Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maulana Putra
"Penelitian ini berfokus pada dampak kebijakan luar negeri terhadap identitas kolektif suatu negara dengan menggunakan disain penelitian studi kasus dimana kasus yang digunakan adalah hubungan internasional di Semenanjung Korea. Analisis dilakukan melalui dua tahap: (1) analisis pada kebijakan luar negeri yang berfokus pada hasil kebijakan luar negeri, (2) analisis yang menjelaskan hasil kebijakan luar negeri pada empat aspek identitas kolektif: ketergantungan, kesenasiban, keseragaman, dan ketahanan diri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebijakan Trust Building Process Korea Selatan dan kebijakan denuklirisasi Amerika Serikat serta Tiongkok terhadap Korea Utara mempunyai pengaruh pada identitas kolektif Korea Selatan.

This study focuses on the impact of foreign policies toward a state?s collective identity. The study was conducted by implementing a case study design which used international relation in Korea peninsula as the main case. The data of the study was analyzed in two phases: first, analysis focused on the outcomes of South Korea's, China?s, and the U.S.? foreign policies and, second, analysis on the results of the foreign policies in four aspects of collective identity, which are interdependence, common fate, homogeneity, and self-restrain. Eventually, the study concludes that South Korea's Trust Building Process policy, as well as the U.S.? and China?s denuclearization policy toward North Korea had an influence on South Korea?s collective identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Nurul Janah
"Identitas kolektif, atau perasaan ‘sama rasa’ dalam kaitan atau perbedaannya dengan satu sama lain, adalah fitur yang krusial dalam aktivisme sosial. Mengingat maraknya gerakan interseksional dewasa ini banyak mengandalkan media sosial, penelisikan peran identitas kolektif dalam memprakarsai gerakan daring pun menjadi penting. Artikel ini mengulas hubungan identitas kolektif dalam aktivisme Twitter #PapuanLivesMatter yang muncul di tengah kemelekan masyarakat terhadap #BlackLivesMatter. Sebanyak tiga belas twit dengan tagar #PapuanLivesMatter dan #BlackLivesMatter, baik secara terpisah maupun tergabung dalam satu rangkaian twit, telah dianalisis. Teori Appraisal dari Martin dan White diaplikasikan untuk mengidentifikasi bagaimana twit-twit tersebut mendemonstrasikan relasi identitas kolektif dengan melihat makna implisit dan eksplisit dari teks yang bertumpu pada evaluasi positif atau negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan identitas kolektif dalam #PapuanLivesMatter yang muncul dalam periode #BlackLivesMatter bersifat kongruen di ranah yang luas dan divergen dan di ranah kelompok. Dalam tingkatan yang luas, #PapuanLivesMatter dan #BlackLivesMatter membahas masalah yang identik dan secara kolektif berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan diskriminasi terhadap kulit hitam. Dalam tingkatan kelompok, meskipun #PapuanLivesMatter masih mempertahankan representasi mengenai diskriminasi, ideologi dan objektif yang disebarkan khusus ditunjukan untuk kepentingan Papua Barat, yaitu terkait dengan diskriminasi etnis dan separatisme politis

Collective identity, or a sense of ‘we-ness’ in relation or contrast with one another, is a crucial feature of social activism. Especially, considering the rise of intersectional movements in today’s era, it is important to look into the role of collective identity in shaping online movements. This article intends to unravel the relations of collective identity in the Twitter activism #PapuanLivesMatter that emerged in the wake of #BlackLivesMatter. A number of thirteen tweets that carry the hashtags #PapuanLivesMatter and #BlackLivesMatter, either separately or altogether, was analyzed. The theory of appraisal from Martin and White was applied to identify how the tweets enact relations of collective identity by looking into the implicit and explicit evaluation of the text that relies on positive and negative classifications. The results show that the relations of collective identity in #PapuanLivesMatter during the rise of #BlackLivesMatter are congruent at the broad-level and divergent at the group-level. At the broad-level, #PapuanLivesMatter and #BlackLivesMatter address the same issues and collectively work toward raising awareness for discrimination against black lives. At the group-level, although #PapuanLivesMatter still maintains its representation of discrimination, it propagates ideologies and objectives that are exclusively directed for West Papuan causes, namely ethnic discrimination and political self-determination"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ayu Maharani
"Alexandria Ocasio-Cortez, perwakilan Distrik NY-14, menggunakan video YouTube sebagai kampanye politiknya yang berfungsi sebagai alat yang tidak hanya untuk menarik pemilih tetapi juga untuk menandakan dan membangun identitasnya sebagai perwakilan Distrik NY- 14 dengan keberagamannya. Fokus utama dari artikel ini adalah menunjukkan bagaimana video kampanye dari Alexandria Ocasio-Cortez mengartikulasikan rasa identitas kolektif dalam hal identitas ras, etnis, dan kelas sosial. Selanjutnya, video-video tersebut menggambarkan penempatan posisinya sebagai politisi perempuan. Melalui fitur repertoar taktis dan kerangka aksi kolektif, temuan penelitian menunjukkan bahwa strategi kolektivisme membantu memperkuat prakarsa masyarakat dan membangun nuansa inklusif melalui video kampanye Ocasio-Cortez. Selain itu, bagian analisis juga mengungkap bahwa dalam video-video itu, citranya sebagai politisi perempuan sebagian besar menggunakan sifat-sifat feminin dan secara strategis menggunakan strategi personalisasi diri. Diskusi lebih lanjut diperlukan mengenai penggunaan strategi komunikasi politik lain untuk membuat kampanye politik yang lebih inklusif yang dapat mengarah pada perwakilan yang lebih beragam dalam politik Amerika Serikat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"This research is designed to analyze relationships betwen charismatic leadership behaviors and reverence,trust,satisfaction ,collective identity group task performance and feeling of empowerment. ....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Ratih Ramadhani
"Skripsi ini mendeskripsikan fenomena presentasi diri yang dilakukan oleh perempuan sebagai anggota komunitas berukuran tubuh ekstra, yaitu komunitas Xtra L, Kombes (Komunitas Besar) Indonesia, dan Kagumi (Ikatan Wanita Gemuk Indonesia). Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman informan secara langsung terkait fenomena. Dalam penelitian ini, data utama yang peneliti gunakan berupa perkataan langsung dari informan, ataupun dokumentasi pribadi yang menggambarkan presentasi diri informan sebagai anggota komunitas berukuran tubuh ekstra. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa bentuk presentasi diri informan secara offline adalah pembenahan penampilan dan menganut pola hidup sehat. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa identitas kolektif sebuah kelompok dapat membentuk cara informan mempresentasi.

The focus of the study is to describe the self presentation phenomenon women as female members of Xtra L, Kombes (Big Community) Indonesia, and Kagumi (Association of Obese Women Indonesia). The purpose of this research is to describe the experience of each members of how they present themselves as a member of the community. Researcher did in-depth interview to seven informants and analyzing informant’s online personal documents to see their self presentation strategy. This research found that informant’s offline self presentation strategy is through managing their appearance and following a healthy lifestyle. Also, their motivation to do an online self presentation is by doing a self-monitoring and affinity seeking behavior. This research also showed that the strategies that informants use to present themselves were also shaped by the collective identity of their community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuurul Fajari Fadhilla
"ABSTRAK
Kelompok keagamaan Ahmadiyah telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1920-an. Kelompok ini terbagi menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu Gerakan Ahmadiyah Indonesia GAI dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI . Setelah masa reformasi, komunitas JAI dihadapkan pada situasi yang kurang menguntungkan. Fatwa Kesesatan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI pada tahun 1980 membuat posisi kelompok ini semakin sulit. Pemerintah pascareformasi bahkan seakan memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada kelompok-kelompok Islam dominan antiahmadiyah untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok ini. Komunitas-komunitas JAI di berbagai daerah mengalami diskriminasi dan kekerasan, seperti penutupan masjid, penyerangan, dan pengusiran. Menyikapi hal ini, JAI yang memiliki dasar ajaran Islam yang damai mengembangkan pendekatan-pendekatan kultural yang bersifat persuasif agar mereka dapat bertahan dan selanjutnya diterima oleh masyarakat luas. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis JAI sebagai gerakan sosial baru berdasarkan pendekatan kultural yang dikembangkannya untuk dapat mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat. Upaya ini selanjutnya mencerminkan terjadinya kebangkitan identitas kolektif yang juga menjadi ciri dari gerakan ini.

ABSTRACT
Ahmadiyah religious group had entered Indonesia since 1920s. This group is divided into two different subgroups, namely Gerakan Ahmadiyah Indonesia GAI and Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI . Since the post reform period, JAI community has to face a less favorable situation. Fatwa Kesesatan issued by Majelis Ulama Indonesia MUI in 1980 had put this group into an even more difficult position. The post reform government seemed like gave a greater space to the Islamic antiahmadiyah dominant groups to express violence towards this group. JAI communities in various areas experienced many forms of discrimination and violence, such as the closure of mosque, assault, and expulsion. Dealing with this situation, JAI with their belief of peaceful Islam, tried to develop persuasive cultural approaches to survive and subsequently accepted by the society. This article aims to analyze JAI as a new social movement based on their cultural approaches to maintain their existence in the society. These efforts reflects the occurence of the revival of collective identity, which also becomes the characteristics of this movement."
2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cheryl Arshiefa Krisdanu
"Kurangnya kesadaran dan pengetahuan konsumen menjadi hambatan dalam memobilisasi fashion berkelanjutan. Komunitas yang memiliki visi bersama dalam aksi global untuk meningkatkan kesadaran mengenai fashion berkelanjutan seperti Slow Fashion Indonesia memerlukan komitmen yang berkelanjutan dari anggotanya. Dalam mempertahankan komitmen secara berkelanjutan, dibutuhkan identitas kolektif dari komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas kolektif dalam komunitas Slow Fashion Indonesia menggunakan strategi penelitian etnografi digital. Hasil penelitian menemukan bahwa komunitas Slow Fashion Indonesia telah mengembangkan identitas kolektif melalui kesamaan persepsi serta pengetahuan terhadap slow fashion dan komunitas, hubungan kedekatan dan keakraban akibat diskusi dan interaksi antar anggota komunitas, serta investasi emosional terhadap komunitas. Identitas kolektif yang telah terbentuk kemudian menumbuhkan kesamaan persepsi dan nilai bersama yang mengikat anggota untuk terus menjalankan dan mengembangkan komunitas.

The lack of consumer awareness and expertise poses a significant barrier to promoting sustainable fashion. Communities such as Slow Fashion Indonesia, which aim to promote sustainable fashion and create worldwide awareness, necessitate their members' solid and sustainable commitment. A collective community identity is necessary to ensure long- term dedication to sustainability. This study aimed to determine the collective identity within the Slow Fashion Indonesia community by employing the digital ethnography research strategy. The findings indicated that the Slow Fashion Indonesia community has established a collective identity based on similar perceptions and knowledge of slow fashion and the community, a sense of closeness and familiarity resulting from discussions and interactions among community members, and a strong emotional commitment to the community. Forming a collective identity encourages the development of shared values and similar perceptions, motivating members to sustain and advance the community."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septa Dinata. AS
"The Ahoks blasphemy case-inspired rally taking place in Jakartas national monument so-called the Aksi 212 (212 Mass Action) or in broader sense the Aksi Bela Islam (the Action of Defending Islam) on December 2, 2016 has greatly encouraged intellectual inquiries into the future of Islam and politics in Indonesia. Its unprecedented repertoire and huge number of participants invited academic inquiries to uncover its impact and the things lying behind these phenomena. This study in particular occasion attempts to shed shining light to the meaning-making aspect of the action by deploying social movement theory. This study argues that collective identity construction played central role in Islamists success in mobilization of Muslims miscellaneous groups to mount vehement opposition against the state. This research takes into account of the facts of exceptional diversities of Indonesian Islam that bears heavy identity workload to the action. The importance of collective identity rested on the fact that the claim to representation of the whole Islam carries on the power of religious authorities. Its heavy identity workload, by extension, rendered tough processes through delicate negotiation and then was subject to compromise. This study found that the keys to these processes were the development of the sameness and differences both in internal and external context. The work on the sameness and differences was overlapping, simultaneous and crosscutting with internal and external context that actively shaped the processes. On the one hand, the work on the sameness was done to internally consolidate the diverse factions of Islam and at the same time to externally bridge their common platform and denominator with the outsiders. On the other hand, the work on the difference was done to externally draw clear boundaries between Islam and non-Islam. Moreover, the difference was important for the activists to build the image of their diverse backgrounds. This study in particular is conducted to both to fill the lack of the previous studies concern on the identity aspect of the action and in broader sense to enrich the attempts to characterize Islamic Activism that is overgeneralized. This research employs qualitative method with in-depth interview, documentation, observation, and secondary data to this end.

Masa aksi kasus penistaan agama Ahok yang terjadi di bilangan Monumen Nasional Jakarta yang disebut Aksi 212 atau dalam julukan yang lebih umum Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 mendorong penyelidikan intelektual tentang masa depan Islam dan politik di Indonesia. Pola lakunya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan jumlah pesertanya yang sangat besar mengundang pertanyaan akademis untuk mengungkap dampaknya dan hal-hal yang ada di balik fenomena tersebut. Studi ini secara khusus mencoba untuk menggali aspek pemaknaan (meaning-making) dari aksi tersebut dengan menggunakan pendekatan teori gerakan sosial. Studi ini berpendapat bahwa konstruksi identitas kolektif memainkan peran sentral dalam keberhasilan para aktivis gerakan tersebut dalam memobilisasi kelompok masa Muslim yang beragam untuk melancarkan oposisi keras mereka terhadap negara. Penelitian ini mempertimbangkan fakta-fakta latar belakang keragaman luar biasa Islam Indonesia yang membuat konstruksi identitas menjadi berat dalam aksi tersebut. Pentingnya identitas kolektif bertumpu pada kenyataan bahwa klaim atas representasi seluruh Islam memberikan kuasa berupa otoritas keagamaan. Beban kerja identitasnya yang berat, lebih lanjut, menghasilkan proses yang sulit melalui negosiasi yang alot dan kompromistis. Studi ini menemukan bahwa kunci dari proses ini adalah pengembangan kesamaan dan perbedaan baik dalam konteks internal maupun eksternal. Kerja-kerja membangun kesamaan dan perbedaan berlangsung secara tumpang tindih, simultan dan beririsan dengan konteks internal dan eksternal yang secara aktif ikut mempertajam proses tersebut. Di satu sisi, kerja membangun kesamaan ini dilakukan untuk secara internal mengkonsolidasikan faksi-faksi Islam yang beragam dan pada saat yang sama untuk menjembatani platform bersama mereka dengan pihak luar. Di sisi lain, kerja-kerja menegaskan perbedaan dilakukan untuk menegaskan batas-batas yang jelas antara Islam dan non-Islam. Selain itu, perbedaan itu penting bagi para aktivis untuk membangun citra latar belakang mereka yang beragam. Studi ini khususnya dilakukan untuk memperkaya studi sebelumnya yang tidak memiliki perhatian pada aspek identitas dan dalam konteks yang lebih luas untuk memperkaya upaya untuk membangun karakter Aktivisme Islam yang kesimpulannya masih belum didukung oleh data yang mumpuni. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, dokumentasi, observasi, dan data sekunder untuk tujuan ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library