Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeihan Tabina Larasati
"ABSTRAK
Sebagai sebuah industri konsorsium, Airbus sudah selayaknya dikelola secara adil oleh keempat negara anggotanya yaitu Prancis, Jerman, Inggris dan Spanyol. Namun pada kenyataannya, dugaan adanya dominasi Prancis dirasakan oleh Inggris, Jerman dan Spanyol sejak perusahaan Airbus Group berdiri hingga saat ini. Dalam beberapa kesempatan, ketiga negara tersebut seringkali secara implisit mengungkapkan bahwa Prancis dirasa memiliki kuasa yang lebih dalam menjalankan perusahaan ini. Penelitian ini berupaya membuktikan bahwa dominasi Prancis terlihat dari berbagai bentuk, mulai dari pemilihan Prancis sebagai pusat produksi Airbus, hingga banyaknya jajaran direksi yang diduduki oleh tokoh-tokoh asal Prancis.

ABSTRACT
As a consortium industry, Airbus should be managed equally by its four member countries France, Germany, Britain and Spain. In reality, however, allegations of French dominance have been felt by Britain, Germany and Spain since Airbus Group 39 s company stands until today. On several occasions, the three countries often implicitly disclose that France is perceived to have more power in running the company. This study proved that French dominance does exist in various forms, ranging from French position as Airbus rsquo production centers and headquarter to the many ranks of directors occupied mostly by French figures."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nungki Indrianti
"ABSTRAK
Capaian inovasi dari setiap negara tergantung dari besarnya interaksi antar
aktor dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek, yaitu akademisi, bisnis dan
pemerintah. Pemerintah (Kementerian Riset dan Teknologi) mendorong interaksi
tersebut berdasarkan konsep triplehelix dalam bentuk konsorsium riset vaksin
Hepatitis B. Tesis ini berkontribusi dalam memahami pembentukan dan
pengembangan kelembagaan konsorsium riset serta pola hubungan antar lembaga
yang terlibat didalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan analisis data deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelembagaan
konsorsium riset berkembang baik berdasarkan aspek doktrin, struktur internal,
kepemimpinan, program kerja, dan sumber daya yang dimiliki oleh konsorsium
riset tersebut. Sinergi antara akademisi, bisnis dan pemerintah (ABG) belum
optimal karena masih terdapat batas-batas antar lembaga seperti perbedaan sudut
pandang yang berbeda dalam pengelolaan keuangan riset antar institusi dan
ketidaksesuaian pencairan anggaran dengan proses riset. Kerja sama riset antar
akademisi, bisnis dan pemerintah akan berjalan lebih efektif jika akademisi dan
bisnis lebih aktif berpartisipasi dalam berbagai program penelitian yang didesain
oleh pemerintah disertai dengan kepastian dukungan kebijakan dan anggaran dari
pemerintah.

ABSTRAK
The achievement of innovations in a nation depends on how great the interactions
among the actors such as Government, Business and Academics in mastering and
utilizing the science and technology. Government (the Ministry of Research and
Technology) encourages the interactions based on the concept of triple helix in the
form of a consortium of Hepatitis B vaccine research. This thesis contributes to
the understanding of the formation and development of consortium institutional
research as well as the patterns of relationships between institutions involved in it.
This research is using a qualitative approach with descriptive data analysis. The
result of analysis shows that institutional consortium research is well-developed
based on the aspect of the doctrine, internal structure leadership, work programs,
and resources owned by a consortium of the research. The synergy between the
academic, the business and the government (ABG) not optimally yet due to the
boundaries between the institutions such as the difference in points of view in the
financial management among the institutions and the discrepancy of budget
liquidation with the research process. The research partnership among academics,
business and Government shall be effective if academicians and business more
active participating in various research programmes followed by the certainty of
the government that is supporting the policies and budget"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Enggar Fiasti
"Ketersediaan energi menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia, namun saat ini produksi energi masih bergantung pada konsumsi bahan bakar fosil. Meningkatnya permintaan energi yang disertai dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil, menyebabkan ketertarikan untuk mencari sumber energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satunya melalui penggunaan sistem berbasis biologis, yaitu Microalgae-Microbial fuel cell (MmFC). Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC) merupakan perangkat biokimia yang memanfaatkan,proses fotosintesis mikroalga untuk mengubah energi matahari menjadi listrik melalui reaksi metabolisme simultan dengan bakteri. Bakteri yang digunakan pada sistem ini dapat berupa kultur murni ataupun kultur campuran yang berasal dari limbah. Berangkat dari kondisi tersebut maka terdapat 2 optimasi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu optimasi jenis bakteri (bakteri indigenous limbah tempe dan bakteri Acetobacter aceti) dan optimasi waktu inkubasi limbah tempe (0 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari). Kinerja MmFC pada optimasi jenis bakteri ditinjau berdasarkan power density, sedangkan pada optimasi waktu inkubasi limbah tempe ditinjau berdasarkan power density dan bioremediasi limbah (%penurunan BOD dan COD). Hasil optimasi jenis bakteri, menunjukkan bahwa bakteri indigenous limbah tempe memberikan nilai power density lebih besar daripada bakteri A. aceti (PDmaks = 812,746 mW/m2; PDrata-rata = 438,310 mW/m2). Sementara itu, hasil optimasi waktu inkubasi limbah tempe, menunjukkan bahwa inkubasi limbah tempe selama 14 hari merupakan waktu inkubasi yang paling optimal ( PDmaks = 1146,876 mW/m2; PDrata-rata = 583,491 mW/m2; %penurunan COD = 46,011%; %penurunan BOD = 47,172%)

The availability of energy is an essential need for human life, but currently, energy production still depends on the consumption of fossil fuels. The increasing energy demand, accompanied by the decrease of fossil fuel reserves, has caused interest in finding sustainable and environmentally friendly renewable energy sources. One of them is through the use of a biological-based system, namely Microalgae-Microbial fuel cell (MmFC).Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC) is a biochemical device that utilizes the photosynthetic process of microalgae to convert solar energy into electricity through simultaneous metabolic reactions with bacteria. The bacteria used in this system can be pure cultures or mixed cultures from waste. Based on these conditions, there are 2 optimizations carried out in this research, namely optimization of the type of bacteria (indigenous bacteria of tempeh waste and Acetobacter aceti bacteria) and optimization of incubation time of tempeh waste (0 days, 3 days, 7 days, and 14 days). The performance of MmFC on the optimization of bacterial species was reviewed based on the power density, while the optimization of incubation time for tempeh waste was reviewed based on the power density and waste bioremediation (% decrease in BOD and COD). The results of the optimization of the type of bacteria showed that the indigenous bacteria of tempeh waste showed a power density value greater than that of A. aceti bacteria (PDmax = 812.746 mW/m2; PDaverage = 438.310 mW/m2). Meanwhile, the optimization results of tempeh waste incubation time showed that incubation of tempeh waste for 14 days was the most optimal incubation time (PDmax = 1146.876 mW/m2; PD average = 583,491 mW/m2; % decrease in BOD = 46.011%; % decrease in COD = 47.172%)"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Safrianti
"Perkembangan Teknologi Informasi (TI) telah memberikan banyak kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan. Satu aspek penting yang menjadi kebutuhan setiap manusia adalah pendidikan. Melalui teknologi informasi, pendidikan jarak jauh atau Distance Learning dapat diselenggarakan dalam beragam model dengan pemakaian media dan teknologi yang beragam pula. Salah satu media yang banyak digunakan adalah media internet dengan pertumbuhan yang sangat pesat di seluruh belahan dunia.
Tesis ini akan membahas perencanaan strategis Distance Learning melalui media internet di Indonesia. Institusi pendidikan tinggi sebagai pihak penyelenggara Distance Learning dapat mengadakannya dalam tiga model yaitu: Single Mode, Dual Mode atau Model Konsorsium. Dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kesiapan penyelenggara, maka model yang menurut perkiraan paling efektif untuk diterapkan di Indonesia adalah model Konsorsium. Melalui model ini, penyelenggaraan Distance Learning dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi bekerja sama dengan institusi lain.
Berdasarkan segmentasi pengguna jasa Distance Learning maka model Konsorsium dikembangkan menjadi tiga model yaitu: Model A (Kelas Terbatas), Model B (Kelas Singkat) dan Model C (Kelas Terpadu). Ketiga model dianalisis untuk mengetahui kondisi/posisi masing-masing dan merumuskan strategi yang akan diterapkan dengan menggunakan alat bentu analisis matrik IFAS dan EFAS, matrik Internal Eksternal (IE), matrik SWOT dan matrik Grand Strategy.
Analisis memperlihatkan bahwa Model A berada pada kondisi Growth (sel 1) yaitu strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal, sehingga strategi utamanya adalah kuadran 1 (strategi S-0). Model B berada pada kondisi Growth (sel 5) yaitu strategi konsentrasi dengan integrasi horizontal, dengan strategi utama pada kuadran 2 (strategi S-T). Model C juga berada pada kondisi Growth (sel 8) yang berarti menggunakan strategi diversifikasi konsentrik, dengan strategi utama pada kuadran 2 (strategi S-T).

Information Technology (IT) development has given many lightness in every aspect of life. An important aspect that becomes human need is education. Over the information technology distance education or distance learning can be implemented in various models with various technology and media. One of the most used media is internet with a very rapid growth rate all over the world.
This thesis will discuss strategic plan of distance learning over internet media in Indonesia. Higher education institution as the service provider can implement distance learning in three models, i.e. Single Mode, Dual Mode or Consortium Mode. After due consideration of environmental condition and service provider readiness, the most effective model predicted to be implemented in Indonesia is consortium mode. Through this model, distance learning carry out by higher education institution cooperate with other institution/party.
Based on distance learning user segmentation, Consortium Mode developed into three models, i.e. Model A (Limited Class), Model B (Short Class) and Model C (Integrated Class). These Three models analyzed to find each condition/position and formulate the strategy to be implemented; with tools analysis used are EFAS and IFAS matrix, Internal External matrix (IE), SWOT matrix and Grand Strategy matrix.
Analysis showed that Model A position is Growth in cell 1 (concentration strategy through vertical integration), thus the grand strategy is in quadrant 1 (S-0 Strategy). Model B condition is Growth in cell 5 (concentration strategy through horizontal integration) and the grand strategy is in quadrant 2 (S-T Strategy). Model C is in cell 8, Growth condition too (Concentric diversification strategy) with the grand strategy is in quadrant 2 (S-T Strategy).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T7990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisa Amalia
"Indonesia merupakan produsen tepung tapioka terbesar kedua di Asia dengan ekspor mencapai 122 juta USD pada tahun 2021. Pertumbuhan industri ini meningkatkan masalah limbah cair, yang turut dihasilkan saat produksi tepung tapioka dilakukan. Limbah cair dapat mencapai 15-21 m³ per ton singkong dengan kadar sianida mencapai 44,40 mg/L. Berbagai teknologi telah digunakan untuk mendegradasi sianida dalam limbah cair tapioka, namun masih ada kekurangan dari segi teknis maupun ekonomi. Microbial Fuel Cell (MFC) adalah teknologi alternatif yang dapat mengatasi kekurangan ini. MFC dapat mendegradasi limbah sekaligus memproduksi listrik. Penelitian ini mengeksplorasi potensi degradasi sianida dalam limbah cair tapioka menggunakan MFC kompartemen ganda dengan variasi konsentrasi awal sianida dan jenis larutan elektrolit. Hasil menunjukkan degradasi sianida terbesar terjadi pada konsentrasi 20,50 mg/L sebesar 53,17 ± 14,85% dan degradasi terkecil pada konsentrasi 41,50 mg/L sebesar 23,13% ± 4,12%. Perbedaan degradasi disebabkan oleh keracunan bakteri oleh sianida. Produksi listrik bervariasi, pada variasi konsentrasi awal didapatkan tegangan maksimum 96,45 mV dan densitas daya 2048,82 μW/m² pada konsentrasi 20,50 mg/L. Sedangkan, pada variasi larutan elektrolit tegangan maksimum adalah 64,81 mV dengan densitas daya 925,04 μW/m² pada KMnO4. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi yang lebih efisien dalam mendegradasi sianida pada limbah cair tapioka.

Indonesia is the second-largest producer of tapioca starch in Asia, exporting 122 million USD in 2021. The industry's growth has led to an increase in wastewater production, reaching 15-21 m³ per ton of cassava used dan cyanide levels up to 44.40 mg/L. Various technologies have been applied to degrade cyanide in tapioca wastewater, dan still encountered technical dan economic limitations. A microbial fuel cell (MFC) offers an alternative technology that addresses the issues of waste degradation dan simultaneous production of electricity. This study investigates cyanide degradation in tapioca wastewater using a dual-chamber MFC, with variations in the initial cyanide concentration dan types of electrolyte solutions. The highest cyanide degradation occurred at the concentration of 20.50 mg/L, with a 53.17 ± 14.85%. In contrast, the lowest cyanide degradation was observed at 41.50 mg/L, with degradation percentage reaching 23.13% ± 4.12%. These differences of degradation are attributed to cyanide poisoning of the bacteria. The electricity produced varied within variation. At a cyanide concentration of 20.50 mg/L, the maximum voltage was 96.45 mV with a power density of 2048.82 μW/m². In contrast, with KMnO4 as the electrolyte, the maximum voltage was 64.81 mV with a power density of 925.04 μW/m². These findings may contribute to the development of a more efficient cyanide degradation technologies for tapioca wastewater."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Hamdan
"Pandemi COVID-19 menyebabkan penggunaan obat-obatan seperti parasetamol (PCT) terus meningkat. Peningkatan konsumsi ini menyebabkan munculnya senyawa PCT di perairan Angke dan Ancol sebesar 0,42 µg/L dan 0,61 µg/L. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi degradasi PCT pada lingkungan anoda sistem Microbial Fuel Cell (MFC) menggunakan konsorsium bakteri lumpur Danau Mahoni Universitas Indonesia. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi awal PCT dan pH lingkungan anoda. Hasil menunjukkan bahwa terdapat degradasi PCT pada sistem ini dalam waktu 72 jam. Degradasi PCT sebesar 13,47±1,09%; 11,02±5,43%; dan 28,54±18,84% diperoleh untuk variasi konsentrasi awal 10,21; 20,24; dan 31,45 mg/L. Degradasi PCT juga diperoleh pada variasi pH lingkungan anoda 5,8; 7,0; dan 8,2 sebesar 31,31±3,54%; 11,02±5,43%; dan 48,69±0,86%. Analisis komunitas mikroba juga dilakukan menggunakan metode Next Generation Sequencing (NGS) 16s rRNA dan ditemukan bahwa bakteri yang berperan dalam mendegradasi PCT adalah Burkholderia sp. Hasil ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi yang efisien dalam menghilangkan PCT pada air limbah farmasi.

The COVID-19 pandemic has caused the use of drugs such as paracetamol (PCT) to continue to increase. This increase in consumption led to the emergence of PCT compounds in the waters of Angke and Ancol of 0.42 µg/L and 0.61 µg/L. This study aims to study the potential for PCT degradation in the anode environment of the Microbial Fuel Cell (MFC) system using a consortium of University of Indonesia Lake Mahoni mud bacteria. Experiments were carried out by varying the initial concentration of PCT and the pH of the anode environment. The results show that there is PCT degradation in this system within 72 hours. PCT degradation of 13.47 ± 1.09%; 11.02±5.43%; and 28.54 ± 18.84% obtained for variations in the initial concentration of 10.21; 20.24; and 31.45 mg/L. PCT degradation was also obtained at various pH of the anode environment 5.8; 7.0; and 8.2 of 31.31 ± 3.54%; 11.02±5.43%; and 48.69 ± 0.86%. Microbial community analysis was also carried out using the Next Generation Sequencing (NGS) 16s rRNA method and it was found that the bacteria that played a role in degrading PCT was Burkholderia sp. These results used to develop efficient technologies for removing PCT in pharmaceutical wastewater."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Nita Suliyanti
"Practical Byzantine Fault Tolerance (PBFT) adalah algoritma konsensus yang digunakan dalam consortium blockchain. Jenis blockchain ini menyediakan platform yang menghubungkan sekelompok peserta yang saling terkait ini. Hal ini sesuai  untuk implementasi pertukaran informasi Building Information Modeling (BIM) yang merupakan representasi digital dari karakteristik fisik dan fungsional dari suatu bangunan. Pertukaran informasi ini melibatkan banyak pihak seperti pemilik bangunan, kontraktor, sarjana konstruksi, sarjana listrik, manager lokasi dan banyak dokumen BIM. Pihak-pihak ini dapat mempunyai konflik satu sama lain dan dapat menyebabkan bahaya, untuk itu lebih baik menggunakan algoritma PBFT. Algoritma ini dapat memberikan toleransi sampai dengan 1/3 node yang berbahaya/rusak. Namun, algoritma ini mempunyai karakteristik yaitu membutuhkan komunikasi intensif antar node, yang membatasi skalabilitas dan kinerjanya.
Solusi yang diusulkan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan algoritma konsensus baru Byzantine Fault Tolerance dengan struktur hirarki network double-layer (Double-layer Byzantine Fault Tolerance). Stuktur hirarki network dapat mengurangi penggunaan bandwidth dan tekanan komunikasi antar peer. Pada struktur ini terdapat dua lapisan node. Node di lapisan pertama mengirimkan pesan pada beberapa node di lapisan kedua. Setiap node pada lapisan pertama terhubung dan membentuk kelompok dengan beberapa node pada lapisan kedua dan saling berkomunikasi. Setiap kelompok ini menjalankan algoritma Byzantine Fault Tolerance untuk mencapai subkonsensus. Konsensus akhir didapatkan dengan menggabungkan subkonsensus pada lapisan pertama dan semua subkonsensus di tiap kelompok. Hasil penelitian menunjukkan algoritma ini dapat meningkatkan skalabilitas dengan mengurangi jumlah pertukaran pesan antar node sebesar 84% dan waktu untuk mencapai konsensus sebesar 70% dibanding dengan struktur network peer-to-peer.

Practical Byzantine Fault Tolerance (PBFT) is a consensus algorithm used in a consortium blockchain. This type of blockchain provides a platform that connects a group of interrelated participants. This is suitable for the implementation of Building Information Modeling (BIM) information exchange, which is a digital representation of the physical and functional characteristics of a building. The information exchange involves many parties such as building owners, contractors, construction engineers, electrical engineers and site managers and BIM-related documents. These parties may have conflicts with each other and can cause harm. Thus, it would be better to use the PBFT algorithm. This algorithm tolerates up to 1/3 malicious/faulty nodes. However, this algorithm has inherent characteristic that it requires intensive communication between nodes, which limits its scalability and performance.
The proposed solution is to use a new consensus algorithm Byzantine Fault Tolerance with a double-layer network hierarchy structure called Double-Layer Byzantine Fault Tolerance (DLBFT). The hierarchical structure of the network can reduce bandwidth usage and peer communication stress. This structure consists of two layers of nodes. Nodes in the first layer send messages to several nodes in the second layer. Each node in the first layer is connected and forms a group with several nodes in the second layer and communicates with each other. Each group runs the Byzantine Fault Tolerance algorithm to reach a subconsensus. The final consensus is obtained by combining the subconsensus in the first layer and all subconsensus in each group. The results show that this algorithm can improve scalability by reducing the number of messages exchanged between nodes by 84% and the time to reach consensus by 70% compared to peer-to-peer network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najwa Eliva
"Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, dan merah pada tumbuhan. Karotenoid dikenal karena pigmentasinya, memiliki sifat antioksidan serta memberikan banyak manfaat terhadap kesehatan. Meskipun dapat diproduksi secara kimiawi, karotenoid alami lebih diminati karena tidak menghasilkan efek samping terhadap kesehatan. Salah satu sumber bahan alam yang dapat memproduksi karotenoid adalah mikroalga. Karena fleksibilitasnya, mikroalga memiliki potensi yang besar sebagai sumber karotenoid sehingga upaya optimasi kultivasi mikroalga banyak dilakukan. Pada kultivasi mikroalga, terdapat beberapa faktor yang penting untuk dikonsiderasi, salah satunya adalah cahaya. Penggunaan cahaya yang optimal akan meningkatkan laju fotosintesis sehingga pertumbuhan sel turut mengalami peningkatan. Seiring meningkatnya pertumbuhan mikroalga, fenomena self-shading dapat terjadi sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan produksi biomassa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peningkatan intensitas cahaya yang disesuaikan dengan kerapatan sel mikroalga dapat dilakukan. Pada penelitian ini digunakan konsorsium mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis karena keduanya merupakan sumber karotenoid yang potensial. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada rasio konsorsium 1:1, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,39 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,9 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 1:2, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,49 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 2,01 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 2:3, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,33 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,81 g/L dengan cahaya konstan. Pada monokultur Spirulina platensis, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 1,51 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,35 g/L dengan cahaya konstan. Melihat peningkatan perolehan biomassa kering, dapat disimpulkan bahwa fenomena self-shading dapat diatasi. Kandungan karotenoid yang terkandung dari mikroalga diperoleh sebesar 0,084 – 0,099 mg/g biomassa kering, dan peningkatan intensitas cahaya tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan pada peningkatan kandungan karotenoid.

Carotenoid is a group of pigment that gives colours such as yellow, orange, and red to wide range of plants. Carotenoid is widely known for its pigmentation, antioxidant activity and lots of benefits for health. Although it can be produced synthetically, natural carotenoid is preferable because it doesn’t give additional side effects for health. One of many natural sources that can produce carotenoids is microalgae. Due to its flexibility, microalgae is stated as a very potential source of carotenoid, leading to many researches are carried out to optimize microalgae cultivation. There are several factors to consider during microalgae cultivation, one of them is light utilization. Optimal light intensity will increase photosynthetic rate and microalgae growth rate. However, the increase in microalgae growth rate can lead to a phenomenon called self-shading, that can reduce microalgae growth rate and biomass production. To overcome this problem, periodic increase in light intensity can be applied. In this study, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis consortium is used. From the conducted study, it is known that in the ratio of 1:1, increasing light intensity results in 2,39 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,9 g/L dry biomass. In the ratio of 1:2, increasing light intensity results in 2,49 g/L dry biomass and constant light intensity results in 2,01 g/L dry biomass. In the ratio of 2:3, increasing light intensity results in 2,33 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,81 g/L dry biomass. In Spirulina platensis monoculture, increasing light intensity results in 1,51 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1.35 g/L dry biomass. The results indicate that the self-shading phenomenon can be overcome. The carotenoid content in microalgae is reported reached 0,084 – 0,099 mg/g dried biomass, and the increasement of light intensity didn’t give a significant effect in increasing carotenoid content."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafsah Afifah Tamimi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai kemampuan degradasi kultur campuran konsorsium yang mengandung bakteri Dehalococcoides dalam mendegradasi B3 berupa senyawa PCE dan TCE. Konsorsium bakteri ditumbuhkan pada medium tercemar PCE/TCE yang divariasikan penambahan nutrisi ekstrak ragi serta sumber karbonnya asetat dan laktat. Medium yang diberikan penambahan ekstrak ragi mampu mengurai PCE dengan konsentrasi 650 M dalam kurun waktu kurang lebih 20 hari, dan TCE dengan konsentrasi 700 M dalam kurun waktu sekitar 10 hari. Selama 33 hari pengamatan, medium yang ditambahkan asetat mampu mengurai 600 M PCE hingga 85,41 dan 450 M TCE hingga 56,7. Dalam jangka waktu yang sama, medium yang ditambahkan laktat mampu mengurai 500 M PCE sebesar 80,56 dan 600 M TCE hingga 70,26. Meskipun konsorsium yang ditumbuhkan tanpa ekstrak ragi memiliki kemampuan degradasi yang lebih lambat, namun konsorsium tersebut menunjukkan rasio populasi Dehalococcoides yang lebih tinggi. Didapatkan rasio populasi bakteri Dehalococcoides pada medium yang diberi ekstrak ragi kurang dari 0,5. Rasio tersebut mampu mencapai 22-26 pada medium PCE, dan 4-13 pada medium TCE yang tidak ditambahkan ekstrak ragi. Selain itu, akumulasi produk turunan cis-DCE, t-DCE, 1,1-DCE, dna VC juga terjadi pada konsorsium yang diberi ekstrak ragi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak ragi mampu mempercepat degradasi PCE/TCE akibat stimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri dalam konsorsium, namun di sisi lain dapat menekan pertumbuhan Dehalococcoides sehingga mengakibatkan terjadinya akumulasi produk turunan PCE/TCE.

ABSTRACT
This research discussed the degradation ability of mixed culture consortium containing Dehalococcoides bacteria in degrading hazardous waste such as PCE and TCE compounds. The bacterial consortium is grown on PCE TCE contaminated medium with variation of nutrients yeast extract and carbon source acetate and lactate. The medium with yeast extract addition was able to break down PCE with 650 M concentration in approximately 20 days, and TCE with 700 M concentration in about 10 days. During 33 days of observation, the acetate amended medium was able to degrade 600 M PCE up to 85.41 and 450 M TCE up to 56.7. In the same duration, the lactate amended medium was able to break down 500 M PCE by 80.56 and 600 M TCE by 70.26. Although the consortiums grown without yeast extract has slower degradation ability, those consortiums shows a higher population ratio of Dehalococcoides. The ratio of Dehalococcoides bacteria in medium with yeast extract addition was less than 0,5, while those ratio were able to reach 22 26 for PCE, and 4 13 for TCE in mediums without yeast extract addition. Furthermore, PCE TCE daughter product such as cis DCE, t DCE, 1,1 DCE, and VC were accumulated at some point in yeast extract amended medium. Those findings indicate that yeast extract addition could accelerate the degradation of PCE TCE because the stimulation of other bacterias within consortium, but on other side, could surpress the Dehalococcoides growth resulting in accumulation of PCE TCE daughter products. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Mario Arif Budiman
"Persaingan yang semakin ketat dalam menjalankan kegiatan usaha, membuat timbulnya kecenderungan bagi pelaku usaha untuk melakukan tindakan apapun agar dapat memenangkan pasar. Tindakan-tindakan tersebut bahkan dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, khususnya pelaku usaha yang lain dan konsumen pengguna barang dan jasa. Salah satu tindakan yang dilakukan tersebut adalah tindakan monopoli, yaitu tindakan penguasaan produksi dan pemasaran barang dan jasa. Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak serta merta melarang tindakan monopoli, karena tindakan monopoli yang dilarang adalah tindakan monopoli yang memenuhi indikasi dan kriteria sebagai tindakan monopoli yang dilarang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Indikasi adanya tindakan monopoli itu tertuang dalam pasal 17 ayat (2) Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Sedangkan kriteria yang harus dipenuhi tersebut adalah tindakan yang menghilangkan persaingan dan mengakibatkan kerugian bagi kepentingan umum. Indikasi dan kriteria dari tindakan monopoli sebagai kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 harus dipenuhi dalam penunjukkan Konsorsium Asuransi TKI bernama ?Proteksi TKI? yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, untuk mengetahui apakah dalam penunjukkan tersebut telah terjadi tindakan monopoli yang dilarang atau tidak.

The increase of competition in conducting business activities raises the tendency for businessmen to perform any kind of action in order to win the market. Those actions may be detrimental to other parties, especially other businessmen and consumers. One of the actions as such is monopoly whereas the businessmen gain control over the production and marketing of goods and services. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat does not conclusively prohibit the act of monopoly provided that it does not meet the indications and criterias of the prohibited act of monopolistic practice as stated in Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Such indications of monopolistic practice are stipulated in article 17 paragraph (2) of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Furthermore, the criteria that must be met is that such action results in the elimination of competition and causes major losses for the public interest. For the purpose of determining whether there is an occurence of monopolistic practice on the appointment of the Indonesian Labors Insurance Consortium ?Proteksi TKI? headed by PT Asuransi Central Asia Raya by the Ministry of Manpower and Transmigration of the Republic of Indonesia, the indications and criterias as expressed in Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 must be met."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1292
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library