Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarwo Sukmono
"Di era reformasi dituntut adanya perubahan baik dalam bidang politik, social maupun ekonomi. Untuk memenuhi tuntutan perubahan tersebut, maka peran partai politik sebaiknya ditingkatkan. Partai Golongan Karya (Golkar) sebagai salah satu partai politik yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi harus menunjukkan eksistensinya secara menyeluruh, terpadu dan terencana, namun hingga saat ini eksistensi tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan haI tersebut diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian tentang :
1. Apakah demokratisasi internal Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi
2. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Integrasi Bangsa ?
3. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Ketahanan Nasional ?
Penelitian akan difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pimpinan partai DPP Partai Golkar, Pimpinan KINO, Pimpinan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta dan Pimpinan DPD II Partai Golkar se- DKI Jakarta terhadap Demokratisasi Internal yang dilakukan Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional. Untuk mengetahui penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan Paradigma Konstruktivisme.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan melakukan perbandingan dan hasil interaksi antara peneliti dan yang diteliti serta cara pandang terhadap obyek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap peran Demokratisasi Internal Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional yang dilakukan oleh Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, mampu meningatkan Integrasi Bangsa dan meningkatkan Ketahanan Nasional, maka berdasarkan hasil penelitian Proses Demokratisasi Internal Partai Golkar adalah verifikasi.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis dan berguna bagi Pimpinan Partai dan mahasiswa pada masa yang akan datang.

In this reform era changes are demanded either in political, social or economic areas. In order to fulfill the change demands, then the role of political parties need to be improved. Golongan Karya (Golkar) party one of major political parties is one of main democratic pillars should show its existence in comprehensive, integrated and planned manner, however until now this existence has not shown the maximum results.
Based on the above matter, then the writer is going to conduct a research concerning:
1. Has Golkart Party's internal democratization run in accordance with democratic values?
2. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Integration?
3. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Resilience?
This research would be focused on perception or response of the leaders of Golkar Party Central Board, KIND Leaders, Provincial Board of Greater Jakarta Golkar Party and Leaders of RegentallCity Board Golkar Party of Capital Jakarta in improving National Resilience. To implement the research by conducting Constructivism Paradigm.
Research methodology that used is qualitative methodology, by comparing and interaction results between the researcher and research object and point of view to the research object.
Based on research results, then it is concluded that the perception toward the role of Golkar Party Internal Democratization by improving National Resilience conducted by Golkar Party has been in line with democratic values, capable to improve National Integration and improve National Resilience, so based on the research results the Internal Democratization Process of Golkar Party is verification.
This research is hoped to be beneficial academically in brings benefits for the Party Leader and students in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Sasongko
"Tesis ini berangkat dari pertanyaan pokok yang intinya mempertanyakan bagaimana interaksi antara negara, media dan civil society dalam bingkai ekonomi-politik negara Orde Reformasi (Era Transisi). Penulis melihat adanya pertarungan berbagai macam kepentingan dalam menyusun kebijakan penyiaran di. Indonesia yang ternyata sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi ketiga komponen tersebut. Secara lebih spesifik, penelitian ini mencoba menyajikan realitas empiris menyangkut kebijakan penyiaran yang diterapkan oleh pemerintah terhadap stasiun TVRI.
Metode yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci dan jelas topik yang dibahas adalah metode Studi Kasus. Sedangkan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemikiran dalam studi ini adalah pendekatan ekonomi-politik kritis. Pendekatan ini umumnya berangkat dari perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur kepemilikan. dan mekanisme kerja kekuatan pasar media (McQuail, 1996:63). Selain itu, implikasi bagi kepentingan publik hanya dapat dipahami secara lebih komprehensif jika digunakan pendekatan ekonomi-politik kritis karena era transisi ditandai oleh adanya tarik-ulur dan benturan kepentingan antara variabel-variabel ekonomi dan variabel-variabel politik.
TVRI digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini mengingat selarna ini keberadaannya masih dianggap penting dan ternyata TVRI memiliki dinamikanya sendiri ditengah maraknya industri pertelevisian di Indonesia. Selain itu, eksistensi TVRI akan semakin diperhitungkan seiring dengan perubahan status yang disandangnya sebagai lembaga penyiaran publik, sebuah lembaga yang mempunyai posisi sangat strategis di era demokrasi.
Penibahasan tentang W No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran digunakan untuk melihat lebih tajam bagaimana realitas empiris kebijakan yang ditempuh oleh negara dalam interaksinya yang dinamis dengan media dan civil society/publik dalam konteks era Orde Reformasi. Sebagai sebuah produk hukum, UU Penyiaran ini ternyata masih mengundang kontroversi yang begitu dahsyat karena bersinggungan langsung dengan kepentingan berbagai kelompok.
Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa ada penibahan yang cukup mendasar menyangkut pola hubungan kekuasaan antara negara - media -- dan masyarakat. Namun dernikian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa perubahan struktur ekonomi-politik telah memunculkan peran kekuatan masyarakat dan media dalara mengontrol kekuasaan negara (state power). Perubahan pola hubungan ini tercermin dalam kebijakan penyiaran di Indonesia: Pertarna, intervensi pemerintah dalam bidang penyiaran sudah tidak terlalu dominan. Indikasi ini terlihat dengan dihapuskannya lembaga penyiaran negara dan diakuinya lembaga penyiaran publik, juga lembaga penyiaran komunitas. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa lagi mengatur lembaga penyiaran melalui sebuah lembaga khusus bentukan negara atau lembaga di bawah departemen negara. Pengaturan institusi penyiaran diserahkan kepada sebuah lembaga independen yakni Komisi Penyiaran Indonesia (PI) yang tidak bertanggungjawab kepada Pemerintah tetapi bertanggungjawab kepada DPR/DPRD sebagai representasi rakyat.
Kedua, kontroversi seputar pengesahan UU Penyiaran No. 32 Tabun 2002 mencerminkan masih adanya benturan kepentingan antara negara dan publik. Di antara kelompok masyarakat/publik sendiri muncul pro-kontra khususnya antara kelompok pemilik modal dan praktisi penyiaran yang menolak tegas UU ini dengan beberapa pihak yang mendukungnya. Implikasi praktis situasi seperti ini adalah semakin meningkatnya kesadaran publik akan hak-hak mereka dalam penyelenggaran penyiaran. Paling tidak, ada peluang munculnya civil society yang kuat sehingga publik bisa lebih berperan dalam proses pelembagaan referensi etik, normatif, dan regulatif bidang komunikasi massa.
Secara teoritis, deregulasi bidang penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR belum sepenuhnya mencerminkan model penyiaran yang demokrass. Dalam hal ini, filosofi kepentingan publik (public interest) sebagai konsep kunci demokrasi masih akan sulit diwujudkan. Dalam masyarakat demokrass, regulasi penyiaran harusnya memenuhi kriteria: Pertama, akuntabilitas publik (accountability), yang berarti lembaga penyiaran bertanggungjawab memenuhi kepentingan publik. Kedua, kecukupan (adequacy), berwujud keanekaragaman program yang menyentuh seluruh segmen masyarakat secara adil, proporsional, dan berimbang. Ketiga, akses (access), yakni upaya memberikan hak seluas-luasnya kepada publik untuk memperoleh informasi (Kellner, 190:185)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library