Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olla Varalintya Yochanan
Abstrak :
Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia. Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural). ......Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials. The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olla Varalintya Yochanan
Abstrak :
Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia. Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural). ......Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials. The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
TB. Syarif Hidayatullah
Abstrak :
Transit Oriented Development (TOD) merupakan sebuah pola pembangunan tata kota yang terintegrasi dengan sistem transportasi sehingga menciptakan sebuah kota yang efisien. Konsep TOD memiliki sebuah tujuan yaitu untuk memberikan sebuah alternatif dan pemecahan masalah bagi pertumbuhan metropolitan yang cenderung memiliki pola pengembangan yang berorientasi. Konsep Kawasan TOD mengintegrasikan jaringan transit secara regional dan melengkapi strategi pengembangan lingkungan yang telah ada di sekitar simpul transit. TOD menggabungkan guna lahan residensial, perdagangan, jasa, perkantoran, ruang terbuka, dan ruang publik sehingga memudahkan masyarakat dan pengguna untuk melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, sepeda, maupun moda transportasi umum. Kebutuhan akan lahan yang terus meningkat di kawasan kota menyebabkan kurangnya ketersedian hunian yang cukup dan semakin berkurangnya lahan hijau yang ada. Pada hasil perancangan ini menekankan kepada nilai keberlanjutan yang mana menghasilkan sebuah Green Village dari beberapa modul Co-Living yang bersifat modular, sehingga dapat mengurangi emisi karbon pada area tapak. ......Transit Oriented Development (TOD) is a pattern of urban planning development that is integrated with the transportation system so as to create an efficient city. The TOD concept has a goal, namely to provide an alternative and problem solving for metropolitan growth which tends to have a development-oriented pattern. The TOD Region concept integrates the transit network regionally and complements the existing environmental development strategy around the transit nodes. TOD combines residential land uses, trade, services, offices, open spaces and public spaces to make it easier for the public and users to travel by foot, bicycle or other modes of public transportation. The need for land that continues to increase in urban areas causes a lack of adequate housing and the reduction of existing green land. The results of this design emphasize the value of sustainability which produces a Green Village from several Co-Living modules that are modular in nature, so as to reduce carbon emissions in the site area.
Depok: 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Nuranggarini Sukma Putri
Abstrak :
Mengingat kondisi tapak eksisting merupakan kawasan padat penduduk dengan minimnya ruang publik, CO.MA LIVING dirancang sebagai sebuah hunian dengan fasilitas yang lebih memadai. CO.MA LIVING menghadirkan ruang terbuka hijau, ruang publik, dan berbagai fasilitas lainnya untuk mendukung aktivitas dan kenyamanan penghuni. Selain itu, CO.MA LIVING berada pada kawasan Green Village Transit yang menawarkan berbagai fasilitas penunjang seperti fasilitas pendidikan, komersial, kesehatan, hingga akses yang mudah menuju MRT. Di tengah kesibukan keseharian usia produktif, CO.MA LIVING menawarkan pengalaman slow living sebagai pembaharuan gaya hidup dengan melihat atau mengalami aspek kehidupan sehari-hari secara ‘lebih lambat’. Hal tersebut bertujuan agar penghuni dapat menghargai dan menikmati setiap momen dalam keseharian mereka dalam upaya perawatan diri. ......Considering that the existing site is a densely populated area with minimal public space, CO.MA LIVING is designed as a residence with more adequate facilities. CO.MA LIVING presents green open spaces, public spaces, and various other facilities to support the activities and comfort of its residents. In addition, CO.MA LIVING is located in the Green Village Transit area which offers various supporting facilities such as educational, commercial, health facilities, and easy access to the MRT. In the midst of the daily bustle of productive age, CO.MA LIVING offers a slow living experience as a lifestyle renewal by seeing or experiencing aspects of daily life 'slower'. It is intended that residents can appreciate and enjoy every moment of their daily life in an effort to self-care.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saffanah Zhahirah Aflah
Abstrak :
Decasa adalah sebuah proyek perancangan yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tempat tinggal berkonsep co-living yang menyediakan fasilitas lengkap dalam satu tempat, dengan tujuan mempromosikan kehidupan harmonis antara penghuni. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui survei dan studi literatur. Analisis data dilakukan melalui teknik content analysis tentang conscious living untuk mengidentifikasi tema utama yang muncul dari tanggapan penghuni potensial. Proyek Rancangan ini bertujuan untuk menjawab isu global dimana kedepannya masyarakan kian pindah ke kota besar dan akan berpotensi menghadapi masalah seperti krisis hunian dan lahan serta sosialisasi antar masyarakat. Dengan perencanaan Proyek Decasa: One Stop Co-living for A Harmony, hal ini bisa menjadi sebuah solusi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi penghuni serta merancang solusi perancangan yang tepat/sesuai. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penghuni potensial memiliki kebutuhan yang beragam, termasuk privasi, interaksi sosial, fasilitas yang memadai/lengkap, keamanan, dan kenyamanan serta hunian berkelanjutan. Secara keseluruhan, proyek Decasa menyajikan desain berbasis konsep co-living dengan ruang pribadi yang nyaman, ruang bersama yang mengakomodasi interaksi sosial, fasilitas umum seperti gym, taman serta berbagai ruang komunal yang tersedia. Proyek ini juga dapat menjadi penelitian lanjutan tentang pengalaman penghuni dan implementasi nyata dari proyek berkonsep One Stop Co-living. ......Decasa is a design project that aims to create a co-living concept residence that provides complete facilities in one place, with the aim of promoting harmonious living between residents. This research uses a qualitative approach with data collection through surveys and literature studies. Data analysis was conducted through content analysis techniques on conscious living to identify the main themes that emerged from the responses of potential residents. This design project aims to address the global issue that people are increasingly moving to big cities and will potentially face problems such as housing and land crises and socialization between communities. With the planning of the Decasa Project: One Stop Co-living for A Harmony, this can be a solution to meet the needs and preferences of residents and design appropriate design solutions. The research findings show that potential residents have diverse needs, including privacy, social interaction, adequate/complete facilities, security, and comfort as well as sustainable housing. Overall, the Decasa project presents a co-living concept-based design with comfortable private spaces, shared spaces that accommodate social interaction, public facilities such as gyms, parks and various communal spaces available. This project can also be a further research on the experience of residents and the real implementation of the One Stop Co-living concept project.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Syawie
Abstrak :
ABSTRAK
Co-living space adalah sebuah hunian temporer yang dirancang untuk generasi milenial agar dapat tinggal dan bekerja dalam suatu komunitas. Dengan adanya teknologi, generasi ini terbiasa melakukan berbagai hal dengan praktis sehingga dibutuhkan suatu tempat yang mampu menyediakan berbagai kebutuhan dasarnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji karakter ruang co-living space dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dari kajian teori saya serta studi kasus di Roam dan Livit Space Bali, terlihat bahwa co-living space menyediakan first place, second place, dan third place yang tersebar di ruang privat serta komunalnya. Oleh karena itu, kebutuhan dasar penghuni dapat dipenuhi dan coliving space dapat menjadi alternatif hunian untuk generasi milenial.
ABSTRACT
Co-living space is a transient dwelling designed for the millennial generation to live and work in a community. By the presence of technology, this generation is used to do everything at a touch of a button. As a result, they need a place that can provide their various needs all at once. This thesis aims to examine the characters of spaces in co-living space as an effort to provide basic human needs. Through literature and case studies in Roam and Livit Bali, it appears that co-living space provides first, second, and third place spread in its private and communal spaces. Therefore, basic human needs can be fulfilled and co-living space can become a dwelling alternative for the millennial generation.
2016
S63290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library