Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustin Ayu Kusumawati
Abstrak :
Keterwakilan perempuan pada posisi top manajerial di sektor publik dan swasta yang rendah mengindikasikan adanya diskriminasi yang cukup kuat pada sektor tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi kontribusi diskriminasi terhadap kesenjangan upah antar gender yang dialami pekerja sektor publik dan swasta di Indonesia dengan menggunakan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2019. Metode dekomposisi Oaxaca-Blinder digunakan untuk mengetahui kontribusi diskriminasi kesenjangan upah pada tingkat rata-rata sedangkan metode dekomposisi kuantil digunakan untuk mengetahui kontribusi diskriminasi pada setiap kuantil distribusi upah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kesenjangan upah antar gender masih ditemukan di sektor publik maupun di sektor swasta. Hasil dekomposisi menunjukkan bahwa komponen unexplained gap (indikasi diskriminasi) pada sektor swasta lebih besar dibandingkan dengan sektor publik. Kesenjangan melebar di bagian bawah distribusi upah yang mengindikasikan adanya fenomena sticky floor di kedua sektor tersebut. ......The low representation of women in top managerial positions in the public and private sectors indicates that there is strong discrimination in these sectors. This study aims to investigate the contribution of discrimination to the gender wage gap experienced by public and private workers in Indonesia using the 2019 National Labor Force Survey (Sakernas) data. The Oaxaca-Blinder decomposition method is used to determine the contribution of wage gap discrimination at the mean level, while the quantile decomposition method is used to determine the contribution of discrimination in each quantile of the wage distribution. In this study, it was found that the wage gap between genders was still found in the public and private sectors. The results of the decomposition show that the component of the unexplained gap (indication of discrimination) in the private sector is greater than that of the public sector. The gap widens at the bottom of the wage distribution indicating a sticky floor phenomenon in both sectors.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Damayanti
Abstrak :
Transformasi digital yang terjadi sejak Revolusi Industri 4.0 menjadi salah satu faktor pendorong munculnya “gig economy” pada pasar tenaga kerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Istilah gig economy mengacu pada pengaturan kerja jangka pendek, berbasis proyek dan hasil (output). Pekerjaan pada gig economy memberikan peluang bagi perempuan untuk memilih pekerjaan, otonomi, dan fleksibilitas dalam mengatur jadwal mereka sehingga perempuan dapat menyeimbangkan antara kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya. Dengan demikian, kesenjangan penghasilan antar gender dan berbagai bentuk diskriminasi pada perempuan yang telah lama terjadi pada pasar tenaga kerja tradisional diharapkan dapat berkurang pada gig economy. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers, baik secara rata- rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Sumber data penelitian ini adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021. Metode dekomposisi Oaxaca-Blinder dan regresi kuantil digunakan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan secara rata-rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers sebesar 45,95 persen poin. Hasil dekomposisi menunjukkan bahwa kontribusi komponen unexplained/faktor diskriminasi jauh lebih besar dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers. Kesenjangan dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan menunjukkan pola sticky floor effect, yaitu kesenjangan penghasilan yang melebar di bagian bawah distribusi penghasilan. ......The digital transformation that has occurred since the Industrial Revolution 4.0 has become one of the driving factors for the rise of a "gig economy" in the labor market around the world, including Indonesia. The term gig economy refers to short-term, project-based and output-based work arrangements. Jobs in the gig economy provide opportunities for women to choose jobs, autonomy, and flexibility in managing their schedules so that women can balance between paid and unpaid work. Thus, it is expected that the gender earnings gap and various forms of discrimination against women that have long occurred in the traditional labor market will be narrowed in the gig economy. This study aims to analyze the gender earnings gap in gig workers, both on average and in the overall earnings distribution. This study uses data form National Labor Force Survey (Sakernas) August 2021. Oaxaca-Blinder decomposition and quantile regression are used to analyze gender earnings gap, both on average and in the overall earnings distribution. In this study it was found that the gender earnings gap in gig workers was 45.95 percentage points. The results of the decomposition show that the contribution of unexplained component/discrimination factor is higher in explaining gender earnings gap in gig workers. The gap in the overall earnings distribution shows a sticky floor effect, gender earnings gap is wider at the bottom of the earnings distribution.
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nurlaily
Abstrak :
Pandemi covid-19 yang melanda Dunia, khususnya Indonesia membuat ekonomi terkontraksi menjadi -2,07% pada tahun 2020. Hal ini berdampak pada kondisi ketenagakerjaan, salah satunya pada upah pekerja. Terjadi penurunan upah pada seluruh sektor ekonomi dan jenis pekerjaan baik pekerja laki-laki maupun perempuan. Dari tahun ke tahun upah pekerja laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan dan perbedaan upahnya cenderung meningkat, namun perbedaan upah ini menurun pada saat pandemi melanda Indonesia. Perbedaan upah tertinggi terjadi pada pekerja kerah putih, padahal proporsi pekerja antar jenis kelamin cenderung seimbang. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kesenjangan upah antar gender pekerja kerah putih pada saat pandemi covid-19 (tahun 2020) dibanding sebelum pandemi (tahun 2019), kemudian menganalisisnya secara upah rata-rata maupun level distribusi upah. Data yang digunakan bersumber dari Sakernas Agustus tahun 2019 dan 2020 menggunakan dekomposisi Oaxaca-Blinder dan Recentered Influence Functions (RIF). Penelitian ini menunjukan bahwa terjadi penurunan kesenjangan upah pekerja kerah putih pada tahun pandemi melanda Indonesia dibanding sebelum pandemi yang disebabkan oleh penurunan pekerja kerah putih dan penurunan upah yang lebih tinggi pada pekerja laki-laki serta disebabkan oleh perbedaan karakteristik individu dan pekerjaan antara pekerja kerah putih laki-laki dan perempuan. Terjadi fenomena sticky floor namun berkurang pada saat pandemi. ......The covid-19 pandemic that hit the world, especially in Indonesia, caused the economy to contract to -2.07% in 2020. This had an impact on labor conditions, one of which was the wages of workers. There was a decrease in wages in all economic sectors and types of work for both male and female workers. From year to year the wages of male workers are always higher than women's and the difference in wages tends to increase, but this difference in wages decreased when the pandemic hit Indonesia. The highest wage difference occurs in white-collar workers, even though the proportion of workers between the sexes tends to be balanced. Therefore, this study aims to compare the gender wage gap of white-collar workers during the covid-19 pandemic (in 2020) compared to before the pandemic (in 2019), then analyze it in terms of average wages and the level of wage distribution. The data used is sourced from Sakernas August 2019 and 2020 using the Oaxaca-Blinder decomposition and Recentered Influence Functions (RIF). This study shows that there was a decrease in the wage gap for white-collar workers in the year the pandemic hit Indonesia compared to before the pandemic, which was caused by a decrease in white-collar workers and a higher decline in wages for male workers and caused by differences in individual and occupational characteristics between male and female white-collar workers. There was a sticky floor phenomenon but it decreased during the pandemic.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdah Rosyiidah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan alat digital pada pekerja terhadap kesenjangan upah di Indonesia. Adapun pekerja pada penelitian ini dikelompokkan menjadi pekerja digital dan pekerja non-digital berdasarkan sumber data Sakernas 2022. Dengan menggunakan metode Dekomposisi Oaxaca-Blinder, ditemukan hasil bahwa terdapat kesenjangan upah antara pekerja digital dan pekerja non-digital di Indonesia. Adapun dalam melakukan hasil analisis lebih mendalam berdasarkan distribusi kuantil upah, metode RIF-Oaxaca diterapkan dengan hasil temuan bahwa terdapat kesenjangan upah antara pekerja digital dan pekerja non-digital pada tiap kelompok distribusi kuantil upah dengan fenomena kesenjangan upah sticky-floor yaitu kesenjangan upah terbesar terjadi pada kelompok pekerja distribusi kuantil upah terendah. ......This study aims to analyze the influence of digital-use on workers on the wage gap in Indonesia. The workers in this study are grouped into digital workers and non- digital workers based on Sakernas 2022 data. Using the Oaxaca-Blinder Decomposition method, it was found that there is a wage gap between digital workers and non-digital workers in Indonesia. As for the results of a more in-depth analysis based on the distribution of wage quantiles, the RIF-Oaxaca method is applied with the result that there is a wage gap between digital workers and non-digital workers in each wage quantile distribution group with the sticky-floor wage gap phenomenon, which is the largest wage gap occurs in the lowest wage quantile distribution group of workers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Anatassia Ansaputri
Abstrak :
Isu kesenjangan upah ibu merupakan salah satu kontributor utama yang memperluas jurang kesenjangan upah antar jender. Dalam melakukan analisis terkait kesenjangan upah ibu, penting untuk mengkonsiderasi karakteristik jenis pekerjaan karena jenis pekerjaan yang berbeda membutuhkan keterampilan yang berbeda serta memiliki hak dan kewajiban ketenagakerjaan yang berbeda. Dengan menggunakan data SAKERNAS 2020, studi ini menganalisis kesenjangan upah ibu berdasarkan jenis pekerjaan profesional (kerah putih) dan non-profesional (kerah abu-abu dan kerah biru). Metode dekomposisi Oaxaca Blinder dan RIF-Oaxaca digunakan untuk melihat besar kesenjangan dan perbedaan pola yang terbentuk antar jenis pekerjaan yang berbeda (between group) serta antar kuintil upah yang berbeda (within group). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat indikasi kesenjangan upah ibu tidak terjadi atau kecil terjadi di pekerjaan kerah putih (profesional) dibandingkan dengan pekerjaan kerah abu-abu dan biru (non-profesional). Kesenjangan upah ibu yang terjadi tersebut sebagian besar disebabkan karena faktor perbedaan produktivitas dan karakteristik antara ibu dan non-ibu di dunia kerja. Selain itu, di kerah abu-abu ditemukan fenomena sticky wage atau semakin kecil kuintil distribusi upah maka akan semakin besar kesenjangan upah yang terjadi, sebaliknya di kerah biru terjadi fenoma glass ceiling atau semakin besar kuintil distribusi upah maka akan semakin besar kesenjangan upah yang terjadi. ......The issue of the motherhood wage gap is one of the main contributors that widen the gender wage gap. To analyse the motherhood wage gap, it is important to consider the characteristics of the occupations because different occupations require different skills and provide different privileges, labor rights, and demands for workloads. Using SAKERNAS 2020 data, this study analyses motherhood wage gap in professional (white-collar) and non-professional (grey-collar and blue-collar) occupations. The Oaxaca Blinder and RIF-Oaxaca decomposition methods were used to see the size of the gap and the different patterns formed between different types of occupations (between groups) and different wage quintiles for the same occupations (within groups). The results of this study indicate that motherhood wage gap is less likely to occur in white-collar jobs (professional) compared to gray-collar and blue-collar jobs (non-professional). The gap that occurs is largely due to differences in productivity and characteristics between mothers and non-mothers in the workplace. In addition, there is sticky wage phenomenon or the smaller the quintile of the wage distribution, the larger the wage gap will be in grey-collar jobs. On the contrary, glass ceiling is often found in blue-collar jobs.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library