Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizza Gani
Abstrak :
Dalam perdagangan internasional, produk minyak nabati merupakan salah satu produk pertanian yang paling banyak diperdagangkan (termasuk biji-bijian dan daging), perdagangan minyak nabati menjadi sangat penting bagi banyak negara, dengan tujuan untuk konsumsi maupun produksi (Krugman, 2009). Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan permintaan impor minyak nabati seperti minyak sawit dunia akan mencapai 50,6 juta ton pada tahun 2022. Angka tersebut meningkat sebesar 6,3% dibandingkan periode tahun 2021. Berdasarkan hal tersebut, sejak tahun 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan pengenaan pajak atas minyak kelapa sawit dan turunannya dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan dalam negeri dan untuk mendorong pertumbuhan industri nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis pengaruh kebijakan pajak ekspor terhadap kinerja ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya. Kami menggunakan data panel ekspor produk minyak kelapa sawit dan turunannya ke 10 negara tujuan utama ekspor selama periode 2008 – 2021 dengan metode estimasi Poisson Pseudo Maximum Likehood (PPML). Hasil Estimasi menunjukkan penerapan kebijakan pajak ekspor menimbulkan efek efek negatif terhadap kinerja ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya. ......In international trade, oilseed products are one of the most highly traded agricultural products (others include grains and meat), making this trade one of crucial importance for many countries, either through production or utilization (Krugman,2009). The United States Department of Agriculture (USDA) estimates that the world's import demand for vegetable oils such as palm oil will reach 50.6 million tons in 2022. This figure increased by 6.3% compared to the 2021 period. Based on that, since 2008 the government has issued a policy of imposing taxes on palm oil and its derivatives with the aim of ensuring domestic availability and to encourage the growth of the national industry. This study examines the impact of the imposition of export tax policies on the export performance of palm oil and its derivatives. We use panel data on exports of palm oil products and their derivatives to 10 main export destination countries during 2008 – 2021 period using Poisson Pseudo Maximum Likelihood (PPML) estimation method. The estimation results show that the export tax has a significant negative effect on the export volume of palm oil and its derivatives.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Setio Leksono
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara eksportir Crude Palm Oil (CPO) di dunia dan dalam beberapa tahun terakhir volume ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah Indonesia nomor 80 tahun 2018 yang mewajibkan penggunaan angkutan laut nasional untuk kegiatan ekspor CPO membantu meningkatkan produktifitas industri pelayaran nasional melalui pengadaan armada kapal dan juga akan mengubah model bisnis yang tadinya menggunakan incoterm Free On Board (FOB) menjadi Cost, Insurance and Freight (CIF), dimana model bisnis CIF akan lebih menguntungkan pihak Indonesia sebagai pihak eksportir. Untuk mendukung kebijakan tersebut dibutuhkan armada kapal yang memadai. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui kebutuhan perencanaan armada kapal untuk memenuhi kebutuhan ekspor CPO Indonesia rute Dumai-Kandla  dalam hal jumlah kapal, kapasitas kapal dan kecepatan kapal. Dengan menggunakan metode optimasi linear programming dimana meminimalkan total biaya operasional dan perhitungan menggunakan persamaan yang ada sehingga didapatkan nilai yang optimal. Hasil pada penelitian ini didapatkan rencana armada kapal yang dibutuhkan yaitu jumlah kapal baru sebanyak 16 sampai 25 kapal pada tahun 2019 sampai 2033 dengan kapasitas 10000 DWT dan kecepatan 15,5 knot. Apabila menyewa kapal dibutuhkan, maka dibutuhkan dalam jumlah 8 sampai 13 kapal pada tahun 2019 sampai 2033 dengan kapasitas 20000 DWT dan kecepatan 13.8 knot. Dilanjutkan dengan initial design dimana berfungsi sebagai acuan estimasi biaya apabila ingin melakukan pengadaan kapal baru. ......Indonesia is one of the worlds major exporters of Crude Palm Oil (CPO) and in recent years the volume of Indonesias CPO exports has increased. With the issuance of Indonesian government policy number 80 of 2018 which requires the use of national sea transportation for CPO export activities helps increase the productivity of the national shipping industry through the procurement of a fleet of ships and will also change the business model that used the Free On Board (FOB) to Cost, Insurance and Freight (CIF), where the CIF business model will be more profitable for Indonesia as an exporter. To support this policy an adequate fleet of ships is needed. This study aims to determine the needs of the fleet planning to meet the needs of Indonesias CPO export Dumai - Kandla route in terms of number of ships, ship capacity and speed of the ship. By using linear programming optimization method which minimizes total operational costs and calculations using existing equations so that the optimal value is obtained. The results of this study found that the fleet plan required is the number of new ships of 16 to 25 ships in 2019 to 2033 with a capacity of 10000 DWT and a speed of 15.5 knots. If renting a vessel is needed, namely the number of vessels of 8 to 13 ships in 2019 to 2033 with a capacity of 20000 DWT and a speed of 13.8 knots. Followed by the initial design which serves as a reference for estimating costs if you want to procure new ships.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapto Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan pajak ekspor atas produk minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) apakah berdampak terhadap produksi CPO, kuantitas ekspor CPO, serta harga ekspor CPO di Indonesia. Kami menggunakan data time series bulanan selama 13 tahun (156 bulan). Hasil estimasi menunjukkan bahwa penerapan pajak ekspor walaupun berdampak positif terhadap produksi namun tidak signifikan. Pengaruh pajak ekspor terhadap volume ekspor juga tidak signifikan meskipun arahnya sudah sesuai teori yaitu mengurangi volume ekspor. Pajak ekspor signifikan berpengaruh positif terhadap harga ekspor CPO dari Indonesia. ......This study aims to analyze the effect of the application of export taxes on crude palm oil (CPO) product which have an impact on CPO production, CPO exort quality, and CPO export price in Indonesia. We use monthly time series data for 13 year (156 month). The estimation results show that the application of export tax although positive for production but not significant. The effect of export tax on export volume is also insignificant even though the direction is in line with the theory of reducing export volume. The export tax has a significant positive effect on the price of CPO export from Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christianus Frans Barry
Abstrak :
ABSTRAK
Industri produk kelapa sawit merupakan salah satu subsector perkebunan yang memiliki peranan strategis di Indonesia. Khusus untuk perkebunan kelapa sawit saat ini Indonesia merupakan Negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Posisi strategis ini terus meningkat seiring masih besarnya potensi pengembangan perkebunan dan industry kelapa sawit di masa mendatang. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan penghasil produk kelapa sawit terus berupaya meningkatkan kinerja perseroan agar tetap dapat bertahan dan memberikan konstribusi positif bagi pengembangan perkebunan dan industry kelapa sawit di Indonesia. Di saat yang sama diperlukan analisis atas kinerja perusahaan untuk mengetahui kondisi perusahaan yang seutuhnya sebagai bahan evaluasi para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham dan investor. Tesis ini mencoba melihat kinerja perusahaan penghasil produk kelapa sawit dalam menciptakan nilai tambah ekonomis bagi para investor dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) selama periode 2007-2011. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa beberapa perusahaan telah secara konsisten berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi para pemegang saham, sedangkan beberapa perusahaan lain mencatatkan nilai EVA yang fluktuatif dari tahun ke tahun selama periode tersebut.
Abstract
Palm products industry is one of the plantation sub-sector that has a strategic role in Indonesia. Especially for palm oil plantations, now Indonesia is the biggest Crude Palm Oil (CPO) producer in the world. This strategic position expanding as the magnitude of oil palm plantations potential and industrial development in the future. Henceforth, companies who produce palm oil products continue to improve their performance in order to be able to survive and contribute positively for the development of plantations and oil palm industry in Indonesia. Meantime, it is a necessity for doing performance analysis to determine the real condition of those companies as evaluation analysis for the stakeholders, particularly shareholders and investors. This thesis is concerning on the performance analysis of palm oil products based companies in creating economic value for the investors using the Economic Value Added (EVA) Methodology during 2007-2011. The result shows that some companies have consistently succeeded in creating economic value for their shareholders, while some other companies recorded fluctuative EVA during the period
2012
T32204
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yaser M.
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara eksportir Crude Palm Oil (CPO) di dunia dan dalam beberapa tahun terakhir volume ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah Indonesia nomor 80 tahun 2018 yang mewajibkan penggunaan angkutan laut nasional untuk kegiatan ekspor CPO membantu meningkatkan produktifitas industri pelayaran nasional melalui pengadaan armada kapal dan juga akan mengubah model bisnis yang tadinya menggunakan incoterm Free On Board (FOB) menjadi Cost, Insurance and Freight (CIF), dimana model bisnis CIF akan lebih menguntungkan pihak Indonesia sebagai pihak eksportir. Untuk mendukung kebijakan tersebut dibutuhkan armada kapal yang memadai. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui kebutuhan perencanaan armada kapal untuk memenuhi kebutuhan ekspor CPO Indonesia rute Dumai-Rotterdam dalam hal jumlah kapal, kapasitas kapal dan kecepatan kapal. Dengan menggunakan metode optimasi linear programming dimana meminimalkan total biaya operasional dan perhitungan menggunakan persamaan yang ada sehingga didapatkan nilai yang optimal. Hasil pada penelitian ini didapatkan rencana armada kapal yang dibutuhkan yaitu jumlah kapal baru sebanyak 4 sampai 6 kapal pada tahun 2019 sampai 2033 dengan kapasitas 20000 DWT dan kecepatan 14,9 knot. Apabila menyewa kapal dibutuhkan yaitu jumlah kapal baru sebanyak 4 sampai 6 kapal pada tahun 2019 sampai 2033 dengan kapasitas 20000 DWT dan kecepatan 11.9 knot. Dilanjutkan dengan initial design dimana berfungsi sebagai acuan estimasi biaya apabila ingin melakukan pengadaan kapal baru. ......Indonesia is one of the world's major exporters of Crude Palm Oil (CPO) and in recent years the volume of Indonesia's CPO exports has increased. With the issuance of Indonesian government policy number 80 of 2018 which requires the use of national sea transportation for CPO export activities helps increase the productivity of the national shipping industry through the procurement of a fleet of ships and will also change the business model that used the Free On Board (FOB) to Cost, Insurance and Freight (CIF), where the CIF business model will be more profitable for Indonesia as an exporter. To support this policy an adequate fleet of ships is needed. This study aims to determine the needs of the fleet planning to meet the needs of Indonesia's CPO export Dumai-Rotterdam route in terms of number of ships, ship capacity and speed of the ship. By using linear programming optimization method which minimizes total operational costs and calculations using existing equations so that the optimal value is obtained. The results of this study found that the fleet plan required is the number of new ships of 4 to 6 ships in 2019 to 2033 with a capacity of 20000 DWT and a speed of 14.9 knots. If renting a vessel is needed, namely the number of new vessels of 4 to 6 ships in 2019 to 2033 with a capacity of 20000 DWT and a speed of 11.9 knots. Followed by the initial design which serves as a reference for estimating costs if you want to procure new ships.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gemilang Chairunisa
Abstrak :
ABSTRAK
Terdapat anggapan dan bukti luas jika aktivitas internasional memiliki pengaruh dan menjadi salah satu faktor penentu pemilihan struktur modal usaha. Performa ekspor dilihat menjadi salah satu faktor dan indikator kritis penentu performa dan keberlangsungan perusahaan yang memiliki kegiatan internasional secara umum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ekspor dan faktor-faktor spesifik perusahaan profitabilitas, tangibilitas aset, ukuran, likuiditas, dan risiko terhadap struktur modal. Penelitian menggunakan model regresi data panel terhadap 95 observasi penelitian seluruh perusahaan di industri kelapa sawit Indonesia yang tersedia datanya secara publik dalam periode 2011-2015. Dengan menggunakan variabel Total Debt sebagai proksi struktur modal, hasil penelitian membuktikan jika ekspor di perusahaan kelapa sawit non-listed signifikan berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan hasil berbeda didapatkan untuk perusahaan kelapa sawit listed dimana ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
ABSTRAK
There is a widespread assumption and evidence if the international activities have an influence and become one of the determinants of the choice of company rsquo s capital structure. Export performance is seen as one of the critical factors and indicators determining the performance and sustainability of the company who has international activities in general. The objective of this paper is to analyze the effect of export activities and firm rsquo s specific factors profitability, assets tangibility, size, liquidity, and risk on capital structure. This research use regression models with panel data and using 95 observations of all firms in Indonesia rsquo s crude palm oil industry which the data is available on public from 2011 2015. Using Total debt as the capital structure proxy, the result shows that export has significant effect on the capital structure in non listed palm oil companies. Different results are obtained for listed palm oil companies where exports have insignificant effect on capital structure.
2017
S67817
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Thyrza Amandari
Abstrak :

Ancaman proteksionisme hijau di Uni Eropa tertera dalam Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Tesis ini mengkaji (i) hukum WTO tentang diskriminasi dan perlindungan lingkungan beserta pula (ii) alasan untuk Indonesia untuk mengajukan klaim bahwa RED II diskriminatif. Melalui penelitian hukum normatif yuridis dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum WTO terdiri dari beberapa artikel dalam Perjanjian Teknis Hambatan Perdagangan (TBT) dan Perjanjian Umum tentang Perdagangan dan Tarif (GATT), yang tertera dalam Pasal 2.1, 2.2, dan 5.1 Perjanjian TBT serta Pasal III: 4, XX (b), dan XX (g) dari GATT bersama dengan yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO. Kedua, RED II bersifat diskriminatif karena konsep perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang menargetkan pengurangan minyak sawit mentah (CPO) menjadi 0% pada tahun 2030, sedangkan produk domestik sejenisnya, yaitu minyak lobak, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Sarannya adalah untuk menerapkan pasal-pasal yang telah diuraikan serta yurisprudensi yang relevan dalam hal Indonesia memutuskan untuk melanjutkan mekanisme penyelesaian sengketa di WTO. Selanjutnya, disarankan bahwa klaim Indonesia didukung oleh data ilmiah dan teknis untuk mendukung klaim hukum.


The threat of green protectionism in the European Union is prevalent within the enactment of Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). This thesis examines (i) the WTO law on discrimination and environmental protection as well as (ii) the grounds for Indonesia to claim that RED II is discriminative. Through conducting a juridical normative legal research whilst applying a qualitative approach, it can be concluded that firstly, the WTO law comprised of several articles in the Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement and General Agreement on Trade and Tariff (GATT), which includes but not limited to Article 2.1, 2.2, and 5.1 TBT Agreement as well as Article III:4, XX (b), and XX (g) of GATT alongside with the relevant jurisprudence of WTO case laws. Secondly, RED II is discriminatory due to the concept of indirect land use change (ILUC), which targets the reduction of crude palm oil (CPO) to 0% in the year 2030, whereas like products, namely rapeseed oil, soybean oil, and sunflower seed oil, are exempted from such reduction. The suggestion would be to apply the aforementioned Articles, as well as the relevant jurisprudence, in the event that Indonesia decides to continue the dispute settlement mechanism within the WTO. Next, it is suggested that the claims are supported by further research on scientific and technical data in addition to the legal claims.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Syahputra Derajat
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang memiliki komoditas Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dan merupakan penyumbang terbesar dalam kegiatan ekspor CPO dunia. Ekspor CPO Indonesia diantaranya mencakup yaitu benua Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di benua Asia. Namun ketersedian kapal chemical tanker berbendera Indonesia yang tepat untuk mengangkut CPO hanya tersedia 22 unit atau 4% dari total kapal tanker yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional, maka dari itu baik untuk pengangkutan maupun pengiriman CPO dilakukan oleh masing-masing importir dengan menggunakan kapal yang dikelola dan dikuasai oleh perusahaan pelayaran asing. Dengan adanya Regulasi Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2018, maka perusahaan pelayaran nasional harus dapat memenuhi akan kebutuhan kapal ekspor CPO Indonesia, dimana akan mengubah model bisnis yang tadinya menggunakan incoterm Free On Board (FOB) menjadi Cost, Insurance and Freight (CIF), dimana model bisnis CIF akan lebih menguntungkan pihak Indonesia sebagai pihak eksportir. Untuk memenuhi kebijakan tersebut, maka penlitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan perencanaan armada dalam hal memenuhi kebutuhan ekspor CPO Indonesia pada beberapa rute utama baik dalam hal spesifikasi( kapasitas dan kecepatan) dan jumlah armada kapal yang optimal dan effisien. Dengan menggunakan metode optimasi program linier, maka didapatkan hasil unit shipping cost perhitungan menggunakan persamaan yang ada sehingga didapatkan nilai yang optimal. Dengan menggunakan metode optimasi linear programming, maka dengan persamaan yang ada akan meminimalkan total unit shipping cost dan didapatkan perencanaan armada ekpor CPO Indonesia dengan nilai yang optimal. ......Indonesia is a country that has the largest Crude Palm Oil (CPO) commodity in the world and the largest contributor the world CPO export activities. Indonesia's CPO exports include the continents of Africa, Australia, America, and Europe with the main share in the Asian continent. The availability of appropriate Indonesian-flagged chemical tankers to transport CPO is only available 22 units or 4% of the total tankers owned by national shipping companies, therefore the transportation and delivery of CPO are carried out by using ships that are managed and controlled by foreign shipping companies.With the issuance of Indonesian government policy number 80 of 2018, national shipping companies must be able to serve the needs of Indonesian CPO export vessels, which will change the business model that previously used the incoterm Free On Board (FOB) to Cost, Insurance and Freight (CIF), where CIF's business model will be beneficial for Indonesia as an exporter. To comply this policy, this research aims to produce fleet planning to meet Indonesia's CPO export needs on several main routes in terms of optimal specifications (capacity and speed) and number of fleets. By using the linear program optimization method, the results of unit shipping cost calculations using the existing equations are obtained so that the optimal value is obtained. By using the linear programming optimization method, the existing equation will minimize the total unit shipping cost and obtain an optimal value for Indonesian CPO export fleet planning.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
Abstrak :
Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).

Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).

Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.

Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.

Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.

Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.

Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.

Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.

Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.

Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.

Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.

Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.

Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.

Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.

Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia Martha Hendrati
Abstrak :
Penelitian tentang "Pengaruh Kebijakan Perdagangan Dalam Ekspor CPO Indonesia 1972 - 1995" dirasakan perlu, mengingat Indonesia sebagai negara sedang berkembang (NSB) yang ekspornya didominasi oleh komoditi primer seperti Crude Palm Oil (CPO). Saat ini Indonesia sebagai negara kedua terbesar pengekspor CPO dunia setelah Malaysia, yang diharapkan pada tahun 2005 menduduki peringkat pertama. Kebijakan perdagangan yang tepat sebagai faktor non market atau faktor non ekonomi dalam konsep "Under Development" juga berperan dalam mempercepat proses pembangunan (Griffin,1969). Konsep tersebut belum diaplikasikan pada analisis penelitian-penelitian terdahulu. Model yang dipakai mengacu pada "An Econometric Study of Primary Commodity" (Marian E. Bond, 1987) yang menganalisis ekspor dari dua sisi yakni sisi permintaan ekspor dan sisi penawaran ekspor. Hasil estimasi menunjukkan bahwa, permintaan ekspor CPO Indonesia pada negara-negara mitra dagang utama umumnya dipengaruhi secara negatif oleh harga ekspor relatif CPO Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 < 0) serta dipengaruhi secara positif oleh besarnya tingkat pendapatan di negara pengimpor (a2 > 0). Kecuali untuk permintaan ekspor negara Amerika Serikat dan Jepang, yang dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO relatif Indonesia terhadap harga komoditi sejenis di negara pengimpor (a1 > 0) sebaliknya dipengaruhi secara negatif oleh besarnya tingkat pendapatan (a2 < 0). Sedangkan hasil estimasi penawaran ekspor CPO Indonesia, dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor CPO Indonesia relatif terhadap harga domestic periode lalu (b2 > 0), kapasitas produksi (b3 > 0) dan kebijakan perdagangan yang pada era 1970-an berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor, sedangkan era 1990-an berpangaruh positif. Analisis sisi penawaran ekspor lebih berpengaruh baik terhadap perkembangan ekspor CPO Indonesia maupun terjaminnya pasokan CPO untuk industri dalam negeri. Untuk itu dibutuhkan kebijakan yang dapat mendukung pendalaman dan diversifikasi produk CPO di sektor hilir, serta implikasi kebijakan yang memberikan kemudahan bagi investasi dan ekspor produk hilir CPO Indonesia. ...... The research about "The Influence of Trading Policy for export of CPO Indonesia in 1972-1995" is quitely needed, reminds that Indonesia as a developing countries (NSB) that its exports dominated by primary commodity such as Crude Palm Oil (CPO). In present, Indonesia is the second biggest CPO exporter after Malaysia in the world and it is predicted that Indonesia will be the first rank for this export in 2005. The effective trading policy is the factor of non market or non economic factor in the "Concept of Under Development" which plays role to progress the development process (Griffin, 1969). This concept is not applicated yet to the previous research analysis. The model based on "An Econometric Study of Primary Commodity" (Bond, Mariam E, 1987) that analyzes export from two aspects; export demand and export supply. The output of estimation shows that the export demand of CPO Indonesia to the countries of the main trading partnership is generally influenced negatively by the relatively export price of CPO Indonesia to the same classification of commodity price in the importer country (al < 0) and it is also influenced positively by the number of income level in the importer country (a2 ] 0). Except for the export demand in America and Japan which positively effected by export price of relative CPO in Indonesia to the same commodity price in the importer country (al > 0), while oppositely, it is negatively influenced by the number of income level (a2 < 0). The estimation result of export supply CPO in Indonesia, positively influenced by export price of CPO indonesia to the privious domestic price (b2 > 0), production capacity (h3 > 0) and trading policy in 1970 which negatively influence export supply, while in 1990 it influence positively. The analysis of export supply aspect is quitely. influenced to the progress of CP0 export in Indonesia or the security of CPO supply for local industry. That's why it is necessary a policy to support the itensification and diversification of CPO product in lower course sector, and policy implication which provides the subsidy from investment and export of lower course product to the CPO in Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>