Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Balya
"Sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi merupakan somber kekayaan alam Indonesia yang yang sangat strategis dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Negara dalam bentuk Kuasa Pertambangan untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi telah membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS). BP MIGAS merupakan kepanjangan tangan Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja yang ditentukan. Dalam pelaksanaannya, BP MIGAS melakukan ikatan kerjasama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap ("Kontraktor") dalam suatu kontrak yang disebut Production Sharing Contract (Kontrak Production Sharing). Konsep yang dianut oleh Kontrak Production Sharing adalah bahwa Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan permodalan dan pendanaan atas biaya operasi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Apabila Kontraktor berhasil memasuki Fase produksi komersial maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Kontraktor dikembalikan (cost recovery) oleh Pemerintah melalui BP MIGAS. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang minyak dan gas bumi dan Kontrak Production Sharing memberikan pengaturan mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab Kontraktor. Pemerintah juga telah membuat Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral yang mengatur mengenai tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang antara lain mengatur mengenai kriteria calon Kontraktor yang dapat ditunjuk untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Kontraktor yang telah menandatangani Kontrak Production Sharing dengan BP MIGAS memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sendiri oleh Kontraktor. Namur dalam pelaksanaannya seringkali timbul permasalahan hukum berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab Kontraktor. Kontraktor seringkali menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya yang pada akhirnya banyak menimbulkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Kontraktor. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya hambatan-hambatan yang sering dihadapi Kontraktor dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dan apa solusi atau jalan keluar yang dapat dilakukan oleh Kontraktor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Sondani
"Kita patut bersyukur karena termasuk menjadi bagian dari sebuah Negara yang dilimpahi kekayaan sumber daya alam, termasuk berbagai jenis sumber daya energi seperti minyak dan gas bumi (migas). Peranan migas dalam pembangunan nasional selama ini sungguh tidak diragukan lagi. Bukan saja sebagai sumber energi di dalam negeri, tetapi juga berperan menjadi sumber penerimaan Negara dan devisa, serta bahan Baku industri nasional. Hingga lima tahun terakhir ini subsektor migas menyumbang penerimaan dalam negeri sebesar rata-rata 33,55%. Namun, selama sepuluh tahun terakhir, ekspor minyak mentah Indonesia mengalami penurunan walaupun kecil yaitu rata-rata sebesar 3,8% per tahun. Produksi minyak Indonesia mengalami penurunan jauh di bawah volume yang ditargetkan dalam APBN. Untuk menanggulangi penurunan produksi minyak Indonesia, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta mengundang investor untuk menanamkan investasinya di bidang Migas. Agar investor berminat maka perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dimana secara jelas telah diatur dalam pasal 4 bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, secara resmi kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak lagi berpedoman pada UU No 44 Prp Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan UU No 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi Negara. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002, pengawasan dan pembinaan kontrak kerja sama (KKS) atau kontrak bagi hasil yang sebelumnya dilaksanakan oleh PT Pertamina (Persero) beralih ke BP Migas. Kontrak Kerja Sama (KKS) dalam kegiatan eksplorasi dan produksi yang diperbolehkan tidak hanya sebatas bentuk Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract, tetapi dimungkinkan juga dalam bentuk Kontrak Kerja Sama lain yang Iebih menguntungkan Negara.

We make proper grateful because including becoming the part of a State which exuberant properties of natural resources, including various resource type of energy like gas and oil (Migas). Role of Migas in national development during the time really do not in doubting of again. Not only as source of energy in Country, but also share to become the source of acceptance of State and Foreign exchange. and also industrial raw material [of] National. Till this five the last year of atonal migas subsection of acceptance in energy equal to flattening - flatten 33,55 %. But, during ten the last year, Indonesia crude oil export of degradation although small that is flattening equal to 3,8 % per year. Natural Oil Indonesia production of degradation far below Volume which targeting in APBN. To overcome degradation of Indonesia oil production, need conducting activity of exploration and also invite investor to inculcate the investment of area of migas. So that enthusiastic investor hence needing in creating investment climate which is contusive. Section 33 Invitor - Elementary Invitor 1945, where clearly arranging in section 4 that gas and oil as strategic natural resources isn't it which consist in Indonesia mining right region is properties of National which mastering State. With the of Invitor No 22 Year 2001 concerning Gas and oil, officially oil business activity and gas shall no longer at UU No. 44 Prp Year 1960 concerning mining of gas and oil and of UU No.8 Year 1971 About Company Of Mine Gas and oil Public Ownership. As according to Invitor trust - Invite Migas Number 22 Year 2001 and Regulation of Government of No. 42 Year 2002, observation and Production Sharing Contract (KKS) or previous sharing holder contract in executing by PT. Pertamina ( Persero) change over to BP Migas. Contract Work. Production Sharing Contract in activity of enabled production and explorers do not only limited to form of Production Sharing Contract, but enabled also in the form of other Production Sharing Contract which more beneficial of state."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Elisabeth Carissa
"Pada akhir tahun 2015, Pemerintah mengeluarkan peraturan baru dalam bidang minyak dan gas bumi, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Di dalam peraturan ini, Pemerintah memunculkan 2 skema Kontrak Kerja Sama yang baru yaitu Kontrak Bagi Hasil Sliding Scale dan Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale. Dari kedua Kontrak Kerja Sama yang baru tersebut, yang sangat berbeda dengan Kontrak Bagi Hasil yang selama ini diterapkan di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale karena bagi hasilnya dibagi langsung dari produksi gross secara progresif berdasarkan kumulatif produksi setiap tahun dan tidak terdapat mekanisme pengembalian biaya operasi. Pemerintah dimungkinkan untuk menggunakan bentuk kontrak kerja sama lain selama kontrak kerja sama tersebut lebih menguntungkan dan memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada rakyat. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini menyimpulkan bahwa penerapan Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale ini tidak lebih menguntungkan negara jika dibandingkan dengan Kontrak Bagi Hasil karena pembagian hasil antara Pemerintah dan KKKS dalam kontrak ini dapat berubah setiap saat tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan rencana pengaturannya juga tidak efektif untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, dengan tidak adanya pengembalian biaya operasi di dalam Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale, tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penerimaan negara dari minyak dan gas bumi di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya menetapkan batasan-batasan dan acuan yang jelas sejak awal kepada KKKS di dalam bentuk Peraturan yang pasti sehingga dalam pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kedua pihak.
......At the end of 2015, the government issued a new regulation in the oil and gas industry, The Ministerial Decree of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 38 Year 2015 about the acceleration of Non Conventional Oil and Gas Operation. There are two new Joint Cooperation Contract in this regulation, which are Production Sharing Contract Sliding Scale and Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale. Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale is very different with general Production Sharing Contract in Indonesia because its production sharing system is divided directly from the production gross progressively based on cumulative production every year and there is no cost recovery. The government is possible to use the other Joint Cooperation Contract as long as the contract is better in favor of the state and whose output is maximally used for improving people rsquo s welfare. This thesis uses normative juridical methods, has concluded that Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale is not better in favor of the state as the Production Sharing Contract because the share of the production between the government and contractor can change any time depends on factors that influence it and the regulation rsquo s plan is ineffective to maximally used for improving people rsquo s welfare. In addition, the absence of cost recovery in Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale would not affect on increasing the state revenues from oil and gas. Hence, the government should make the regulations from the beginning which is concluding the restrictions and a clear reference to contractor so that can provide maximum advantages for both sides."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library