Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Pramu Ichsan Chusnun
"Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek mengatur mengenai daluwarsa atau batas waktu lima tahun untuk mengajukangugatan untuk pembatalan merek. Pada ayat selanjutnya dijelaskan bahwa daluwarsa ini tidak berlaku apabila merek bertentangan dengan moralitas agama,kesusilaan atau ketertiban umum yang mana termasuk di dalam pengertian umum adalah itikad tidak baik. Skripsi ini membahas mengenai perbedaan antara unsur itikad tidak baik dengan unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal sebagai alasan pembatalan merek. Skripsi ini juga membahas mengenai alasan dibalik pengaturan batas waktu untuk mengajukan pembatalan merek. Melihat pada pengaturan di Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Paris Convention for the Protection of Intellectual Property, pengaturan batas waktu ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi para pemilik merek terkenal untuk bertindak atas merek-merek yang bermasalah atau yang dianggap sama dengan merek mereka. Namun sebuah merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal tidak selalu dapat dikatakan memiliki itikad tidak baik dalam pendaftarannya. Skripsi ini juga membahas bagaimana hakim menilai itikad tidak baik dari tergugat dan dikaitkan dengan daluwarsa pada pembatalan merek. Dalam Putusan Nomor 45/Merek/ 2005/PN.JKT.PST, Putusan Nomor 012 K/N/HaKI/2006 dan Putusan Nomor 49/Merek/2012/PN.JKT.PST, Skripsi ini menilai bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan adanya itikad tidak baik dari Tergugat dalam mendaftarkan mereknya. Sehingga seharusnya merek “Giordani” dan merek “Accènt” tidak dibatalkan walaupun memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal Penggugat.
......Article 69 paragraph (1) in Trademark Act no. 15 of 2001 regulates a five years time limitation to make an application for trademark cancellation. The next paragraph (2) states that if a trademark is against religious morality, indecency, and public order - which includes conflict with bad faith – the five year limitation on trademark cancellation does not apply. This paper discusses the differences between the element of bad faith with element of the identical or similarity with the well-known trademark as the reason for trademark cancellation. Furthermore,this paper also examines about the reasons behind the limitation time regulation to file a trademark cancellation. Refering to the Trademark Act no. 15 of 2001 and Paris Convention for the Protection of Intellectual Property, this time limitation was regulated in order to give the owner of well-known trademark time to response on the conflicting trademark. However a trademark that has an identical or similar mark with a well known trademark is not always registered in bad faith.This paper also reviews the judges’ consideration in the Defendant’s bad faith and its connection with the expiration on trademark cancellation. In verdict no.45/Merek/2005/PN.JKT.PST, verdict no. 012 K/N/HaKI/2006 and verdict no.49/Merek/2012/PN.JKT.PST, this paper argues that the Plaintiff was not able to prove the existence of bad faith on the Defendant’s trademark registration. Therefore, the trademark “Giordani” and trademark “Accènt” should not be cancelled although it has similarity with the the Plaintiff’s well-known trademark"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46730
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Chandra
"Penyalahgunaan keadaan merupakan salah satu alasan pembatalan perjanjian di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek di Belanda. Penelitian ini membehas mengenai ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden yang menyebabkan dapat dibatalkannya suatu perjanjian dengan dasar keunggulan ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative dengan menggunakan data sekunder, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi Mahkamah Agung dan buku-buku yang membahas mengenai pernyalahgunaan keadaan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskripstif analitis. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan yang menjawab pokok permasalahan, yaitu bahwa penyalahgunaan keadaan dapat dijadikan suatu alasan pembatalan perjanjian pada suatu perjanjian jual beli. Hal ini dikarenakan telah mempengaruhi kehendak bebas seseorang dalam memberikan sepakat atau persetujuannya dalam suatu perjanjian. Dengan banyaknya beberapa putusan Hakim di Indonesia terkait penerapan ajaran penyalahgunaan keadaan menunjukkan bahwa praktik peradilan di Indonesia pun telah menerima ajaran penyalahgunaan keadaan sebagi salah satu alasan pembatalan perjanjian, selain yang telah diatur dalam Burgerlijk Wetboek BW.
......
Undue influence is one of the defects of consent in Nieuw Burgerlijk Wetboek in Netherlands. Recently, undue influence has been used by Indonesian court as one of the defects of consent. This research discuss about the theory concerning the abuse of condition misbruik van omstandigheden which lead a sales purchase agreement become voidable. Furthermore, this research using normative juridical method in which some of the sources are based on the related literatures such as secondary data, law, Supreme Court rsquo s verdicts, and books concerning theory of abuse of condition. Method used to analyze data herein is qualitative method thus this is a descriptive analytical research. This research leads to a conclusion that abuse of condition can be deemed as one of term to revoke a sales purchase agreement since it affects the free will of a party in giving approval or consent to the agreement. It also supported by the fact that some judges rsquo verdicts in Indonesia have acknowledged that theory of abuse of conditions as one of reason, other than stipulated in Burgerlijk Wetboek BW , to revoke a sales purchase agreement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66207
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library