sistem kandang dan sistem bebas, menganalisis persepsi dan sikap masyarakat tentang pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani, dan merumuskan strategi penangkaran dan pemanfaatan berkelanjutan rusa timor. Metode riset ini meliputiLife Cycle Assessment, Life Cycle Cost, Social Life Cycle Assessment dan Life Cycle Sustainability Assessment, untuk menilai keberlanjutan, analisis pasar untuk menilai persepsi dan sikap masyarakat, serta analisis isi dan SWOT Delphi untuk merumuskan strategi kebijakan. Hasilnya menunjukkan keberlanjutan penangkaran sistem kandang dan sistem bebas di lokasi riset tidak berbeda jauh, karena manajeman dan penggunaan input pada kedua penangkaran hampir sama. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani positif, dalam hal status konservasi, aspek pemanfaatan, keamanan pangan, kualitas, dan harga. Perlu dilakukan kajian dan penyederhanaan kebijakan penangkaran dan pemanfaatan hasilnya, serta meningkatkan kerjasama dengan para pihak, sehingga pemanfaatan rusa timor hasil penangkaran sebagai alternatif sumber protein hewani untuk mendukung ketahanan pangan dapat diimplemantasikan, tanpa mengganggu upaya pelestariannya di alam. Kata kunci: rusa timor, keberlanjutan, persepsi, sikap, penangkaran
ABSTRACT Population growth have increased the demand for meat as one of the foodstuffs. However, this has not been matched by adequate domestic meat production. The utilization of timor deer can be fullfiled from captive breeding due to its status as a protected wildlife. At present, the breeding activities are only limited to increasing the population and not yet to balance of utilization efforts. This research aimed to analyze the sustainability status of timor deer captive breeding (cage and free systems) and to analyze the community perceptions and attitudes towards the use of timor deer as an alternative source of animal protein, and arrange strategies for sustainable captive breeding and use of timor deer. The methodology in this research covering Life Cycle Assessment, Life Cycle Cost, Social Life Cycle Assessment and Life Cycle Sustainability Assessment, market analysis for assessing community perceptions and attitudes, as well as content analysis and SWOT Delphi for formulating policy strategies. The results showed that the sustainability of both model of captive breeding systems in the research site did not considerably differ each other due to the almost similar management and use of resources. Moreover, the community perceptions and attitudes towards the use of captive timor deer as an alternative source of animal protein denoted positiveness, either in terms of conservation status, used,  food security, quality and price aspects. Above all, it is still necessary to evaluate and simplify the policies of timor deer captive breeding and the use of the results as well as improve cooperation with the related parties. By these efforts, the use of captive timor deer as an alternative source of animal protein to supporting food security can be well implemented, without disrupting its preservation in nature.

 

Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
D2545
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Ednin Vernia
Abstrak :
ABSTRAK Tingginya permintaan jalak putih (Acridotheres melanopterus) di pasaran tidak diiringi dengan populasi yang melimpah di alam. Jalak putih pada saat ini sudah sulit ditemukan di alam liar dengan status Critically Endangered atau kritis (IUCN). Oleh karena itu manusia mulai melakukan penangkaran terhadap burung ini untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun sebagai usaha pelestarian. Banyaknya penangkaran yang bermunculan tidak dibarengi dengan cukupnya pengetahuan penangkar mengenai jalak putih. Kenyataan bahwa jalak putih terbagi kedalam tiga spesies tidak banyak diketahui oleh penangkar dalam mengawinkan jalak putih. Hal ini mengakibatkan banyaknya perkawinan silang baik sengaja ataupun tidak disengaja antar spesies jalak putih di penangkaran. Fenomena hibridisasi yang terjadi di penangkaran dapat menuntun jalak putih menuju kepunahan dikarenakan spesies murni perlahan hilang. Jalak Putih hibrida secara langsung dapat diketahui dari ciri-ciri morfologinya yang berbeda dengan spesies murni jalak putih. Secara morfologi, pengamatan langsung dapat dilakukan untuk mengidentifikasi ciri-ciri jalak putih hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri utama yang membedakan jalak putih hibrida dengan murni terdapat pada bagian bulu punggung. Jalak putih hibrida memiliki bulu abu-abu di bagian punggung sedangkan jalak putih murni berwarna putih bersih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa manajemen penangkaran jalak putih di Indonesia masih banyak didasarkan pada pengalaman. Belum ada penelitian yang secara khusus meneliti fenomena hibridisasi pada jalak putih sehingga hasil penelitian ini juga sangat penting untuk menghasilkan dasar-dasar pengetahuan mengenai jalak putih hibrida yang akan sangat bermanfaat bagi usaha pelestarian burung ini di masa depan.
ABSTRACT The high demand for black-winged myna (Acridotheres melanopterus) on the market is not accompanied by an abundant population in the nature. Black-winged myna is now difficult to find in the wild with critical endangered or critical (IUCN) status, therefore humans began to capture these birds for the market needs or as a conservation programs. The number of captive breeding is not accompanied by sufficient knowledge of the breeders about the black-winged myna. The fact that black-winged mynas are divided into three species is not known by many breeders in mating the black-winged myna. This is making the risk of cross-breeding or hibridization higher whether intentionally or not between the species of black-winged myna in captivity. The hybridization phenomenon that occurs in captivity can lead the black-winged myna to extinction after the pure species are replaced by the hybrids. Hybrid black-winged myna can be identified directly from the different morphological characteristics compared to pure white starlings. Morphologically, direct observations can be made to identify the characteristics of hybrid black-winged myna. The results of the study show that the main features that belongs to the hybrids is can be found on the back feathers. Hybrid black-winged myna is having gray feather on the back while pure white starlings are pure white. The results also show that the management of black-winged myna captive breeding in Indonesia is still have a lot of tings to be fixed. There are no studies specifically for the hybridization phenomenon in the black-winged myna. The results of this study are also very important as a base to produce the basics management and information that will be very helpful for the conservation program of the birds in the future.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library