"Tesis dibawah ini menganalisa tentang pengaturan "soft power" yang di lakukan oleh Amerika Serikat kepada warga di Timur Tengah pada saat "revolusi Arab Spring" di tahun 2010 terjadi. Kasus Arab Spring yang terlaksana di Timur Tengah yang juga termasuk di wilayah Mesir dan Tunisia mempengaruhi atmosfir politik di banyak negara. Saat Arab Spring terjadi, Internet memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam hal menyemangati para aktivis yang terlibat dalam usaha menggeser otoritas di Timur Tengah kini. Tipe soft power yang akan difokuskan pada diskusi ini adalah sosial media, yang juga termasuk bagaimana cara mereka menstrategikan atau menggunakannya dan bagaimana hal ini mempengaruhi para penduduk yang mereka targetkan. Media sosial, salah satu elemen pada Internet, sangat membantu lancarnya penyebaran informasi dikarenakan oleh kelebihannya, yakni bebas biaya, cepat, dan transparan, yang membuat acara ini mencapai banyak target dalam waktu yang singkat pula. Sosial media bukanlah alasan revolusi terjadi, namun sosial media membantu menghantarkan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh orang-orang yang ikut berpartisipasi dalam acara ini, seperti aktivis yang pro akan demokrasi, dan juga Amerika Serikat, secara efektif, dan pada saat yang bersamaan, mengumpulkan dan menyemangati publik untuk mempromosikan upaya ini secara global melalui ?user-generated content? atau konten yang disediakan oleh pengguna. Meskipun Arab Spring tidak berakhir seperti yang diinginkan oleh Amerika Serikat, yaitu menyebarluaskan demokrasi dan membebaskan Timur Tengah, namun pada akhirnya, sosial media sudah cukup kuat untuk mengantarkan mereka cukup jauh selama Arab Spring berlangsung. Karya tulis ini akan berargumen bahwa sosial media berperan besar dalam menggulingkan banyak diktator selama kampanye.
The following thesis examines the soft power management implemented by the United States towards the Middle East public during the ?Arab Spring Revolutionary Wave? that took place in 2010. The Arab Spring consisted of demonstrations, protests, riots and civil wars happening in Middle East including Egypt and Tunisia, affecting the political air of the Arab League countries and its surroundings. During the events, Internet played a big role and contribution in encouraging the involving activists in overthrowing the ruling authorities. The type of soft power that will be focused in this discussion is social media, which includes how they apply it, why do they use it, and how much it influenced their target audience. Social media, one of the elements in Internet, highly supported the spread of information due to its advantages such as free of cost, high-speed, and open access, making the events reaching massive audiences within a flash. Social media is not the reason of revolution, yet it delivered the messages effectively as desired by the involving actors, such as the prodemocracy activists and pro-United States, and at the same time, gather and encourages the public to promote the events globally through user-generated content. Regardless the fact that it did not end as how United States wanted, which was spreading democracy and liberating the Middle East, social media was strong enough to be the powerful amplifier for the Arab Spring movement in influencing people to question the leadership of ruling governments. This thesis argues that social media functions as influencing media channel in the toppling of many dictators as the result of the revolutionary wave."Lengkap +
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016