Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alisa Shinsetsu Sulistyoningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia merupakan Negara penghasil cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun 2012, produksi cengkeh dunia sebesar 113.215 ton dimana sekiat 71 79.250 ton berasal dari Indonesia. Meskipun Indonesia merupakan Negara penghasil cengkeh utama di dunia, penelitian dan publikasi mengenai cengkeh di Negara ini sangat jarang dan oleh karena itu pengetahuan tentang perbedaan karakteristik varietas cengkeh dibutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan komposisi senyawa mayor dan minor dalam minyak cengkeh yang bertanggungjawab terhadap aroma berdasarkan origin. Minyak atsiri cengkeh diperoleh dengan distilasi uap. Komposisi kimia minyak cengkeh dianalisis menggunakan GC-MS. Komposisi senyawa kimia mayor minyak cengkeh Bali yaitu eugenol 73,34 , kariofilena 12,51 , ?-humulena 2,34 dan eugenol asetat 5,34 dan cengkeh Toli-Toli yaitu eugenol 66,37 , kariofilena 15,38 , ?-humulena 1,97 dan eugenol asetat 12,99 . Senyawa unik cengkeh Bali yaitu valensena 0,17 , ?-selinena 0.22 , alloaromadendrena 0.24 and kariofilladienol II 0,14 sedangkan cengkeh Toli-Toli yaitu ?-kariofilladienol 0.19 . Total 51 senyawa teridentifikasi dari cengkeh Bali dan 52 senyawa dari cengkeh Toli-Toli. Kata kunci: Syzygium aromaticum, destilasi uap, komposisi kimia
ABSTRACT
Indonesia is the largest clove producer in the world. In 2012, total world clove production is 113,215 tons where nearly 71 79,250 tons comes from Indonesia. Although Indonesia is a major producer of clove in the world, research and publications about cloves in this country are scarce and hence knowledge about characteristics of difference varieties of cloves is very limited. The present study was aimed to compare major and minor constituents in clove oil responsible for their flavor based on origin which are cloves from Toli Toli and Bali. The essential oil from clove bud Syzygium aromaticum was obtained by steam distillation. The chemical composition of clove oil was analyzed by GC MS. The major compounds of clove oil were eugenol, caryophyllene, humulene and eugenyl acetate with composition 72,34 , 12,51 , 2,34 and 5,34 , respectively Bali and clove from Toli Toli were 66,37 , 15,38 , 1,97 and 12,99 respectively. The unique minor compounds of clove oil from Bali were valencene 0.17 , selinene 0.22 , alloaromadendrene 0.24 and caryophylladienol II 0,14 while in clove Toli Toli was caryophylladienol 0.19 . A total of 51 compounds were identified from the clove bud oil Bali and 52 compounds from the clove bud oil Toli Toli. Keywords Syzygium aromaticum, steam distillation, chemical composition.
2017
T46973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Microstructure observation, chemical composition and hardness of Al-6061 alloy welding result. The microstructure observation, chemical composition and hardness of Al-6061 alloy welding result has been done. Two Al6061 alloy plates were welded by usingGTAW and the Al-4043 alloy as filler...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Yulita
Abstrak :
Salah satu tujuan diadakan penelitian di bidang Arkeologi adalah untuk melakukan identifikasi terhadap artefak temuan sehingga keberadaan dapat diketahui. Seringkali arkeolog merasa kesulitan dikarenakan data yang menyertai temuan tidak lengkap terutama untuk temuan yang dikategorikan temuan lepas. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendekatan dari sudut pandang lain. Penelitian ini mencoba menawarkan pendekatan analisis bahan melalui komposisi kimia bebas penyusun artefak untuk identifikasi meriam perunggu Museum Nasional yang dikategorikan sebagai temuan lepas. Komposisi kimia dapat diperoleh setelah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada sejumlah kecil bahan. Pengetahuan mengenai komposisi sangat penting karena berhubungan dengan struktur kimia yang merupakan unsur pembentuk kekuatan artefak. Kekuatan artefak berhubungan dengan penampilan dan penampilan berhubungan erat dengan pemanfaatan artefak sebagai fungsi teknologi, sosial dan ideologi. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini berdasarkan perbedaaan komposisi kimianya adalah pertama apakah keberadaan meriam dengan bentuk dan hiasan yang beragam mengindikasikan adanya perbedaan fungsi meriam saat digunakan. Permasalahan yang kedua adalah apakah dapat dibedakan pabrik asal pembuatan meriam terutama untuk meram yang memiliki identitas. Permasalahan yang ketiga adalah bagaimana tingkat kekuatan perunggu yang digunakan untuk meriam dengan perunggu yang digunakan untuk artefak bukan meriam. Langkah penelitian yang digunakan sesuai dengan konsep arkeologi yaitu pertama pengumpulan data, dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyimpulan data. Data artefaktual diperoleh berdasarkan atribut yang dimiliki sehingga diperoleh meriam yang mewakili kelompoknya untuk diambil komposisi bahannya. Kemudian dilakukan analisis kimia dengan menggunakan spektrofotometer fluoresence sinar X. Tahap berikutnya yaitu pengolahan data dilakukan dengan mengintegrasikan data artefaktual dengan data komposisi kimia. Berdasarkan hasil integrasi dan dilengkapi dengan pengetahuan yang diperoleh dari literatur ini kemudian dilakukan tahap terakhir yaitu penyimpulan data. Kesimpulan yang diperoleh antara lain meriam berdasarkan variasi hiasan dan komposisi kimia dapat dibedakan fungsinya sebagai senjata dan sebagai simbol sosial. Berdasarkan literatur diketahui meriam yang digunakan sebagai senjata memiliki kandungan seng (Zn). Meriam dengan hiasan dan dekorasi indah kemungkinan besar tidak digunakan sebagai senjata karena tidak adanya unsur seng dalam komposisi. Meriam yang berlambang AVOC dan HVOC memiliki persamaan unsur yaitu adanya unsur tembaga(Cu), timah (Sn), seng (Zn) dan arsenik (As) sebagai unsur utama, sedangkan meriam yang berlambang VOCVOC hanya memiliki unsur utama tembaga dan seng tanpa adanya timah dan arsenik Padahal arsenik merupakan ciri khas perunggu Eropa. Sehingga dapat dipastikan meriam yang berlambang VOCVOC bukan berasal dari negara asal VOC. Apabila dibandingkan dengan perunggu yang digunakan untuk artefak bukan meriam, ternyata perunggu untuk meriam memiliki kekuatan yang lebih. Hal ini karena kandungan timah (Sn) pada meriam tidak lebih dari 10% dan perunggu memiliki kandungan fosfor, serta tidak adanya unsur timbal seperti yang ditemukan pada campuran logam untuk artefak lain.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vegi Wahyu Murni
Abstrak :
ABSTRAK
Studi mengenai pasca panen cengkeh masih sangat terbatas terutama di Indonesia, sebagai salah satu produsen cengkeh terbesar di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan dan penyimpanan terhadap perubahan komposisi minyak cengkeh. Sampel berasal dari cengkeh Indonesia, yaitu dari wilayah Toli-toli dan Manado. Minyak cengkeh yang berasal dari cengkeh segar maupun kering diisolasi dengan menggunakan destilasi uap, kemudian komposisi minyak hasil isolasi dianalisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa GC-MS . Dari semua jenis sampel minyak cengkeh, eugenol merupakan komponen utama, diikuti oleh kariofilena dan eugenol asetat. Metode pengeringan yang digunakan adalah pengeringan dengan oven pada suhu 50 C yang dilakukan hingga kadar air cengkeh mencapai 13 1 . Komposisi minyak cengkeh mengalami perubahan yang bervariasi selama proses pengeringan. Kandungan eugenol meningkat, sementara beberapa kelompok senyawa ester dan monoterpen menurun. Berdasarkan karakteristik organoleptik, cengkeh kering tampak berwarna coklat dan memberikan aroma yang lebih pedas dibandingkan cengkeh segar. Cengkeh kering setelah pengeringan oven kemudian disimpan di kantung aluminium foil selama 6 bulan. Terdapat sedikit perubahan pada komposisi minyak cengkeh selama proses penyimpanan. Kandungan dari komponen mayor cengkeh seperti eugenol lebih rendah, sementara eugenol asetat lebih tinggi pada cengkeh yang telah disimpan selama 6 bulan dibandingkan dengan cengkeh kering sebelum disimpan.
ABSTRACT
The research about post harvested clove is still limited especially in Indonesia, as the biggest producer of clove in the world. The present study was aimed to investigate the effect of drying process and storage on essential oil content and its composition of Indonesian clove originated from Toli toli. The essential oil of fresh and dried clove was obtained by steam distillation and the composition of oil was analysed by gas chromatography mass spectrometry GC MS . In all of the clove oil samples, eugenol was the major component, followed by caryophyllene and acetyleugenol. The drying method used was oven drying at 50 C and drying was conducted until clove rsquo s moisture content reaches 13 1 . Clove oil composition changes variously during drying process. The content of eugenol was increased, while some of esters and monoterpenes were decreased. From the organoleptic characteristic, dried clove looked brown in color and gave spicier odor than that of fresh clove. As for storage, the composition of clove oil was studied from dried clove after oven drying, then stored in aluminium foil bags for 6 months. There were slightly change on clove oil composition during 6 months storage. The content of major components of clove such as eugenol was found to be lower while acetyleugenol was higher in clove stored for 6 months compared to clove before storage.
2017
T46972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Amelia
Abstrak :
ABSTRAK
Produksi cengkeh terbesar di Indonesia berasal dari Jawa dan Manado. Perbedaan aroma pada cengkeh yang berbeda asalnya disebabkan oleh konstituen kimia di dalam minyak cengkeh. Namun, penelitian dan publikasi tentang aroma pada cengkeh yang berasal dari Indonesia masih terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan perbedaan konstituen secara signifikan antara minyak cengkeh Jawa dan minyak cengkeh Manado yang berkontribusi terhadap aroma. Minyak atsiri diisolasi dari sampel bunga cengkeh yang telah dipotong menggunakan metode distilasi uap. Konstituen kimia dari minyak bunga cengkeh dianalisis menggunakan gas chromatography-mass spectrometry GC-MS . Konstituen didentifikasi dengan membandingkan waktu retensi berdasarkan referensi Wiley mass spectra library Wiley W9N11 . Lima puluh tiga konstituen kimia dari minyak cengkeh Jawa dan empat puluh dua konstituen kimia dari minyak cengkeh Manado diidentifikasi berdasarkan analisis GC-MS. Kelas senyawa yang banyak ditemukan dalam minyak cengkeh diantaranya seskuiterpen, fenil propanoid, seskuiterpen teroksigenasi, dan ester. Terdapat perbedaan presentase komposisi pada senyawa mayor diantara kedua asal cengkeh tersebut. Minyak cengkeh Jawa mengandung eugenol 55,60 , eugenil asetat 20.54 , kariofilena 14.84 , dan ?-humulen 2.75 . Sedangkan minyak cengkeh Manado komposisinya adalah eugenol 74.64 , kariofilena 12.79 , eugenil asetat 8.70 , dan ?-humulen 1.53 . Selanjutnya, senyawa minor ?-elemen 0.04 , ?-kadinen 0.05 dan ledol 0.06 hanya terdapat pada cengkeh Jawa. Sedangkan, konstituen unik pada cengkeh Manado yang tidak ditemukan pada cengkeh Jawa, diantaranya ?-gurjunen 0.04 , ?-kadinen 0.03 , and humulen oksida 0.05 . Sehingga, dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh Jawa dan Manado memiliki senyawa mayor yang sama, namun berbeda dalam presentase komposisinya. Beberapa senyawa minor juga hanya ditemukan pada salah satu daerah saja.
ABSTRACT
The largest clove production contributors in Indonesia are mostly coming from Java and Manado. Different flavor among clove origins is caused by chemical constituents in clove oil. Unfortunately, scientific research and publications about flavor in clove from Indonesia rsquo s origin are still limited. The objective of this research is to determine significant differences of constituents in terms of flavor in clove oil Java and Manado. The essential oils were isolated from cut clove bud samples by steam distillation method. The chemical constituents of clove bud oil were analyzed by using gas chromatography mass spectrometry GC MS . Constituents were then identified by comparing the results of the chromatogram and reference retention time using Wiley mass spectra library Wiley W9N11 . Fifty three and fourty two chemical constituents were identified based on GC MS from clove oil collected from Java and Manado, respectively. Major classes of compounds are sesquiterpenes, phenyl propanoid, oxygenated sesquiterpen, and esters. Different compositions in major constituents were found between both origins. Clove Java contained eugenol 55.60 , eugenyl acetate 20.54 , caryophyllene 14.84 , and humulene 2.75 . While, in clove Manado the composition were eugenol 74.64 , caryophyllene 12.79 , eugenyl acetate 8.70 , and humulene 1.53 . Moreover, minor constituents elemene 0.04 , cadinene 0.05 and ledol 0.06 were existed only in clove Java, while clove Manado had some unique minor constituents which were not found in clove Java, i.e. gurjunene 0.04 , cadinene 0.03 , and humulene oxide 0.05 . In conclusion, both clove oils from Java and Manado contained same major chemical constituents but different in their composition. In addition, some minor constituents were existed only in specific origin.
2017
T47193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rai Pratama
Abstrak :
Pada saat era modernisasi, penggunaan material ramah lingkungan terus berkembang. Salah satu material yang sedang dikembangkan adalah serat alam. Serat alam menarik perhatian karena sifatnya yang mudah terurai di alam dalam waktu singkat, rasio kekuatan, tersedia di alam dalam jumlah melimpah, dan dapat diperbaharui dalam waktu singkat. Serat tanaman sorgum menjadi salah satu sumber yang potensial untuk diolah. Serat sorgum digunakan sebagai bahan penguat pada material komposit. Tantangan utama serat sorgum sebagai bahan penguat adalah mengurangi kandungan lignin, hemiselulosa, dan zat lilin pada permukaan sehingga serat memiliki kompatibilitas yang baik dengan matriks. Metode secara fisik diperlukan untuk menghasilkan mikro fibril selulosa dengan kompatibilitas yang baik. Metode yang digunakan adalah proses hidrotermal dengan metode kukus. Metode ini meliputi, pencucian serat dengan aquades, proses pengukusan pada suhu 100oC dengan variasi waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit dan 60 menit, pengeringan secara manual dan menggunakan oven vakum pada 50oC selama 120 menit. Kondisi serat paling bagus adalah metode kukus selama 25 menit. Hasil perlakuan menunjukkan adanya penurunan kandungan lignin, hemiselulosa, dan zat lilin, nilai indeks kristalinitas sebesar 40,76, morfologi serat lebih bersih dan telah mengalami fibrilasi, serta nilai sudut kontak yang terbentuk sebesar 122.27.
In the era of modernization, eco friendly material is being grown up. Natural fibres become one of target as eco friendly material. Natural fibers become interesting material because their biodegradable abality in a short time, the ratio of strength, available in abundance, and can be renewed in a short time. Sorghum fibers is to be one source of potensial to be processed. Sorgum fibers is used as reinforment into composite materials. The main challenge using sorgum fibers is how to reduce lignin, hemicellulose, and wax which surrounds the fibres to have good compatibility with the matrix. The pyshical methods are conducted to produce micro fibre cellulose. One of method which are conducte in this research is hydrothermal technique with non pressurized steam method. Washing fibers with aquades, steaming fibers in 100oC with variation of time 5, 10, 15, 20, 25, 30, and 60 minutes, drying fibers manually and using vacuum oven in 50oC for 120 minutes are steps that used in this research. The optimum result is obtained with by steam for 25 minutes which reduce of lignin, hemicellulosa, and wax, high crystallinity as high as 40.76 , unravel fibers morphology, and form contact angle at 122.27.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkono
Abstrak :
KARAKTERISASI LAPISAN PENYERAP DAPAT BAKAR PADA PERMUKAAN PELET UO2 + DOPAN TiO2. Lapisan penyerap dapat bakar pada permukaan pelet UO2 + dopan TiO2 telah berhasil dibuat dengan menggunakan mertoda RF sputtering. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakter mikrostruktur pelet UO2 + dopan, ketebalan, kekerasan mikro, komposisi kimia dan struktur kristal lapisan penyerap dapat bakar pada permukaan pelet UO2. Penentuan mikrostruktur dan ketebalan lapisan dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik, kekerasan lapisan dengan metode kekerasan mikro Vickers, komposisi kimia dengan spektrometri XRF dan struktur kristal dengan difraksi sinar-X. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar kandungan TiO2 dalam pelet maka semakin besar ukuran butir dalam mikrostruktur pelet dan semakin tebal lapisan yang terbentuk pada permukaan pelet UO2. Kekerasan lapisan permukaan pelet UO2 + dopan TiO2 sinter relatif sama dan tidak bergantung pada konsentrasi dopan TiO2. Lapisan permukaan pelet UO2 + 0,3 % TiO2, pelet UO2 + 0,5 % TiO2 dan pelet UO2 + 0,7 % TiO2 sinter mengandung unsur zirkonium masing-masing 1,97 mg, 2,47 mg dan 4,81 mg. Lapisan penyerap dapat bakar pada permukaan pelet UO2 + dopan TiO2 sinter mempunyai fasa ZrB2 dengan struktur kristal heksagonal.

CHARACTERIZATION OF BURNABLE ABSORBER LAYER ON THE SURFACE OF UO2 + DOPED TiO2 PELLETS. Burnable absorber layer on the surface of UO2 + doped TiO2 pellets have successfully created using RF sputtering methods. The objective of this research is to obtain of microstructure characters of UO2 + doped TiO2 pellets, thickness, micro hardness, chemical composition and crystal structure of burnable absorber layer on the surface of UO2 pellets. The methods used are the microstructure and layer thickness using optical microscopy, layer hardness with micro Vickers hardness method, chemical composition by XRF spectrometry, and crystal structure by X-ray diffraction. The results showed that the larger of TiO2 content in the pellets then the greater of the grain size in the microstructure of the pellets and the thicker of the layer formed on the surface of UO2 pellets. The hardness of surface layer of UO2 + doped TiO2 sintered pellets are equal and does not depend on the dopant concentration of TiO2. The surface layer of UO2 + 0.3 % TiO2, UO2 + 0.5 % TiO2 and UO2 + 0.7 % TiO2 sintered pellets are containing zirconium respectively 1.97 mg, 2.47 mg and 4.81 mg. Burnable absorber layer on the surface of UO2 + doped TiO2 sintered pellets have ZrB2 phase with a hexagonal crystal structure.
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ; Pusat Sains Teknologi Akselerator BATAN, 2016
621 URANIA 22:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Julian Restudy
Abstrak :
Baja HSLA dan baja karbon rendah merupakan jenis baja yang banyak diaplikasikan pada bidang konstruksi maupun otomotif dimana keuletan dan ketangguhan yang baik sangat dibutuhkan. Adanya penambahan sejumlah kecil (0,15%) unsur paduan tertentu pada baja HSLA yang menghasilkan sifat mekanis yang baik melalui penguatan presipitat dan penghalusan butir menyebabkan baja ini lebih unggul dari baja karbon rendah biasa. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari sejauh mana komposisi kimia mempengaruhi morfologi ferit yang terbentuk pada baja HSLA dibandingkan baja karbon rendah yang akan berpengaruh pada sifat mekanis akhir serta ketahanan korosinya. Benda uji yang digunakan yaitu, baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah yang dipanaskan ulang pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan 1 jam dengan pencelupan air. Perlakuan pemanasan ulang sampai pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan 1 jam dengan pencelupan air akan menyebabkan berubahnya morfologi ferit dari baja HSLA maupun baja karbon rendah. Perubahan morfologi dari ferit ini akan menyebabkan sifat mekanis dan ketahanan korosi dari baja HSLA dan baja karbon rendah mengalami perubahan yang antara lain dipengaruhi oleh adanya transformasi fasa serta bertambah besarnya diameter butir ferit. Pemanasan pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan yang cukup lama (1 jam) menyebabkan meningkatnya migrasi atom pada batas butir melalui proses difusi sehingga ukuran butir akan bertambah besar yang nantinya akan mempengaruhi sifat ketahanan korosinya. Perlakuan pemanasan ulang dengan pendinginan yang cepat menyebabkan terbentuknya lath martensit serta struktur widmanstatten ferit pada mikrostruktur baja HSLA. Berbeda dengan baja karbon rendah yang tetap memiliki struktur ferit namun ukuran butirnya tidak seragam pada mikrostrukturnya. Pemanasan ulang menghasilkan ukuran butir ferit yang lebih besar dari sebelumnya serta meningkatkan ketahanan korosi dari baja dengan baja HSLA memiliki ukuran butir ferit yang lebih besar dan ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan baja karbon rendah biasa.
HSLA steel and low carbon steel has a good ductility and toughness which is needed in constructional and automotive aplication. Additional small number (0,15%) of certain alloy on HSLA steel increasing it mechanical properties, by precipitation strenghtening and grain refinement, to better than normal low carbon steel. This research is done to study the comparison of influence chemical composition to ferrite morphology that occur after isothermal process on HSLA steel and low carbon steel and their corrosion resistant. Sample is HSLA 0,029% Nb and low carbon steel (0,15% C), reheating at isothermal temperature 1200 °C, with about 1 hour, with water quenching. Reheating at isothermal temperature 1200 °C, with holding time about 1 hour, with direct water quenching cause the transformation of ferrite morphology of both HSLA steel and low carbon steel that influence the change of mechanical and corrosion properties. The change of mechanical and corrosion properties influenced by increasing the ferrite grain size and also the phase transformation of steel. High temperature of reheat (1200 °C) and long holding time (1 hour) enhance the atom migration on grain boundary so that the austenit grain size growing larger and as result the ferrite grain size is larger. High reheating temperature with rapid cooling cause the lath martensite and widmanstatten ferrite formed on microstructure of HSLA steel. On the other hand, there is no phase transformation changing on low carbon steel, it still has ferrite with rough grain size. Reheating process will increase both the ferrite grain size and corrosion resistant of steel with HSLA steel has larger the ferrite grain size and better corrosion resistant than low carbon steel.
2008
S41679
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Halwan Jaya
Abstrak :
Hasil fabrikasi pipa-pipa baja karbon rendah dalam satu standar produk dari beberapa produsen hanya disesuaikan terhadap persyaratan sifat mekanis seperti tegangan luluh, kekuatan tarik dan komposisi kimia sesuai grade standar produk. Kriteria seperti ini memungkinkan variasi yang berbeda terhadap komposisi kimia dan struktur mikro, dimana variasi itu mampu mempengaruhi ketahanan korosi bahan. Penelitian ini menggunakan dua sampel material pipa yang berasal dari produsen berbeda. Untuk itu, dilakukan pengujian laju korosi, komposisi kimia, metalografi dan karakterisasi produk korosi. Hasil pengujian menunjukan bahwa laju korosi kedua sampel tersebut berbeda. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan struktur mikro dimana kadar perlit pada kedua sampel berbeda. Sampel A dengan kadar perlit yang lebih tinggi memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah daripada sampel B karena adanya efek galvanik mikro antara ferit dan sementit pada mikrokonstituen perlit. Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi kadar perlit maka semakin rendah ketahanan korosinya. Selain itu, terdapat perbedaan pada kadar komposisi kimia tingkat unsur paduan kecil seperti sulfur, mangan, kromium, dan tembaga yang boleh ditambahkan pada baja. Namun demikian, perbedaan kadar paduan tersebut tidak begitu menentukan karena kadar paduan yang ditambahkan sangat rendah. ......Results fabrication of low carbon steel pipes that include in one standard product from several manufacturers only adapted to the requirements of the mechanical properties such as yield stress, tensile strength and chemical composition according to the grade of product standard. That criteria allows the variation of chemical composition and microstructure, where the variation that can influence the corrosion resistance of the material. This study used two samples of pipe materials originating from different manufacturers. For that, the rate of corrosion testing, chemical composition, metallography and characterization of corrosion products are tested. The test results showed that the corrosion rate of the two samples are different. This difference is attributed to differences in the microstructure where the pearlite content in the two different samples. Samples A with higher levels of pearlite have a lower corrosion resistance than samples B due to micro-galvanic effect between ferrite and cementite in pearlite microconstituent. The results show that the higher levels of pearlite have lower corrosion resistance. In addition, there are differences in the levels of the chemical composition of small levels of alloying elements such as sulfur, manganese, chromium, and copper may be added to the steel. However, differences in levels of these alloys is not so decide because the levels are very low alloy added.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S659
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Dinda Kusuma Wardhani
Abstrak :
Cetakan merupakan indikator utama dalam pembuatan katup yang berkualitas tinggi. Cetakan digunakan untuk menghasilkan produk dengan presisi tinggi dan diharapkan memiliki umur pakai yang panjang agar mampu bertahan dalam produksi berkelanjutan. Ditemukan bahwa cetakan yang terbuat dari bahan yang sama yaitu tungsten karbida hasil dua manufaktur berbeda memiliki kinerja yang tidak sama pada saat pengaplikasiannya dalam pembuatan katup. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terkait hal tersebut dengan tujuan untuk menganalisis perbedaan kinerja antara dua cetakan yang terbuat dari bahan yang sama hasil dari dua manufaktur yang berbeda. Serta, menganalisis dampak perbedaan komposisi kimia, tingkat kekerasan, dan mikrostruktur terhadap kinerja cetakan saat digunakan dalam produksi katup. Hasil analisis menunjukkan cetakan B yang mengandung pengikat kobalt sebesar 17,12 wt.%, memiliki kinerja yang lebih baik dengan umur pakainya yang lebih panjang dibandingkan dengan cetakan A. Perbedaan komposisi kimia ini memengaruhi tingkat kekerasan dan mikrostruktur dari kedua cetakan. Cetakan A memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah secara signifikan, dengan rata-rata 45,40 HRC, dibandingkan dengan cetakan B, yang memiliki tingkat kekerasan rata-rata sebesar 57,54 HRC. Kedua cetakan memiliki mikrostruktur yang terdistribusi dengan merata, tetapi Cetakan B memiliki mikrostruktur yang lebih terikat dan rapat dibandingkan dengan cetakan A. Perbedaan ini berkontribusi pada variasi kinerja cetakan saat diaplikasikan untuk produksi katup. ......Molds are the main indicator in the production of high-quality valves. Molds are used to produce products with high precision and are expected to have a long service life to withstand continuous production. It was found that molds made of the same material, tungsten carbide, from two different manufacturers had different performances when applied in valve production. Therefore, research was conducted to analyze the performance differences between the two molds made of the same material but from different manufacturers. Additionally, the study aimed to analyze the impact of differences in chemical composition, hardness level, and microstructure on the performance of molds used in valve production. The analysis results showed that mold B, which contained 17.12 wt.% cobalt binder, had better performance with a longer service life compared to mold A. This difference in chemical composition affected the hardness level and microstructure of the two molds. Mold A had a significantly lower hardness level, with an average of 45.40 HRC, compared to mold B, which had an average hardness level of 57.54 HRC. Both molds had evenly distributed microstructures, but mold B had a more tightly bound and dense microstructure compared to mold A. This difference contributed to the variation in mold performance when applied to valve production.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library