Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyuni Riyanti
"Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) merupakan industri yang relatif baru tumbuh di Indonesia, termasuk dalam industri petrokimia antara dan merupakan bahan baku dari industri benang polyester, botol plastik, plastik film dan nylon tire cord. Sampai saat ini di Indonesia sudah ada 5 perusahaan produsen PTA yaitu PT. Pertamina (1986), PT. Mitsubishi Chemical Indonesia (1994), PT. Polysindo Eka Perkasa (1997), PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia (1997) dan PT. Polyprima Karyareksa (1997).
Bahan baku utama industri PTA adalah nafta dan kondensat yang merupakan hasil pengolahan kilang minyak bumi yang mengalami proses reforming sehingga dihasilkan paraxylene, selanjutnya paraxylene direaksikan dengan acetic acid maka dihasilkan PTA. Pengembangan industri PTA diharapkan akan memberikan keuntungan berganda bagi pembangunan nasional yang sangat berarti dibandingkan apabila potensi sumber daya migas hanya dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor.
Melihat sumber daya migas dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki Indonesia, produk PTA dapat dikatakan mempunyal keunggulan komparatif di pasar internasional, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk PTA Indonesia yang akan berdampak pada penghematan dan perolehan devisa.
Penefitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi daya saing produk PTA Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan serta memberikan alternatif strategi bagi peningkatan daya saing industri PTA Indonesia.
Penentuan posisi daya saing produk PTA Indonesia dilakukan melalui perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan penentuan strategi menggunakan teknik Proses Hirarki Analitik (PHA) dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing menurut Diamond Porter's. Disamping itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui sensitif tidaknya suatu hirarki terhadap perubahan prioritas.
Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa RCA rata-rata produk PTA Indonesia dari tahun 1996 -- 2001 adalah 7,18 dan faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan daya saing industri PTA berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Kebijakan pemerintah (komitmen nasional, iklim usaha kondusif, kebijakan negara tujuan ekspor dan kebijakan negara pesaing); Kondisi permintaan (permintaan dalam negeri, pangsa pasar dunia dan permintaan ekspor); Industri terkait dan pendukung (kekuatan industri pemasok bahan baku, kekuatan industri pengguna PTA, dan kekuatan industri bahan penolong); Kondisi faktor (kemampuan SAM, kodisi permodalan, kekayaan SDA, infrastnrtur, dan sumber daya IPTEK); Strategi, struktur dan persaingan (struktur industri, persaingan industri, informasi pasar. promosi ekspor dan kualitas produk); dan Kesempatan (era perdagangan babas, kurs mata uang dan blok perdagangan).
Pelaku yang diharapkan dapat lebih berperan aktif adalah pemerintah, industri, industri pemasok, industri pengguna, lembaga keuangan, negara passing dan negara tujuan ekspor. Dengan pnorttas tujuannya adaiah peningkatan daya saing, penghematan dan perolehan devisa serta pertumbuhan dan perluasan pasar.
Aternatif strategi yang diprioritaskan adalah strategi genet keunggulan biaya menyeluruh dengan penekanan pada pemanfaatan sumber daya migas bagi bahan baku industri dan pemantapan struktur industri yang terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi.
Untuk mencapai keberhasilan ini, diperlukan komitmen nasional bagi pengembangan industri PTA khususnya mengenai kebijakan penyediaan bahan baku, melalui pengaturan target produksi produk-produk pengilangan migas, khususnya nafta serta alokasi penggunaan dan penjualannya, dengan tujuan agar kebutuhan akan bahan baku dapat semaksimal mungkin dipasok dari hasil produksi dalam negeri sehingga produk PTA Indonesia dapat berjaya di pasar lokal dan bersaing di pasar global."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Bagaskoro Sugoto
"Indonesia dengan penduduk kurang lebih 202 juta merupakan salah satu pasar yang potensial di dunia. Hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru mempunyai peran dalam mengubah gaya hidup masyarakat. Jakarta sebagai Ibukota negara saat ini memiliki jumlah penduduk sekitar 9 juta. Dan di siang hari jumlah ini dapat meningkat menjadi 11 juta penduduk. Berdasarkan data di atas sebenarnya pengusaha dalam negeri mempunyai pasar domestik yang cukup besar untuk memasarkan produk-produknya.
Industri peritelan omsetnya pada tahun 1996 mencapai angka Rp. 7 triliun, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 20% (bila tingkat pertumbuhan ini dapat dipertahankan) maka pada tahun 2003 omset industri ini akan mencapai Rp. 16 triliun. Bidang usaha yang semula hanya dianggap mainan, kini menjadi bidang usaha yang layak diperhitungkan karena mempunyai prospek yang menjanjikan. Bila suatu pusat perbelanjaan mampu menguasai 25% pangsa pasar maka omset yang mampu diraihnya adalah Rp. 4 triliun (angka yang cukup besar tentunya). Selain itu mulai PELITA VII nanti, Presiden Soeharto mentargetkan sektor pariwisata menjadi penghasil devisa terbesar di luar minyak bumi dan gas alam.
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis posisi PASARAYA dalam menangkap peluang pasar yang ada. Di samping harus menghadapi sejumlah tantangan seperti kekurangkonsistenan para birokrat dalam mengimplementasikan peraturan yang telah dibuatnya. Kendala lain yang lebih besar akan dihadapi adalah era perdagangan bebas AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 2003. Pada era ini hambatan yang sifatnya tariff terutama maupun non-tariff harus dihapuskan. Jalannya era perdagangan bebas (terutama barang dan jasa) ini akan diawasi dengan ketat oleh WTO (World Trade Organization) suatu badan yang dibentuk bersama oleh 117 negara.
PASARAYA yang sudah 24 tahun memiliki pengalaman dalam mengelola usaha peritelan, saat ini mempunyai aset sekitar Rp. 1,5 triliun dan memperkerjakan pegawai sekurang-kurangnya 5.000 pegawai. Dari data kinerja, tampak prestasinya tidak sejalan dengan usia yang ada. Untuk itu dalam penelitian ini akan memotret faktor-faktor yang kiranya memperlambat pertumbuhan Pusat Perbelanjaan ini. Analisisnya akan menggunakan pendekatan McKinsey General Electric, pendekatan ini sekaligus dapat memvisualisasikan posisi Pusat Perbelanjaan PASARAYA sekarang dan pada masa yang akan datang. Selain itu untuk mendukung penelitian ini, dilakukan juga riset ke para pembelanja yang sering datang ke pusat-pusat perbelanjaan. Dari mereka yang ingin didapat adalah pengalaman yang mereka pernah alami dan harapan yang ada terhadap Pusat Perbelanjaan ini.
Strategi yang digunakan adalah membenahi kembali arah usaha dan investasi SDM, sehingga segala yang berkaitan dengan usaha peritelan dapat ditangani oleh pegawai yang menjiwai dan kompeten di bidangnya. Di samping itu keunggulan yang selama ini ada yakni mengelola kerajinan dan batik perlu diberdayakan kembali."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Dzaki Saputra
"Pertumbuhan transaksi digital di Indonesia semakin tinggi tiap tahunnya. Peluang tersebut dilirik oleh perusahaan bank di Indonesia untuk menyediakan layanan perbankan digital yang bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan transaksi digital dari waktu ke waktu. Pertumbuhan itu membuat intensitas kompetisi di dalam industri bank digital semakin tinggi sehingga dynamic capabilities dibutuhkan untuk merespons tingginya tingkat kompetisi yang ada. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempermudah (enabling factors) munculnya dynamic capabilities serta praktik dynamic capabilities pada perusahaan bank digital di Indonesia. SeaBank sebagai perusahaan bank digital yang telah berhasil menduduki posisi tertinggi di dalam industri bank digital pada 2022 dipilih oleh peneliti sebagai sampel dalam penelitian ini. Data yang didapatkan setelah mewawancarai lima informan yang memiliki jabatan tinggi kemudian dianalisis menggunakan tabel coding. Hasil yang ditemukan adalah external enabling factors memicu munculnya dynamic capabilities melalui berbagai aktivitas linear yang terhubung dengan dimensi sensing, seizing, dan reconfiguring. Aktivitas linear yang dilakukan oleh SeaBank juga terbantu oleh faktor yang berasal dari dalam perusahaan. Secara utuh, semua proses yang berlangsung membantu SeaBank untuk menduduki posisi tertinggi di dalam industri bank digital 2022 yang tercermin dari performa keuangan yang sehat.

The growth of digital transactions in Indonesia is increasing every year. The opportunity is then seized by Indonesia’s digital banks to serve digital banking services that accelerate the growth of digital transactions. That rapid growth has created high competitive intensity in the industry. In that condition, dynamic capabilities in digital banks are needed to cope with the industry’s competition. This qualitative research is intended to analyze the enabling factors of dynamic capabilities and also the practice of it in digital banks. As a digital bank that has led the Indonesia’s bank digital industry in 2022, SeaBank is chosen by the researcher as a sample. The data that was obtained after interviewing five executives was analyzed using the coding table. The results show that external enabling factors triggers the practice of dynamic capabilities in SeaBank through sensing, seizing, and reconfiguring activities. Those activities were also supported by the internal enabling factors that came from the company. As a whole, the dynamic capabilities process has helped SeaBank to become the market leader of Indonesia’s digital banks in 2022 and it’s reflected from SeaBank’s healthy financial report.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library