Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Sya Bani Wulandari M.D.
Abstrak :
Tren keinginan menambah anak pada wanita kawin di Indonesia sejak tahun 2002 mengalami peningkatan. Sedangkan angka kelahiran stagnan dari tahun 2002 hingga tahun 2012 dan peningkatan angka pemakaian kontrasepsi pun rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keinginan menambah anak pada wanita kawin di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dengan pendekatan cross sectional. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan keinginan menambah anak pada wanita kawin di Indonesia tahun 2012 adalah umur, tempat tinggal, jumlah anak masih hidup, jumlah anak yang diinginkan, kelengkapan anak menurut jenis kelamin, keinginan suami terhadap anak, pendidikan, dan kuintil kekayaan. Dengan demikian, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kesadaran norma keluarga kecil pada masyarakat berdasarkan faktor-faktor tersebut. ...... Trends of desire for more childberaing among married women in Indonesia since 2002 has increased. While the Total Fertility Rate (TFR) was stagnan from 2002 to 2012 and an increase of the Contraceptive Prevalence Rate was low. This study aims to determine the factors associated with the desire for more childbearing among currently married women in Indonesia at 2012 . This study uses data Indonesian Demographic and Health Survei ( IDHS ) 2012 with a cross-sectional approach. Data analysis is univariate, bivariate and multivariate analyzes. The results showed that desire for more childbearing was significantly associated with age, residence, number of children alive, number of ideal children, completeness of children by sex, husband’s desire for children, educational level, and wealth quintile. Thus , efforts need to be done to raise awareness of small family norm in society based on these factors.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: J.B. Lippincott Company, 1990
610.736 COM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nopa Arlianti
Abstrak :
ABSTRAK
Infekunditas sekunder merupakan kondisi seorang wanita usia subur yang masih memiliki kemungkinan untuk memiliki anak dan berharap bisa memiliki anak, baik yang belum pernah melahirkan ataupun sudah pernah melahirkan, belum pernah hamil maupun yang sudah pernah hamil dan atau pernah memiliki anak sebelum lima tahun terakhir serta tidak menggunakan alat kontrasepsi pada periode tersebut. Faktor yang menyebabkan infekunditas sekunder sebagian besar merupakan penyebab yang sama pada faktor yang menyebabkan infertilitas. Dimana akibat yang ditimbulkan karena terjadinya infekunditas sekunder yaitu gangguan psikologis, sosial dan ekonomi. Metode penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dengan menggunakan data WUS SDKI 2012. Jumlah sampel yaitu sebanyak 27414 (85.03%) mengalami fekunditas dan 4826 (14.97%) mengalami infekunditas sekunder. Analisis data menggunakan univariat, bivariat dan regresi logistik. Berdasarkan analisis yang dilakukan, propinsi yang memiliki angka infekunditas sekunder tertinggi yaitu Papua (31.39%), Aceh (23.23%) dan Papua Barat (20.75%). Dengan analisis regresi logistik diperoleh bahwa determinan infekunditas sekunder di Indonesia adalah umur, merokok, sosial ekonomi, pekerjaan, riwayat keguguran, pendidikan, umur pertama melakukan hubungan seksual, dan paritas
ABSTRACT
Secondary infecundity is a condition of a woman at childbearing age who still have the possibility to have children and wish to have a child who had never given birth or had given birth, has never been pregnant or who have ever been pregnant or had had children before the last five years and does not use contraception in the period. Factors that cause secondary infecundity largely accounts for the same factors that cause infertility. The impact due to the occurrence of secondary infekundity are psychological disorders, social and economic. The research method used is cross sectional using data from Indonesian Demographic and Health Survey 2012. Study population are Woman at Childbearing Age. The number of samples as many as 27414 (85.03%) experienced fecundity and 4826 (14.97 %) experienced secondary infecundity. Data was analyzed by univariate, bivariate and logistic regression multivariable. Result showed accordingly from the highest prevalence are Papua (31.39 %), Aceh (23.23 %) and West Papua (20.75 %). Logistic regression analysis showed determinant of secondary infekundity accordingly in Indonesia are age, smoking, socio-economic, employment, history of miscarriage, education, age at first sexual intercourse, and parity
2016
T46167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Bailliere Tindall, 2000
612.88 PAI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
May, Katharyn Antle
Philadelphia: J.B. Lippincott , 1990
618.2 MAY c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sherwen, Laurie N.
Connecticut: Appleton & lange , 1995
618.2 SHE n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
May, Katharyn Antle
Philadelphia: J.B Lippincot , 1990
618.2 MAY c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Kristiyan Ardy
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran ekspektasi ibu melalui kualitas anak terhadap perilaku memiliki anak. Dalam penelitian ini, ekspektasi ibu didefinisikan sebagai ekspektasi ibu akan lama sekolah anak di masa depan, sedangkan perilaku memiliki anak didefinisikan sebagai tambahan jumlah anak diantara ibu yang telah memiliki dua anak atau lebih. Data yang digunakan diperoleh dari Indonesia Family Life Survei IFLS tahun 2007 dan 2014. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekspektasi ibu merupakan prediktor yang kuat terhadap memiliki anak baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pengeluaran pendidikan. Ibu dengan ekspektasi yang lebih tinggi akan lama sekolah anaknya memiliki kemungkinan lebih rendah untuk memiliki tambahan anak. Penelitian ini menemukan bahwa pendidikan ibu tidak berpengaruh signifikan ketika model dikontrol dengan ekspektasi ibu. Hal ini menunjukkan bahwa ekspektasi ibu memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam menentukan perilaku memiliki anak daripada status sosial ekonomi di Indonesia. Selain itu pengaruh tidak langsung dari ekspektasi terlihat ketika ekspektasi bereaksi melalui pengalokasian sumber daya yang lebih banyak untuk investasi anak.
This research examines to explore the role of mother's expectation over children's quality on their childbearing behaviour. In this study, mother expectation is defined as mean years of schooling of children, while childbearing behaviour is defined as the additional number of children expected by mother among mothers who already have two or more children. The study uses Indonesian Family Life Survey IFLS 2007 and 2014. The regression results show that mother's expectation is a strong prediction of childbearing either directly or indirectly through education expenditure. Mothers with a higher expected of mean years of schooling of the children have a lower likelihood to have additional child. This study found that mother's education has no significant effect when the model controls for mother's expectation. This indicates that expectation, rather than socioeconomic status, has a stronger effect in determining childbearing in Indonesia. Moreover, the indirect effect of expectation shows that expectation works through allocating more resources for child's investment.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peppy Fourina
Abstrak :
Latar belakang: Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim yang besar. Hijab dipakai oleh banyak wanita di Indonesia, sedangkan hijab berpotensi mengurangi serapan sinar matahari di kulit yang memengaruhi sintesis vitamin D. Beberapa penelitian telah mengaitkan defisiensi kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan kerontokan rambut, tetapi tidak pernah dilakukan pada kelompok perempuan berhijab. Tujuan: Mengetahui hubungan kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan kerontokan rambut pada perempuan dewasa usia subur berhijab (H) dan tidak berhijab (TH). Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan sepanjang bulan November 2019 hingga Maret 2020. Data terkait pemakaian hijab, kerontokan rambut, skor pajanan sinar matahari, jumlah rambut rontok harian, hair pull test, dan kadar 25- hydroxyvitamin D serum dievaluasi pada masing-masing 30 subjek berhijab dan tidak berhijab yang tidak menderita penyakit sistemik maupun kejiwaan. Hasil: Median kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada kelompok H adalah 8,70 (6,13- 34,10) ng/mL dan mean kadarnya pada kelompok TH adalah 16,70 6,30 ng/mL. Median jumlah rambut rontok harian pada kelompok H adalah 28,62 (3,00-118,50) helai dan pada kelompok TH adalah 18,25 (3,50-134,50) helai. Berdasarkan uji korelasi Spearman, didapatkan koefisien korelasi r = -0,190 pada kelompok H (p = 0,315), dan r = 0,193 pada kelompok TH (p = 0,308). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan kerontokan rambut baik pada perempuan dewasa usia subur berhijab maupun tidak berhijab. ......Background: Indonesia has a large muslim population. As hijab is considered compulsory for most, wearing it may potentially reduce skin absorption of sunlight which plays important role in vitamin D synthesis. Several studies had described significant correlation between serum 25-hyroxyvitamin D level and hair loss, but never specifically conducted in hijab wearing women. Objective: To assess the correlation between serum 25-hydroxyvitamin D level and hair loss in adult childbearing-age women who wear (H) and do not wear hijab (NH). Methods: This cross-sectional study was conducted from November 2019 to March 2020. Data concerning hijab use, hair loss, sun exposure score, daily hair loss, hair pull test, and serum 25-hydroxyvitamin D level were evaluated in 30 subjects of each group. Results: The median level of serum 25-hydroxyvitamin D in the H group was 8,70 (6,13-34,10) ng/mL while the mean serum level in the NH group was 16,70 6,30 ng/mL. The median number of daily hair loss in the wearing hijab group was 28,62 (3,00-118,50) and in the not-wearing hijab group was 18,25 (3,50-134,50). Based on Spearman’s correlation test, r = -0,190 in the H group (p = 0,315) and r = 0,193 in the NH group (p = 0,308). Conclusion: There was no significant correlation between serum 25-hydroxyvitamin D level and hair loss in both groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pekerja wanita usia subur (WUS) sebagai sumber daya manusia utama di banyak industri, rawan terkena anemia. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan status besi pekerja WUS yang anemia atau memiliki hemoglobin (Hb) rendah, yang bekerja di perusahaan pengalengan nanas dengan melakukan suplementasi zat besi. Penelitian ini dilakukan dua periode, menggunakan rancangan acak lengkap buta ganda. Subyek penelitian adalah pekerja WUS yang dibagi menjadi dua grup perlakuan suplemen, yakni grup-BF yang diberi zat besi dan asam folat dan grup-MVM yang diberi multivitamin dan mineral yang mengandung 15 macam vitamin dan mineral termasuk zat besi dan asam folat. Subyek penelitian pada periode-1 sebanyak 25 pekerja WUS sudah menikah (BF=13; MVM=12) dan periode-2 sebanyak 15 pekerja WUS belum menikah (BF=7; MVM=8). Suplementasi dilakukan tiga kali per minggu selama 10 minggu dengan pengawasan. Sesudah suplementasi tingkat Hb, hematokrit (Ht) dan serum feritin grup BF meningkat, sedangkan pada grup MVM ada yang menurun. Peningkatan Hb dan Ht pada yang sudah menikah lebih tinggi dibandingkan yang belum menikah. Namun, Hb tersebut turun saat suplementasi dilanjutkan tanpa pengawasan dan semakin turun saat tidak lagi diberi suplemen. Pemberian suplemen yang mengandung zat besi menjadi keharusan bagi pekerja WUS, karena mereka tidak mampu meningkatkan Hb-nya jika hanya mengandalkan dari makanan.
The Supplementation Effects of Iron and Folic Acid Compared with the Multivitamin and Mineral on Female Workers of Childbearing Age in the Pineapple Agribusiness. Female workers of childbearing age (WUS) as a major of human resources in many agribusiness exposed to anemia. This study aims to improve the iron status of anemic WUS workers with low hemoglobin (Hb) levels, who work in a pineapple agribusiness by iron supplementation. This study was conducted two periods, using a double-blind randomized trial design. Subjects were divided into two treatment groups supplements, namely IF that was given iron + folic acid and MVM that was given multi vitamin and mineral containing 15 different vitamins and minerals including iron and folic acid. The subjects of period-1 were 25 married WUS (IF=13, MVM=12) and of period-2 were 15 single WUS (BF=7, MVM=8). Supplementation performed three times weekly for 10 weeks. After supplementation, the levels of Hb, haematocrit (Hc) and serum ferritin of BFgroup increased, whereas there were declines in MVM-group. The increase in Hb and Hc in married WUS was higher than the single. However, their Hb was fallen down when supplementation was continued without supervision and getting down when not given the supplements anymore. Supplementation with iron is a must for WUS workers, because they are not able to increase their Hb if only rely on their food.
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>