Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indang Trihandini
"Hubungan antara Merokok sebagai Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dari berbagai Komplikasi Kronis pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Merokok dikenal sebagai variabel yang dapat diubah melalui aktifitas intervensi yang spesifik. Saat ini di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai komplikasi kronis di antara para lansia penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari risiko dari aktifitas merokok terhadap komplikasi kronis di antara para lansia penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2007. Sebanyak 1.565 lansia (usia 60++ tahun) penderita DM tipe 2 dipilih secara acak. Sebanyak 70-80% dari para lansia tersebut memiliki komplikasi kronis, dan 32,11% sampel penelitian adalah perokok. Para lansia yang merokok lebih dari 24 batang per hari memiliki risiko 2,5 (95% CI, 1,54-3,97), sementara itu lansia yang merokok 1-12 batang per hari, dan yang merokok 13-24 batang per hari memiliki risiko masing-masing setinggi 1,3 dan 1,6 untuk terserang komplikasi kronis dibandingkan mereka tidak merokok, terkontrol secara usia, tingkat obesitas, dan aktifitas fisik. Persentase perokok di antara para lansia penderita DM tipe 2 cukup tinggi. Sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan, tingkat status sosioekonomi, aktifitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah. Mereka pun kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Merokok meningkatkan risiko komplikasi kronis DM tipe 2.

Smoking is known as a variable that can be changed through a specific intervention activity. Recently in Indonesia, research related to chronic complication among elderly with type 2 Diabetes Mellitus (DM) was not available. This research has objective in exploring the risk of smoking towards chronic complication among elderly with type 2 DM. This research was using Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) in 2007. Riskesdas is a representative Indonesia Health Survey. 1,565 elderly (aged 60++ years) with type 2 DM have selected by random. 70-80% of the elderly have Chronic Complications and 32.11% of the sample is smokers. The elderly who smoke more than 24 cigarettes per day have risk 2.5 (95% CI, 1.54-3.97), smoker 1-12 cigarettes per day, and smoker 13-24 cigarettes per day have risk 1.3 and 1.6 respectively to get chronic complication compared with those who do not smoke, controlled by age, obesity, and physical activity. The proportion of smokers among elderly with type 2 DM is high, most of them are low education, low socioeconomic status, lack of access to the health services, low of physical activity, and low consume vegetables and fruit. Smoking increases the risk of chronic complication of type 2 DM."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
"Smoking is known as a variable that can be changed through a specific intervention activity. Recently in Indonesia, research related to chronic complication among elderly with type 2 Diabetes Mellitus (DM) was not available. This research has objective in exploring the risk of smoking towards chronic complication among elderly with type 2 DM. This research was using Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) in 2007. Riskesdas is a representative Indonesia Health Survey. 1,565 elderly (aged 60++ years) with type 2 DM have selected by random. 70-80% of the elderly have Chronic Complications and 32.11% of the sample is smokers. The elderly who smoke more than 24 cigarettes per day have risk 2.5 (95% CI, 1.54-3.97), smoker 1-12 cigarettes per day, and smoker 13-24 cigarettes per day have risk 1.3 and 1.6 respectively to get chronic complication compared with those who do not smoke, controlled by age, obesity, and physical activity. The proportion of smokers among elderly with type 2 DM is high, most of them are low education, low socioeconomic status, lack of access to the health services, low of physical activity, and low consume vegetables and fruit. Smoking increases the risk of chronic complication of type 2 DM.

Hubungan antara Merokok sebagai Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dari berbagai Komplikasi Kronis pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Merokok dikenal sebagai variabel yang dapat diubah melalui aktifitas intervensi yang spesifik. Saat ini di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai komplikasi kronis di antara para lansia penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari risiko dari aktifitas merokok terhadap komplikasi kronis di antara para lansia penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2007. Sebanyak 1.565 lansia (usia 60++ tahun) penderita DM tipe 2 dipilih secara acak. Sebanyak 70-80% dari para lansia tersebut memiliki komplikasi kronis, dan 32,11% sampel penelitian adalah perokok. Para lansia yang merokok lebih dari 24 batang per hari memiliki risiko 2,5 (95% CI, 1,54-3,97), sementara itu lansia yang merokok 1-12 batang per hari, dan yang merokok 13-24 batang per hari memiliki risiko masing-masing setinggi 1,3 dan 1,6 untuk terserang komplikasi kronis dibandingkan mereka tidak merokok, terkontrol secara usia, tingkat obesitas, dan aktifitas fisik. Persentase perokok di antara para lansia penderita DM tipe 2 cukup tinggi. Sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan, tingkat status sosioekonomi, aktifitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah. Mereka pun kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Merokok meningkatkan risiko komplikasi kronis DM tipe 2."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dikha Ayu Kurnia
"Penyandang DMT2 memiliki beban fisik dan psikologis pada status kesehatannya setelah menyandang DMT2, yang dapat mempengaruhi pencapaian HbA1c < 7% masih belum optimal. Oleh sebab itu, salah satu keberhasilan dalam mencegah komplikasi kronik adalah pengukuran kesadaran diri status kesehatan penyandang DMT2 yang berlangsung selama seumur hidup. Status kesehatan merupakan kondisi yang menggambarkan kesehatan baik secara fisik dan mental. Sayangnya, penyandang DMT2 belum dapat menilai dirinya sendiri dan memantau status kesehatan karena belum ada instrumen yang mudah dipakai dan digunakan sebagai alat evaluasi. Instrumen tersebut diperlukan untuk mengukur status kesehatan diri agar penyandang DMT2 dapat memperluas kesadaran dirinya sehingga akan terlibat aktif dalam perawatan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengembangkan instrument kesadaran diri status kesehatan. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah pengembangan instrument; tahap kedua adalah uji validitas secara empirik; dan tahap ketiga adalah penormaan dan interpretasi instrumen. Tahap pengembangan instrumen terdiri dari validasi konstruk oleh 3 pakar, merancang instrumen, dan uji validitas isi rancangan instrumen oleh 6 pakar. Pada tahap uji validitas secara empirik, uji validitas konstruk melibatkan 602 penyandang DMT2 dengan komplikasi kronik. Hasil penelitian tahap 1 mendapatkan 100 butir pernyataan (CVI 1) mencakup 4 dimensi, yaitu kemitraan perawat, dialog, pola kesadaran diri, dan status kesehatan. Uji Confirmatory Factor Analysis (CFA) pada tahap dua menghasilkan 77 butir pernyataan yang fit unidimensional mengukur kesadaran diri status kesehatan. Tahapan ketiga menghasilkan skala dan skor kesadaran diri yang mudah dijumlahkan oleh penyandang DMT2 dengan terdiri dari kesadaran diri rendah (0-23), kesadaran diri sedang (31-57) dan kesadaran diri tinggi (58-77).

People with T2DM have a physical and psychological burden on their health status after having T2DM, which can affect the achievement of HbA1c < 7% is still not optimal. Therefore, one of the successes in preventing chronic complications is the measurement of self-consciousness of the health status of people with T2DM that lasts for a lifetime. Health status is a condition that describes health both physically and mentally. Unfortunately, people with T2DM have not been able to assess themselves and monitor their health status because there is no instrument that is easy to use and use as an evaluation tool. Instruments are needed to measure health status so that people with T2DM can expand their self-consciousness so that they will be actively involved in health care. This study aims to develop a self-consciousness of health status instrument. The research is divided into three stages, namely the first stage is instrument development; the second stage is empirical validity testing; and the third stage is instrument normalization and interpretation. The instrument development stage consists of construct validation by 3 experts, designing the instrument, and testing the content validity of the instrument design by 6 experts. In the empirical validity stage, the construct validity test involved 602 people with T2DM with chronic complications. The results of phase 1 research obtained 100 statement items (CVI 1) covering 4 dimensions, namely nurse partnership, dialogue, self-awareness patterns, and health status. Confirmatory Factor Analysis (CFA) test in stage two resulted in 77 unidimensional fit statement items measuring health status self-awareness. The third stage resulted in a self-awareness scale and score that is easily summarized by people with T2DM and consists of low self-awareness (0-23), moderate self-awareness (31-57), and high self-awareness (58-77)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library