Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suksmagita Pratidina
"Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi, dengan perkiraan angka kejadian 50 juta kasus per tahun di seluruh dunia. Lebih dari 3 juta kasus baru dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1995. Hal ini membuat infeksi CT tidak hanya sebagai penyakit infeksi menular seksual (IMS) terbanyak, tetapi juga penyakit infeksi tersering di Amerika Serikat. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.
Terdapat 2 Cara transmisi infeksi CT yaitu secara horizontal dan vertikal. Infeksi horizontal umumnya terjadi melalui hubungan seksual lewat vagina dan anus tanpa pelindung, sedangkan infeksi vertikal terjadi saat proses kelahiran. Meskipun infeksi Iebih sering terjadi pada genital dan konjungtiva, temyata permukaan mukosa faring, uretra dan rektum juga merupakan lokasi kolonisasi CT. Hubungan orogenital awalnya tidak dipikirkan sebagai jalur transmisi CT, sehingga pemeriksaan skrining rutin untilk infeksi CT faring belum dianjurkan pada pedoman di Amerika Serikat dan Inggris. Namun dengan semakin banyaknya praktek fellatio dan jarangnya penggunaan kondom, kemungkinan transmisi CT pada orofaring dapat terjadi. Chlamydia trachomatis sering merupakan penyebab infeksi anorektum (proktitis akut) yang ditularkan secara seksual, khususnya pada populasi men who have sex with men (MSM) yang melakukan hubungan seksual lewat rektum tanpa perlindungan kondom.
Selain MSM, waria juga merupakan kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap infeksi tersebut. Waria memiliki jumlah pasangan seksual Iebih banyak dibandingkan dengan kelompok risiko tinggi lain (penjaja seks wanita dan MSM), Iebih banyak bekerja menjajakan seks demi uang, memiliki pendapatan paling rendah, banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Waria adalah istilah yang hanya digunakan di Indonesia, yaitu singkatan dari wanita-pria. Walaupun hingga saat ini belum ada data yang akurat mengenai jumlah populasi waria di Jakarta, namun menurut data yang didapat diperkirakan sekitar 8000 orang yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Pasangan seksual waria adalah laki-laki heteroseksual, waria tidak pernah berhubungan seksual dengan sesama waria atau dengan laki-laki homoseksual. Waria melakukan hubungan seksual secara orogenital dan anogenital reseptif dan memiliki perilaku seksual yang sangat berisiko." Banyak waria di Jakarta terlibat dalam hubungan seks komersial lewat oral dan anal reseptif tanpa pelindung/kondom. Masalah perilaku seksual tersebut merupakan pintu masuk bagi penularan IMS pada kelompok waria. Meskipun perilaku ini meningkatkan risiko untuk terkena IMS dan HIV, sangat sedikit data yang ada mengenai prevalensi infeksi ini berikut perilaku seksualnya. Pada kelompok ini angka prevalensi panting untuk diketahui karena prevalensi 1MS merupakan salah satu indikator yang memberi gambaran prevalensi infeksi HIV/AIDS.
Sebagian besar individu yang terinfeksi CT bersifat asimtomatik, sehingga merupakan sumber penyebaran infeksi yang potensial. Guna mencegah penyebaran infeksi, perlu diperhatikan diagnosis dini berdasarkan tes laboratorik yang akurat dan pengobatan yang efektif. Hingga tahun 80-an, diagnosis infeksi CT hanya berdasarkan pada isolasi organisme dengan kultur jaringan. Meskipun kultur masih merupakan baku emas untuk pemeriksaan CT, teknik ini membutuhkan pengambilan spesimen yang teliti dan kondisi transpor yang ketat. Selain itu pemeriksaan kultur belum distandarisasi dan dapat terjadi variasi hasil antar laboratorium. Uji nonkultur untuk deteksi CT pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 80-an dan perkembangannya sangat baik karena tidak membutuhkan organisme hidup, sehingga mengatasi masalah pengambilan dan transportasi spesimen yang berhubungan dengan metode kultur."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Dewangga
"Infeksi Trichomonas vaginalis masih menjadi masalah pada wanita yang aktif secara seksual, terutama pada pekerja seks komersial yang sering berganti pasangan. Trichomoniasis yang bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis akan menambah beban penyakit dan menimbulkan komplikasi lebih banyak. Penggunaan kontrasepsi untuk mencegah infeksi pada orang yang aktif secara seksual, terutama pekerja seks komersial masih menuai kontroversi mengenai keefektivitasannya.
Pada studi ini, peneliti meneliti perbedaan proporsi infeksi Chlamydia trachomatis antara kelompok infeksi Trichomonas vaginalis positif dengan kelompok Trichomonas vaginalis negatif pada pekerja seks komersial di daerah Indramayu, Jawa Barat serta kaitannya dengan jenis kontrasepsi yang dipakai. Sebanyak 216 pekerja seks komersial di Indramayu pada data sekunder dari Departemen Parasitologi diteliti dengan desain studi cross-sectional.
Analisis uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi infeksi Chlamydia trachomatis yang bermakna antara kelompok infeksi Trichomonas vaginalis positif dengan kelompok Trichomonas vaginalis negatif p=0,484 . Jenis kontrasepsi juga tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap infeksi Trichomonas vaginalis p=0,653 , infeksi Chlamydia trahomatis p=0,195 , serta koinfeksi Trichomonas vaginalis dan Chlamydia trachomatis p=0,213.
Dapat disimpulkan, tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi Trichomonas vaginalis dan Chlamydia trachomatis pada pekerja seks komersial di Indramayu. Tidak ditemukan pula hubungan antara jenis kontrasepsi yang digunakan oleh pekerja seks komersial dengan infeksi Trichomonas vaginalis, Chlamydia trachomatis, dan koinfeksi kedua parasit tersebut.
......Infection caused by Trichomonas vaginalis is still an ongoing problem for sexually active women, especially female sex workers who change partners frequently. Trichomoniasis occurring simultaneously with the infection of Chlamydia trachomatis will further worsen the disease and cause many more complication to appear. The usage of contraception in order to prevent infection toward sexually active women is still controversial regarding its effectiveness.
This research aims to identify the difference in proportion of Chlamydia trachomatis infection between positive Trichomonas vaginalis group and negative Trichomonas vaginalis group on female sex workers in Indramayu, Jawa Barat and its relation with used contraception method. A cross sectional study is conducted using secondary data of 216 female sex workers in Indramayu, obtained from Department of Parasitology FMUI.
Chi square analysis suggests no significant proportion difference in Chlamydia trachomatis infection between positive Trichomonas vaginalis group and negative Trichomonas vaginalis group p 0,484. There are also no significant associations between used contraception method with Trichomonas vaginalis infection p 0,653 , Chlamydia trachomatis infection p 0,195 , and Trichomonas vaginalis with Chlamydia trachomatis coinfection p 0,213.
In conclusion, there is no significant association between Trichomonas vaginalis and Chlamydia trachomatis infection among female sex workers in Indramayu. Moreover, there is no significant association between contraception method used by female sex workers with Trichomonas vaginalis infection, Chlamydia trachomatis infection, and both of the parasite infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Febrianti
"Infeksi Chlamydia trachomatis (CT) genital merupakan penyebab infeksi menular seksual (IMS) terbanyak baik di negara industri, maupun di negara berkembang. Prevalensi infeksi ini bervariasi bergantung pada faktor risiko, kelompok populasi yang diteliti, dan metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.5 Prevalensi infeksi CT pada wanita risiko tinggi meningkat 8 kali lipat dibandingkan dengan wanita risiko rendah. Penelitian tahun 2001 di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mufya Jaya mendapatkan angka kejadian infeksi CT adalah 31,1% dengan metode probe DNA PACE 2® dan 27,8% dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) Chlamydiazime®. Data tahun 2004 hingga 2005 di PSKW Mulya Jaya berdasarkan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear (PMN) tanpa ditemukan penyebab spesifik dengan pewarnaan gram, menunjukkan bahwa insidens infeksi genital nonspesifik sebesar 11,1%. Morbiditas dan komplikasi infeksi CT mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita akan menimbulkan masalah ekonomi dan psikososial yang serius. Penyakit ini pada wanita dapat menimbulkan gejala uretritis, servisitis, dan penyakit radang panggul (PRP). Selanjutnya dapat terjadi nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, serta infertilitas. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat Iebih dari 4 juta kasus Baru infeksi CT setiap tahun dan akibatnya 50.000 wanita mengalami infertilitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi CT dapat menderita konjungtivitis dan/atau pneumonia. Selain itu, infeksi CT juga meningkatkan risiko terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan menderita kanker serviks.
Umumnya infeksi CT bersifat asimtomatik pada 75-85% wanita dan pada 50-90% pria, sehingga penderita tidak mencari pengobatan. Individu terinfeksi CT yang asimtomatik merupakan sumber penuiaran di masyarakat, khususnya wanita penjaja seks (WPS) yang berganti-ganti pasangan seksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan uji diagnostik infeksi CT terhadap semua wanita seksual aktif usia <20 tahun; wanita baik usia 20-24 tahun, maupun usia >24 tahun dengan salah satu faktor risiko sebagai berikut: tidak selalu menggunakan kondom, atau mempunyai pasangan seks baru, atau memiliki pasangan seks >1 selama 3 bulan terakhir; serta wanita hamil. Skrining CT pada kelompok wanita risiko tinggi efektif menurunkan insidens infeksi CT dan risiko terjadinya sekuele jangka panjang. Dengan demikian, diperLukan uji diagnostik untuk deteksi infeksi CT yang cepat dan sederhana, sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat serta efektif pada kunjungan pertama guna mencegah transmisi dan komplikasi penyakit lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library