Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yenita
"Tugas akhir ini terdiri dari empat bab.
Bab pertama merupakan pendahuluan, pada latar belakang dituliskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang disingkat dengan Lapas adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah sebagai tempat pembinaan bagi orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Lapas Anak Pria Tangerang sebagai bagian dari Lapas bertujuan untuk. membina anak-anak usia 11-18 tahun yang bermasalah dengan hukum.
Kondisi Lapas yang saat ini ada sangat tidak beraturan. Keadaan yang demikian membutuhkan berbagai penyegaran baik untuk bangunan fisiknya maupun juga pembinaan sumber daya manusia khususnya petugas. Pendekatan pembinaan yang digunakan saat ini lebih banyak dengan kekerasan. Petugas menganggap anak didik adalah objek yang harus dihadapi dengan bentakan, teriakan dan perlakuan kasar lainnya. Untuk membatasi perlakuan petugas yang demikian, maka perlu diintervensi. Peneliti membatasi hanya pada petugas yang bekerja sebagai Wali Bina Pemasyarakatan.
Bab kedua,. tinjauan teori, dituliskan bahwa untuk merubah cara pembinaan/ perlakuan kasar diperlukan pendekatan yang baru. Pendekatan yang lebih menanamkan pada nilai-nilai yang paling dasar manusia. Untuk pengembangan tadi maka konsep yang dipakai adalah Wali Bina Pemasyarakatan sebagai orang yang berada pada tahap usia dewasa madya. Orang yang berada pada tahap ini biasanya memepunyai tugas perkembangan dengan mempunyai anak remaja. Berdasarkan tugas perkembangan, wali diharapkan dapat (1) Menyiapkan sarana bagi kebutuhan para remaja (2) Berhagi tanggung jawab antar anggota keluarga, (3) Mempertahankan / menjembati komunikasi yang efektif antar anggota keluarga (4) Memperluas wawasan remaja dan (5) Menjaga nilai hidup yang sesuai dengan standar moral. Tugas sebagai orang tua inilah yang diharapkan mampu mengembalikan anak didik ke masyarakat dengan minimal tidak( melakukan kejahatan lagi.
Bab ketiga, menjelaskan tentang analisis pemecahan masalah. Bab ini membahas hubungan antar teori dengan praktek dan bagaimana kesenjangan tadi dapat diatasi. Dari hasil diskusi kelompok Fokus didapatkan kesimpulan bahwa masih rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam membina anak didik sehingga pola pembinaan yang ada selama ini kurang efektif. Untuk itu wali perlu diingatkan dan digali kembali nilai hidup yang selama ini dipunyai. Nilai hidup ini akan mampu mengarahkan segala perilaku wali menjadi lebih baik.
Bab keempat menjelaskan tentang program pendidikan nilai-nilai hidup sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Diharapkan program tersebut dapat mengatasi permasalahan yang ada. Program ini nantinya akan menjadi pendekatan baru bagi petugas ketika melakukan pembinaannya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giyanto
"Rancangan tugas akhir ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam menangani konflik antar narapidana dengan menggunakan teknik mediasi. Teknik mediasi memposisikan petugas sebagai orang yang netral dalam mendamaikan pihak yang berkonflik. Konflik antar narapidana yang sering terjadi di Lembaga Pemasyarakatan berakibat langsung terhadap terciptanya stabilitas keamanan sehingga setiap permasalahan harus cepat diselesaikan. Kondisi keamanan yang kondusif menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan Lapas karena hal tersebut dapat mendukung terselenggaranya proses pembinaan narapidana.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan petugas saat ini dalam menangani masalah antar narapidana belum maksimal Pendekatan keamanan masih menjadi prioritas dalam mengambil tindakan. Data dilapangan juga menunjukkan sering terjadinya masalah-masalah pemerasan, perkelahian, dan penyalahgunaan obat terlarang.
Program ini berbentuk pelatihan yang akan diselenggarakan selama 6 hari dengan beberapa materi ketrampilan dasar yang harus dikuasai petugas pengamanan sebagai mediator. Dengan kegiatan tersebut diharapkan petugas pengamanan mampu untuk menangani konflik antar narapidana dan menyelesaikan secara damai tanpa ada pihak yang dirugikan. Hasil dari pelatihan dapat dilihat dari efektifitas petugas pengamanan yang telah mengikuti pelatihan ketika mengaplikasikan kemampuannya dalam menangani permasalahan di lapangan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitro Subroto
"Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengembangkan program pembinaan Narapidana dalam upaya menurunkan kekerasan verbal, dengan cara memberikan pelatihan LVE (Living Values Education), sehubungan dengan adanya permasalahan tindakan kekerasan (fisik maupun verbal) yang dilakukan Narapidana selama menjalani masa pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Teori yang dirujuk sebagai dasar dalam pembuatan rancangan progam pelatihan upaya menurunkan kekerasan verbal melalui pelatihan LVE adalah teori pembinaan Narapidana, teori belajar, teori behaviorisme kognitif dan teori masa perkembangan manusia.
Analisa pemecahan masalah berangkat dan adanya sejumah permasalahan-permasalahan yang ada di dalam di Lembaga Pemasyatakatan Kelas I Cipinang. Salah satu permasalahan yang menjadi minat untuk diselesaikan oleh penulis adalah masalah tindakan kekerasan verbal yang dilakukan Narapidana. Karena biasanya dimulai dari tindakan kekerasan verbal, kemudian bisa berakibat meluas, tindakan kekerasan fisik, kekerasan domestik, dan meluas menjadi tindak kekerasan tawuran, konflik, serta tindakan anarkis.
Sebagai salah satu langkah untuk membantu megatasi permasalahan yang ada di Lapas, diantaranya adalah melalui upaya menurunkan tindakan kekerasan verbal narapidana, dengan cara memberikan pelatihan LVE selama 6 hari kerja kepada sample 20 orang Narapidana pelaku tindak pidana dengan kekerasan. Untuk dapat terlaksananya pelatihan LVE tersebut maka dibuatlah rancangan program pelatihan LVE bagi Narapidana.
Program pelatihan LVE, ini sangat memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan kebutuhan suatu pelatihan, seperti: identifikasi kebutuhan pelatihan, sasaran pelatihan, pelatih/instruktur pelatihan, materi , metode, alat bantu, durasi pelaksanaan , tempat pelaksanaan, biaya dan evaluasi pelatihan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Pagar
"Penulisan tugas akhir ini mengenai program pelatihan bagi pegawai pemasyarakatan dalam hal meningkatkan kemampuan penerapan tugas-tugas perkembangan keluarga bagi anak dalam sistem pembinaan di Lapas Anak Pria.
Minat untuk memilih judul tulisan ini berawal dari kenyataan bahwa akhir-akhir ini banyak timbul masalah hubungan antar anak dengan orang tuanya. Seringkali permasalahan ini menjadi lebih besar, ketika anak sampai melakukan perbuatan melanggar hukum, dipidana dan akhirnya menjalani pidana di Lapas. Implikasi penjatuhan pidana, menimbulkan permasalahan tersendiri bagi anak yaitu hidup tanpa kehadiran orang tua atau keluarganya. Peristiwa ini sangat merugikan proses pertumbuhan kepribadiannya. Ketidakhadiran ayah atau ibu (selanjutnya disebut orang tua) dalam Lapas, memberikan gambaran bahwa, mereka harus menerima kenyataaan hidup tanpa kehadiran orang tua sampai masa pidana selesai dijalankan.
Hidup tanpa kehadiran orang tua di Lapas, memberikan gambaran bahwa, pemenuhan kebutuhan tugas perkembangan anak usia antara 13 (tiga belas) sampai 18 (delapan belas) tahun (selanjutnya disebut remaja) menjadi tanggung jawab Lapas. Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan observasi dan penerapan teknik kelompok diskusi fokus, diperoleh kenyataan bahwa, praktek pembinaan narapidana anak (remaja), belum menyentuh pada teori-teori perkembangan anak. Perlakuan petugas masih terkesan menggunakan pendekatan keamanan, pola pembinaan yang diterapkan
hampir tidak ada perbedaannya dengan narapidana dewasa, perilaku kekerasan fisik sering terjadi, terbatasnya waktu petugas mendengar keluhan; rendahnya kemampuan petugas memahami persoalan anak, anak merasa terlantar, anak (remaja) kehilangan tokoh atau model, petugas tidak peduli terhadap keberhasilan pembinaan, masih banyaknya waktu luang anak tanpa kegiatan yang positif bagi anak, adalah kenyataan dan permasalahan yang terlihat jelas di Lapas.
Belajar dari kenyataan tersebut diatas, penulis meyakinkan asumsi awal, bahwa pembinaan belum memenuhi aspek psikologis remaja. Jika permasalahan ini tidak ditangani, dipastikan, remaja akan mengalami permasalahan lebih dalam antara lain: kesulitan menyesuaikan diri di masyarakat, padahal masyarakat itu sendiri telah terlebih dahulu memberikan stigma sebagai bekas pelanggar hukum. Akibat lain adalah: tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis sesuai tugas perkembangan remaja, sehinga akan membuat remaja tidak mempunyai konsep diri, tidak mandiri. tidak matang dalam kepribadian, apalagi aspek intelektual. Kondisi yang tidak menguntungkan ini sangat berbahaya bagi masa depan remaja.
Oleh karena itu. guna mengurangi kelemahan pembinaan narapidana remaja di Lapas, penulis mengajukan usulan rancangan pemecahan masalah berupa penerapan togas perkembangan keluarga bagi remaja guna menghindari ketidakhadiran orang tua di Lapas. Rencana ini dilakukan dalam bentuk pelatihan bagi pegawai untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan melalui penerapan peran pengganti sebagai orang tua ayah atau ibu bagi remaja di Lapas. Rencana pelatihan ini juga sangat bermanfaat, karena disamping melatih pegawai, pembina atau wali, juga memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki remaja dalam usia perkembangannya, kemudian belajar secara bersama-sama kelompoknya (peer group) di Lapas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahim
"Lembaga Pemasyarakatan Lapas akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karenamasalah-masalah yang terjadi didalamnya, mulai dari masalah pembakaran Lapassampai masalah terpidana mati narkotika yang mendapatkan fasilitas istimewa.Persoalan utama di Lapas adalah potensi penyimpangan yang terjadi seperti adanyapungli pungutan liar . Contoh lain adalah warga binaan yang melebihi kapasitasLapas. Banyaknya jumlah narapidana dan tahanan di sebuah Lapas tanpa diimbangiSumber Daya Manusia dan sarana prasarana memadai rentan untuk menimbulkanpelanggaran. Jumlah petugas yang sedikit menyebabkan rendahnya tingkatpengamanan/pengawasan. Dengan penerapan sistem pengamanan fisik yang idealharapannya segala gangguan keamanan dan tindak pidana dapat diatasi, sertadengan pembenahan sistem pengamanan fisik sebuah lembaga pemasyarakatandapat memenuhi fungsinya, yaitu sebagai tempat yang ditujukan untuk menghukumorang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap, akan tetapi juga mempunyai fungsi pemasyarakatan, yaitulembaga pemasyarakatan tidak semata-mata untuk menghukum atau memenjarakanorang, namun lebih diutamakan kepada upaya pemasyarakatan narapidana artinyanarapidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak dikemudian harisetelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dan dapat berperanaktif dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagaimana warga Negarayang baik dan bertanggungjawab pasal 1 ayat 1dan 2 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 tentang pemasyarakatan . Metode penelitian yang di gunakan olehpeneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metodepenulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Klas 1 Cipinang memilikiberbagai SOP pengamanan tetapi tidak didukung oleh sarana prasarana yangmemadai. Demikian juga dengan penerapan sistem pengamanan fisik Lapas Klas 1Cipinang belum optimal. Petugas KPLP belum sepenuhnya menjalankan tugas dantanggungjawabnya, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban baik berupakejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orangluar masih terjadi. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerapan sistempengamanan Lapas Klas 1 Cipinang belum optimal adalah Sarana dan Prasaranayang masih kurang lengkap, Kualitas dan kuantitas petugas KPLP yang masihdibawah standar, kurangnya dukungan anggaran dan tidak adanya hubungankerjasama pengamanan resmi dengan pihak Kepolisian.

Correctional facility or prison is recently highlighted by the society due to itsexisting problems. It is started from the burning of prison to the special facility forthe inmates of narcotics who are sentenced to death. The first problem in the facilityinitially comes from the potential of diversion, such as illegal charges. Anotherexample is the overload number of inmates. The number of inmates and convicts incertain prison which are not handled by adequate human resources and facilities isprone to the increasing number of violation. Small number of workers causing thelow level of security monitoring in the facility. The application of physical securitysystem can solve the problem of security as well as the criminal inside of the prison,and it can maximize the natural function of prison as the place to punish people whoconducted criminal actions with permanent legal force. In addition, prison will alsobe able to maximize its function as a correctional facility, not only as a mere placeof punishment. It means that inmates are prepared to become a better person afterthey are released from the jail to the society. Later, they are able to activelycontribute to the development of the country. They can also become good andresponsible citizens Article 1 Section 1 and 2 Law Number 12 Year 1995 regardingcorrectional facility . This research used qualitative method with juridicalmanagerial approach. It also used descriptive analysis writing method. Class 1Correctional Facility of Cipinang has some SOP of security. However, it is notsupported by adequate facilities. Moreover, the application of physical securitysystem in the prison has not been optimum. Furthermore, the officers of Head ofSecurity of the Correctional Facility have not executed its task and responsibilitycompletely, that the disturbance of security and order, like crimes and violationsstill happen. The influencing factors to the application of security system in Class1 Correctional Facility of Cipinang are the inadequate and below standard qualityand quantity of infrastructure and facility of the officers of Head of Security of theCorrectional Facility KPLP, minimum budgeting supports, and the absent ofcooperative relation between security officers and police officers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardi Susanto
"ABSTRAK
Sebagaimana dengan masyarakat luas yang memiliki stratifikasi sosial di dalamnya, masyarakat narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan tentu juga memiliki stratifikasi sosial di dalamnya. Berangkat dari asumsi tersebut, tesis ini mencoba untuk menggali keberadaan stratifikasi sosial narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Dalam penelitian tentang stratifikasi sosial narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, teori yang dipergunakan sebagai panduan dalam rangka menjawab permasalahan stratifikasi sosial di lembaga pemasyarakatan adalah teori stratifikasi sosial yang dikemukakan oleh Max Weber, Gerhard E. Lenski dan C. Wright Mills yang menyatakan bahwa ada tiga dimensi stratifikasi sosial di Masyarakat yaitu dimensi kekuasaan, previlese dan prestise.
Dengan pendekatan kualitatif diskriptif, penelitian ini berhasil menemukan suatu fakta empiris bahwa pada masyarakat narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang terdapat 4 (empat) dimensi stratifikasi sosial yaitu 1) Kekuasaan, 2) Prestise, 3) Previlese dan 4) kekerasan. Dari studi ini juga ditemukan bahwa dimensi previlese memiliki pengaruh yang sangat dominan terhadap ketiga dimensi lainnya.

ABSTRACT
As with wide society owning social stratification in it, socialize convict [in] institute of pemasyarakatan of course also own social stratification in it. leaving dar of the assumption, this thesis try to dig existence of social stratification of convict in Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
In research about social stratification in Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, theory which is used as by guidance in order to replying problems of social stratification in lembaga pemasyarakatan is]theory of stratification of social proposed by Max Weber, Gerhard E. Lenski and C. Wright Mills expressing that there is three dimension of social stratification in society that is paintbrush dimension, previlese and presstige.
With approach qualitative diskriptif, this research succeed to find a[n empirical fact that [at] society of convict in I Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang of there are 4 ( empat) dimension of social stratification that is 1) power 2) presstige 3) Previlese And 4) hardness. From this study is also found by that dimension of previlese own very dominant influence to third the other dimension.
"
2007
T20491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library