Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hardman, Michel L
Boston: Allyn and Bacon, 1987
362 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ari Pratiwi
"Karakteristik anak usia sekolah dasar yang berusia 6 - 11 tahun antara lain adalah lebih menguasai kemampuan dasar seperti membaca, menulis dan matematika Santrock (2004: 20). Tugas perkembangan dan tuntutan belajar yang harus dilalui anak sekolah dasar, membuat anak hares dipersiapkan agar mampu menghadapi tugas perkembangan dan tuntutan di sekolah dasar. Kesiapan masuk sekolah adalah persyaratan keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang peserta didik memanfaatkan semaksimal mungkin suatu jenjang pendidikan Kesiapan anak dilihat dari lima aspek, yaitu a) perkembangan fisik dan motorik b) perkembangan sosial dan emosional c) pendekatan terhadap pembelajaran d) perkembangan bahasa e) kognisi dan pengetahuan umum.
Masing-masing anak memiliki kesiapan sekolah yang berbeda-beda. Untuk anak-anak yang secara usia kronologis seharusnya sudah slap masuk sekolah dasar, namun temyata usia mentalnya belum mencapai kematangan atau kesiapan sekolah, maka diperlukan bantuan ekstra untuk mempersiapkan kesiapan sekolah anak tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai peningkatan kesiapan sekolah anak melalui intervensi program pembiasaan belajar.
Sesuai dengan definisi belajar yaitu perubahan perilaku yang teijadi secara permanen, yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman (Morgan,et al., 1986: 140), maka perilaku belajar dapat dibentuk melalui pembiasaan. Kebiasaan belajar yang balk (good study habits) akan membuat anak mencapai nilai baik, slap untuk mengikuti pelajaran dan bisa berpartisipasi di kelas (Peters, 2000: 13).
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini, subyek penelitian adalah seorang anak berusia 6 tahun yang telah duduk di kelas I sekolah dasar sejak tahun ajaran 2005/2006. Selama duduk di kelas 1, dapat dikatakan subyek belum memiliki kesiapan sekolah yang dapat dilihat dari tidak memiliki minat belajar dan menolak untuk belajar terutama dalam hal menulis, membaca dan berhitung, baik di rumah maupun di sekolah. Pada akhirnya, subyek tidak dapat naik ke kelas 2 karena tidak ada nilai rapor yang bisa is peroleh selama kelas I.
Peneliti menggunakan kuesioner asesmen kesiapan sekolah yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Assessment School Readiness Indicators yang digunakan di 3 negara bagian Amerika Serikat yang dikembangkan oleh SECPTAN (State Early Childhood Policy Technical Assistance Network). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada kuesioner yang dibuat negara bagian Missouri_ Kuesioner yang disusun peneliti terdiri dari 55 item yang dikelompokkan dalam 5 aspek kesiapan sekolah berserta indikator-indikatornya, ditambah dengan 1 aspek serba-serbi atau pemikiran matematika dan ilmiah. Herdasarkan hasil asesmen kesiapan sekolah, subyek belum memiliki kesiapan sekolah pada aspek pendekatan terhadap pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat 5 perilaku yang diintervensi dalam penelitian ini yaitu perilaku mempertahankan perhatian pada tugas yang diberikan, menyelesaikan tugas yang diberikan, mampu mengatasi frustrasi dan kegagalan, memiliki kebiasaan belajar di rumah dan memiliki sikap belajar yang positif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui program pembiasaan belajar yang telah dilaksanakan sebanyak Sembilan kali pertemuan, memperlihatkan terjadinya peningkatan kesiapan sekolah pada subyek. Melalui rangkuman basil program pembiasaan belajar, dapat dilihat bahwa subyek mengalami peningkatan pada semua perilaku yang ingin ditingkatkan. Hanya saja, peningkatan perilaku-perilaku tersebut masih belum belum stabil. Perilaku yang masih perlu ditingkatkan adalah kemampuan subyek dalam menoleransi frustrasi dan kegagalan. Subyek masih mudah patah semangat dan merajuk apabila menemui kegagalan atau hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Selain itu subyek juga seringkali tampak ragu-ragu dalam memulai sesuatu yang baru."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhahana Putra
"Pengungsi Internal di Propinsi Kalimantan Barat merupakan akibat konflik sosial antara komunitas Dayak dengan Madura yang mempunyai budaya atau karakter hidup yang berbeda. Perbedaan ini seringkali menjadi dasar penyebab timbulnya suatu konflik. Konflik antara komunitas Madura dan Dayak terjadi pada tahun 1999 yang merupakan konflik yang berakhir terusirnya komunitas Madura dari wilayah Kabupaten Sambas sehingga tidak terlaksananya proses belajar mengajar. Tidak terlaksananya proses belajar mengajar hal ini dapat berimplikasi pada masa depan bagi anak. Tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak pendidikan telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 Pasal 28 ayat 1 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk mengetahui pelaksanaan Pendidikan Dasar di relokasi dapat diklasifikasikan dalam tiga hal yaitu Bagaimana pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Pengungsi, peranan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak dan faktor-faktor kendala dalam pelaksanaan proses belajar mengajar?
Metode Penelitian yang digunakan melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan metode ini didasarkan pada pertimbangan, karakteristik data yang Iebih bersifat informasi kualitatif sebab untuk memahami pemenuhan kebutuhan akan pendidikan bagi Anak Pengungsi diperlukan proses penelitian yang memungkinkan pengungkapan yang realita bagi pihak-pihak tertentu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adatah teori konflik dari Thorsten Sellin dan teori Pendidikan dari M. J. Langeveld. Pelaksanaan pendidikan dasar di sebelas relokasi pengungsi di wilayah Kabupaten Pontianak memiliki beberapa kendala yang hampir sama yaitu Tempat Sekolah, Buku Pelajaran Alat Peraga dan Tenaga Pengajar. Pelaksanaan program wajib belajar di relokasi pengungsi Kabupaten Pontianak tidak dapat terlaksana dengan baik hal ini disebabkan belum adanya sarana sekolah untuk tingkat SLTP di lingkungan relokasi mengakibatkan banyak anak pengungsi yang putus sekolah.

Internal Displace Person who live in Province of West Kalimantan has different culture with the original citizen. It's occurs conflict between Dayak community and Madura. The difference is becoming social conflict between them which had happened at 1999. The conflict ended the dissipating of Madura community in sub province of Sambas. This matter appears profound impact. Government should in undertaking children right to get proper education. Based on decree number 36 year 1999 article 28 part 1, the article mentions that state has responsibility to manage children's right to get prepare education and to watch the maintained of it. Beside that another article mention about children protection as it stated article 9 number 23 year 2002.
There are three matters to classify the implementation of relocation primary school. They are the accomplishment of internal displace persons school age children rights to education, the role of local government of sub province of Pontianak in supporting internal displace children learning process and last not least about factors that become constrain in study execution. While other research methods using qualitative rapprochement, this method is based of same consideration. The consideration are first having qualitative data, the reason is more to the need of accurate information given by the source, second researcher collect information by using bibliography, field research, direct perception and interview, for the research of intertribal case that happened in province of West Kalimantan, researcher used Culture Conflict theory by Thorsten Sellin and Education Theory by M.J. Langeveld. The implementation of possessing basic education in all of relocation sub province of Pontianak having significant problems which are school place, guidance book and teacher. The program for internal displace children cant not be executed better. Government don't had adequate facilities to fulfill the things needed for basic education. The worst thing that internal displace children cannot continue his study to higher level.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intania Kusumawardhani
"Penggunaan warna untuk penataan ruang dalam sebuah bangunan tidak terlepas dari fungsi bangunan serta fungsi ruangan di dalamnya. Tujuan pewarnaan ruang tidak hanya terbatas menyenangkan mata saja, tetapi pada studi kali ini, warna juga dijadikan alat untuk pengenalan anak terhadap lingkungan dan pengembangan psikologis anak usia dini. Masa ini merupakan penyesuaian anak terhadap lingkungan pembelajaran, sehingga kebutuhan ruang bagi anak merupakan hal yang penting. Penataan harus dirancang dengan baik, sehingga baik dari segi keindahan maupun dari segi fungsi keduanya tercapai. Melalui metode penulisan deskriktif analitis, penulis mencoba mengungkapkan dalam pemaparan, warna seperti apa yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan anak pada ruang belajar.
......The use of color to the arrangement of space within a building can not be separated from the building function as well as function rooms in it. The aim is not only limited for refreshed our eyes, but for this study, the color is also used as a tool for introducing children to the environment and the psychological development of children. This period represents an adjustment of children to the learning environment, so the space requirement for children is important. Arrangement must be designed well, so in terms of both beauty and function in terms of both achieved. Through analytical- descriptive methods, the author tries to express the exposure, what kind of color that can support the needs of children in the learning space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library