Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Universitas Indonesia, 1992
S25888
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S7892
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Joseph Halim
Abstrak :
Indonesia menuntut sebagian landas kontinen di antara Indonesia dan Australia yang meliputi Celah Timor. Celah Timor ini dibatasi oleh garis equidistant (sama jarak,) dari garis pantai kedua negara berdasarkan Konvensi Hukum Laut (yang kemudian menjadi Konvensi Hukum Laut P.B.B, tahun 1982).
Australia menuntut landas kontinennya berlanjut hingga mencapai poros palung Laut Timor, yang merupakan kelanjutan alamiah dari kontinen Australia. Tuntutan ini diajukan sesuai dengan Hukum Internasional Umum darv Perjanjian Indonesia-Australia tahun 1972.
Untuk menyelesaikan perselisihan ini, Indonesia mengajukan konsep di tahun 1979 berupa usul diadakannya moratorium dan ditetapkannya suatu Zona Pengembangan Bersama (Joint Development Zone}; yang barn diterima pada tahun 1984 untuk dikem-bangkan bersama untuk menentukan definisinya, pengelolaannya, serta sistem kerja samanya dengan industri untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya migas.
Usaha bersama itulah yang telah menghasilkan Perjanjian Celah Timor yang ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1989 dalam pesawat terbang yang sedang melintasi Celah Timor. Dengan demikian, sementara ini terbentuklah suatu Zone Kerja Sama guna memungkinkan secepatnya diadakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di bawah ketentuan-ketentuan yang cukup rinci namun praktis, tanpa menghalangi upaya pencapaian suatu persetu-juan final atas garis atas batas landas kontinennya,
1998
MJPK-1-1-JanJuni1998-86
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Denny Mochtar Cilah
Abstrak :
Timor Leste, Timor Timur, Loro Sae adalah nama yang sering disebut untuk negara yang baru hadir dalam politik internasional sebagai negara berdaulat. Kehadirannya tidak secara tiba-tiba, tapi lewat perjuangan yang panjang dari dua rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste bukan juga baru terbentuk sejak Timor lepas dan Indonesia, tapi telah berlangsung lama sebelum Timor Leste menjadi negara. Namun hubungan itu bukan dalam bentuk `state', karena ada rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste semakin intens sejak Indonesia mengalami krisis. Perjuangan rakyat Timor Timur untuk merdeka diperkuat dengan bantuan Australia sampai menuju kemerdekaan. Australia bagai juru selamat Timor Leste.
Namun belakangan hubungan kedua negara menjadi buruk, karena hubungan kedua negara ditentukan oleh dua kepentingan yang sama yaltu 'kedaulatan territorial/perbatasan dan sumber daya alam yang diperebutkan. Kedua hal ini bukan persoalan baru tapi merupakan kisah lama yang berlanjut dan rumit karena berakar dari progres hukum internasional yang berubah.
Australia merasa claim atas teritorialnya 'legitimate' dengan konvensi Genewa tentang hukum laut 1958, begitupun Timor Leste merasa lebih berhak dengan konvensi PBB mengenai hukum laut 1982. karena di dalam daerah yang disengketakan itu terdapat potensi ekonomi yang sangat signifikan bagi kedua negara, maka logika sehatnya memang mengharuskan mereka bertengkar.
Pertengkaran itu bisa saja diselesaikan bila para pihak ingin selesai. Lembaga Hukum Internasional tersedia bila para pihak menghendakinya. Namun hukum internasional tak memiliki kekuatan memaksa seperti lembaga nasional. Menyusul pengumuman Australia keluar dan Mahkamah lnternasional maka pilihan penyelesaian tinggal pada kreatifitas bilateral. Dari sini diplomasi-negosiasi mengambil tempat untuk penyelesaian persoalan.
Untuk satu masalah sumber daya yang berupa minyak dan gas, walaupun lewat ancaman-ancaman mereka berhasil mencapai kesepakatan 'Joint Development Area' yang mereka namakan `Timor Sea Treaty' dengan porsi 90:10, tapi persoalan perbatasan terus bertanjut.
Hubungan kedua negara masih berlangsung walau dalam pertengkaran. Usaha diplomasi-negosiasi terus mereka usahakan dan sampai pada suatu pertemuan Australia mengajukan proposal penyelesaian perbatasan dalam waktu 20 tahun lagi. Hal ini semakin membuat Timor Leste marah dan menyebut Australia sebagai 'Kriminal'.
Dalam tesis ini akan menelusuri dinamika pergerakan perundingan tawar menawar kedua belah pihak dalam apa yang dinamakan Diplomasi' sebagai `the Art Of The Compromise'. Meneliti kepentingan yang harus dipertahankan oleh Australia dalam hal perbatasan yang dapat dikatakan bahwa Australia menginginkan suatu penyelesaian untuk tidak selesai kecuali `minyak dan gas'. Hal itu dapat dilihat dari Cara Australia memainkan `pace' perundingan dan menolak menentukan ?Time Table' perundingan perbatasan, terus mengulur waktu dalam kondisi Timor Leste yang `desperado'.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14363
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library