Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulyanto Sastrowiranu
Abstrak :
Jepang dan negara-negara Asia Tenggara bukanlah merupakan partner kerjasama yang baru karena Jepang dan ASEAN sudah memulai hubungan kerjasama formal pada tahun 1977. Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang tidak hanya penting bagi Jepang karena memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan oleh perindustrian Jepang, namun, secara geostrategis kawasan tersebut juga penting bagi Jepang. Pentingnya kawasan Asia Tenggara bagi Jepang dapat terlihat dari upaya sistematis Jepang dalam membangun hubungan yang erat dengan ASEAN. Semenjak tahun 1977 hingga 2004, Jepang telah menjalankan tiga Doktrin untuk menjalin hubungan dengan ASEAN, yakni Doktrin Fukuda, Takeshita, dan Hashimoto, yang kesemuanya menekankan arti pentingnya hubungan yang erat antara Jepang dengan ASEAN. Berbeda dengan Jepang, China secara umum baru melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara ASEAN di awal tahun 1990-an. Namun, ada setidaknya tiga hal yang menarik mengenai China yang relevan unluk disebutkan dalam penelitian ini. Pertama, patut diamati bagaimana China mengalarni kemajuan perekonomian yang cukup tinggi, terutama semenjak awal dekade 90-an. Kedua, semenjak dijadikan full dialog partner oleh ASEAN pada tahun 1996, China menjalankan diplomasi yang aktif untuk dapat menjalin hubungan dengan ASEAN. Yang ketiga berkaitan dengan pembentukan forum kerjasama regional yang lebih intens yang melibatkan China, Jepang, Korea Selatan dan ASEAN, yakni East Asia Summit (EAS). Ketiga hal tersebut signifikan untuk disebutkan dalam karena tulisan ini akan menganalisa bagaimana ?faktor China? mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang di kawasan ASEAN EAS pertama yang diselenggarakan di Malaysia pada tahun 2005 menjadi penting bagi Jepang dan China karena pada forum inilah masa depan regionalisme di kawasan Asia Timur/Tenggara direncanakan. Pentingnya EAS dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana Jepang dan China bersaing untuk menjadi kekuatan nomor satu di kawasan. Dengan laju pertumbuhan seperti sekarang ini, China berpotensi untuk menyaingi peran dan posisi tradisional Jepang di kawasan Asia Tenggara, terlebih lagi dengan adanya stagnasi ekonomi yang sedang dialami oleh Jepang dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh sebab itu, penting bagi Jepang untuk berupaya membendung "The China Threat? tersebut. Pada dasarnya, Tesis ini akan menganalisis dua hal. Pertama, akan diteliti kepentingan-kepentingan signifikan apa yang menjadi latar belakang dan membuat Jepang merasa perlu melihat China dalam dua dekade belakangan ini sebagai sebuah ancaman. Yang kedua, akan diteliti bagaimana Jepang berupaya untuk mengantisipasi peningkatan derajat "the China Threat? di masa depan melalui forum EAC.
2007
T22897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vogel, Ezra F
London: The Belknap Press of Harvard University Press, 2019
900 VOG c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Zahraisyah
Abstrak :
Perang Cina-Jepang Kedua mengakibatkan putusnya hubungan persahabatan antara Cina dengan Jepang. Selain itu, perang tersebut menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian besar secara ekonomi terhadap Cina. Republik Rakyat Cina dan Jepang juga berada pada blok yang berbeda pada periode Perang Dingin, namun rekonsiliasi Cina-Jepang dapat terealisasikan pada tahun 1972. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan apa saja faktor yang mendorong rekonsiliasi Cina-Jepang dan bagaimana rekonsiliasi Cina Jepang secara resmi terlaksana? Rangkaian pertanyaan tersebut merupakan masalah utama yang akan dibahas dalam makalah ini. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis. Dari penelitian ini terungkap bahwa ada tiga faktor yang memiliki kontribusi masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain dalam mendorong rekonsiliasi Cina-Jepang pada periode 1949-1972. ...... The Second Sino-Japanese War resulted in the breakdown of friendly relations between China and Japan. In addition, the war caused numerous death tolls and heavy economic losses to China. The Peoples Republic of China and Japan were also on different blocs during the Cold War period, but Sino-Japanese reconciliation could be realized in 1972. This phenomenon raises the question what are the factors that drive Sino-Japanese reconciliation and how Sino-Japanese reconciliation is officially done? These questions are the main problem that will be discussed in this paper. The study was conducted using qualitative methods with a historical approach. From this study, it was revealed that there were three factors which each contributed and complimented each other in driving Sino-Japanese reconciliation in the period 1949-1972.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diah S. Koesdinar
Abstrak :
Wang Jingwei adalah salah satu tokoh sayap kiri dalam Partai Nasionalis Cina, Guomindang. Ia berambisi untuk menjadikan Cina sebagai negara republik. Hubungannya dengan Sun Zhongshan yang merupakan rekan dekat dalam perjuangan menggulingkan pemerintahan Gina (dinasti Qing) mempengaruhi pemikirannya. Setelah Sun meninggal, ia mulai bersaing dan juga menjalin kerja sama dengan Jiang Jieshi. Ketika perang Cina-Jepang berlangsung, Wang membelot dari pemerintahan Jiang ke Jepang_ Ia akhirnya dicap sebagai pengkhianat atas keterlibatannya dengan Jepang dalam perang tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S12863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Ardyanto
Abstrak :
Pada masa sebelum Perang Dunia Pertama kedudukan Jepang sebagai salah satu negara besar di Cina sedang menghadapi berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut timbul akibat timbulnya kembali persaingan dalam perebutan konsesi di Cina. Masalah-masalah tersebut juga timbul akibat lemahnya keuangan Jepang sehingga menyulitkannya dalam mengikuti persaingan perebutan konsesi dengan negara-negara Eropa dan Amerika. Masalah-masalah yang dihadapi Jepang di Cina mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan dari dalam negeri Jepang. Tekanan-tekanan ini menghendak pemerintah Jepang pada saat itu untuk mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaikinya. Pecahnya Perang Dunia Pertama menyebabkan negara-negara Eropa terpaksa menarik kekuatannya dari kawasan Asia. Hal ini menimbulkan kekosongan di kawasan Asia, terutama Cina. Kekosongan yang terjadi di kawasan Asia ini dipandang oleh beberapa pihak di Jepang sebagai sebuah kesempatan bagi Jepang untuk memperbaiki posisinya di Cina. Permintaan bantuan oleh Inggris kepada Jepang untuk menaklukan Jerman di Asia juga mendorong Jepang untuk memperbaiki posisinya sementara negara-negara Eropa saingannya sibuk berperang. Jepang pada akhirnya mengajukan tuntutan yang kesemuanya berjumlah duapuluh satu pasal kepada Cina untuk memperbaiki kedudukannya di Cina. Tuntutan-tuntutan ini dikenal dengan sebutan Taika Nijuuikkajoo Yookyuu atau Tuntutan Duapuluh Satu Pasal dan diajukan pada tanggal 18 Januari l9l5. Tuntutan-tuntutan Jepang ini menimbulkan reaksi dari ber-bagai pihak. Cina melalui jalur diplomasi melakukan perlawanan terhadap tuntutan Jepang tersebut. Cina juga mempublikasikan tuntutan-tuntutan tersebut sehingga menimbulkan banyak protes diajukan kepada Jepang. Protes-protes datang dari Amerika Serikat dan Inggris. Perlawanan dari Cina serta protes-protes dari Negara-negara lain pada akhirnya menyebabkan Jepang harus beberapa kali memperlunak tuntutannya. Pada akhirnya Jepang terpaksa mengirimkan ultimatum kepada Cina agar memenuhi beberapa pasal tertentu dari tuntutannya. Tindakan ini diambil menyusul sikap keras kepala yang ditunjukkan oleh Cina menyebabkan perundingan-perundingan mengalami jalan buntu. Pemerintah Cina setelah ultimatum tersebut akhirnya bersedia memenuhi tuntutan-tuntutan tertentu dari Jepang. Cina bersedia menandatangani Perjanjian-Perjanjian tanggal 25 Mei 1915 yang merupakan penyelesaian dari tuntutan-tuntutan Jepang tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Purwendah
Abstrak :
Penelitian mengenai perang Jepang-Cina dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari buku dan tulisan yang berkaitan erat dengan masalah yang ditulis oleh penulis yang dilakukan pada bulan Juli 1994 - Agustus 1994. Tujuannya untuk mengetahui latar belakang dan akibat-akibat perang Jepang-Cina tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui data-data yang ada dalam buku War and Diplomacy in Eastern Asia yang dilanjutkan dengan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian skripsi ini bukan merupakan gambaran menyeluruh yang mencakup hal-hal pada kedua belah pihak yang bertikai. Akan tetapi dari penelitian yang dilakukan telah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut Perang Jepang-Cina adalah merupakan tindak lanjut dari pendudukan Jepang atas Manchuria dimana Jepang berambisi untuk memperluas wilayah jajahannya guna mendapatkan lebih banyak lagi hasil alam yang dapat mendukung sektor industri dalam negeri serta memperoleh wilayah bagi pemasaran hasil industrinya. Selain itu Perang Jepang-Cina erat kaitannya dengan Perang Asia Timur Raya yang berarti tidak dapat dipisahkan dengan adanya Perang Dunia Kedua dan Perang Pasifik. Perang ini diawali dengan adanya Insiden Jembatan Marcopolo dan diakhiri dengan penyerahan Jepang terhadap Sekutu setelah Perang Pasifik. Kronologinya adalah sebagai berikut : 7 Juli 1937: Insiden Jembatan Marco polo 1937-1945 : Perang Jepang-Cina; 8 Desember 1941-15 Agustus 1945 : Perang Pasifik; 15 Agustus 1945 : Penyerahan Jepang pada Amerika.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raphael Hengki Hendratno
Abstrak :
Hubungan resmi maupun tidak resmi antara Cina, Jepang dan Korea sudah berlangsung sepanjang sejarah dari ketiga negara di Asia Timur ini. Jepang telah terlibat perang dengan Korea dan Cina pada masa dinasti Tang (618-906) berkuasa. di Cina. Pada waktu itu Cina bergabung dengan salah satu kerajaan terbesar di Korea, yaitu Silla, untuk mengusir Jepang dari Korea dalam usaha mereka me_nyatukan Korea dibawah kerajaan Silla.Hubungan Jepang dengan Cina kemudian berkembang men_jadi hubungan antara sebuah negeri pemberi upeti kepada Cina yang pada waktu itu diperintah oleh kedinastian Ming (1368-1644). Hubungan dengan status ini berlanjut hingga tahun 1547, pada waktu itu shogun ke duabelas Jepang mengirimkan upeti terakhir kepada dinasti Ming.Pada akhir abad 16, Jepang berusaha untuk mengusai Cina, dan karena Korea merupakan satu-satunya pintu terdekat menuju Cina maka Jepang harus menaklukkan Korea...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S12960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library