Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Janis Ramadhanti Saputri
"Komik adalah media yang dapat dinikmati semua orang segala usia, dan meskipun beberapa komik memiliki batasan usia, Kisah Hidup Paman Gober adalah komik dengan target pembaca tua dan muda. Karena komik tersebut berkisah tentang perjalanan kesuksesan Gober Bebek, komik tersebut menampilkan agresivitas baik secara fisik melalui kekerasan dan ekspresi wajah dan juga secara verbal melalui penggunaan bahasa yang kasar. Tujuan dari studi ini adalah (1) untuk menganalisa prosedur penerjemahan yang digunakan dalam komik Kisah Hidup Paman Gober dan (2) hubungannya dengan aspek visual komik tersebut. Studi ini menggunakan teori prosedur penerjemahan Vinay dan Darbelnet (1958/1998) dengan basis teori yang diajukan Ljung (2011) dan Ford (2016) mengenai penggunaan bahasa kasar. Studi ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dan data bahasa kasar yang digunakan dibatasi berdasarkan ekspresi wajah karakter saat menggunakan bahasa kasar tersebut. Dari studi ini, dapat disimpulkan bahwa penerjemah menggunakan berbagai prosedur penerjemahan untuk menerjemahkan bahasa yang kasar, terutama prosedur penghilangan. Studi ini juga menunjukkan bahwa prosedur penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan bahasa kasar digunakan juga untuk mengurangi elemen agresivitas verbal, akan tetapi prosedur tersebut tidak mengubah niat di balik pengucapan bahasa kasar tersebut karena agresivitas yang sudah ditunjukkan melalui visual komik.

Comics are media that people of all ages can enjoy, and The Life and Times of Scrooge McDuck is a comic that targets both young and old readers. However, it depicts aggressiveness not only physically through violence and facial expression but also verbally through the usage of harsh language. The objective of this research is to analyze (1) the translation procedures that are used in the comic The Life and Times of Scrooge McDuck and (2) their correlation with the visual elements of the comic. This research uses Vinay and Darbelnet (1958/1998) theories on translation procedures by basing the utterance of harsh language on theories proposed by Ljung (2011) and Ford (2016). This research uses the qualitative descriptive method, and the data were taken by setting the limitation on the character’s facial expression at the time of the utterance of harsh language. From this research, it can be concluded that the translator utilizes many translation procedures to translate the harsh language, in particular the reduction procedure. This research also shows that translation procedures are utilized to reduce the element of verbal aggressiveness, yet the procedures that are used do not influence the intention behind the utterance as the aggressiveness is shown by the visuals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Atmadinata
"Komik Tintin merupakan salah satu komik asal Belgia yang paling terkenal di seluruh dunia. Hergé pertama kali menerbitkan serial komik ini pada tahun 1930 dengan versi hitam-putih yang mengangkat cerita petualangan Tintin sebagai karakter utama yang berprofesi sebagai wartawan untuk harian Le Petit Vingtième dalam edisi Tintin au pays des Soviets. Mengingat bahwa pada tiap edisinya Hergé mengangkat cerita dengan latar yang berbeda-beda dari berbagai belahan dunia, tentu terdapat unsur-unsur budaya spesifik yang turut disinggung dalam komik. Di Indonesia sendiri terdapat dua penerbit yang menerjemahkan serial komik ini yaitu Indira dan Gramedia. Penelitian ini membahas perbandingan kualitas terjemahan Komik Tintin edisi Tintin au pays des Soviets dari kedua penerbit menggunakan metode kualitatif dengan fokus istilah budaya. Dalam menentukan batasan istilah budaya pada penelitian ini, digunakan teori dari Newmark (1988) mengenai kategorisasi istilah-istilah budaya yang biasa ditemukan dalam penerjemahan. Klasifikasi strategi penerjemahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Mona Baker (1992). Berdasarkan klasifikasi itu, ditemukan bahwa Indira memiliki kesulitan dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya ketika dibandingkan dengan Gramedia. Lebih lanjut, dengan parameter kualitas terjemahan Nababan, Nuraeni & Sumardiono (2012) ditemukan bahwa hasil terjemahan dari Indira lebih alamiah dan lebih mudah dipahami oleh pembaca dibandingkan dengan hasil terjemahan Gramedia yang meskipun akurat, namun pesan yang ingin disampaikan kurang alamiah dan lebih sulit untuk dipahami oleh pembaca. Secara umum dapat dikatakan bahwa Indira memiliki hasil terjemahan dengan kualitas yang lebih unggul.

The Tintin comics are among the most famous Belgian comics in the world. Hergé first published this comic series in 1930 in a black-and-white version featuring the adventures of Tintin as the main character who works as a journalist for the daily Le Petit Vingtième in the Tintin au pays des Soviets edition. Bearing in mind that in each edition Hergé presents stories with different backgrounds from various parts of the world, naturally there are specific cultural elements that are also mentioned in the comics. In Indonesia, there are two publishing houses that have translated this comic series, namely Indira and Gramedia. This study discusses the comparison of the translation quality of the Tintin au pays des Soviets edition of the Tintin comic from the two publishers using a qualitative method with a focus on cultural terms. The theory from Newmark (1988) regarding the categorization of cultural terms commonly found in translation is applied in determining the boundaries of cultural terms in this study. The classification of the translation strategy used in this study is the classification proposed by Mona Baker (1992). The findings show that based on the classification, Indira had difficulties in translating cultural terms compared to Gramedia. Furthermore, based on the translation quality parameters of Nababan, Nuraeni & Sumardiono (2012), the findings show that Indira's translation is more natural and easier for readers to understand than Gramedia's translation, which although accurate, the message to be conveyed seems less natural and more difficult for readers to comprehend. In general, it can be said that Indira has a superior quality translation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library