Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dudi Setiadi
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan di Negara kesatuan yang mengenal pemerintahan daerah, diberlakukan desentralisasi pemerintahan. Pemberlakuan desentralisasi pemerintahan berdampak pada penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selain kewenangan yang mencakup pertahanan dan keamanan, hubungan luar, agama, moneter, dan pemerintahan umum, kewenangan pemerintah pusat lainnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, berdasarkan prinsip desentralisasi. Dengan adanya prinsip money follows functions, maka setiap penyerahan beberapa kewenangan bidang pemerintahan disertai dengan penyerahan kewenangan bidang keuangannya, oleh karena itu berlakulah desentralisasi fiskal (Fiscal Decentralization). Tesis ini membahas tentang salah satu jenis kebijakan desentralisasi fiskal, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU). Perannya sebagai block grant dan equalization grant, DAU mendukung dilaksanakannya desentralisasi pemerintahan. Dengan demikian, DAU perlu dipertahankan untuk tetap dilaksanakan, namun dengan sedikit perubahan dalam peraturan perundang-undangannya. Hal tersebut perlu dilaksanakan agar tercipta ketegasan bahwa tujuan desentralisasi ialah untuk menciptakan Pemerintah Daerah yang mandiri. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif, didukung data sekunder dan dilengkapi dengan hasil studi kasus di pemerintah daerah kabupaten penerima DAU yang telah menggunakan DAU sesuai dengan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
ABSTACT
Government decentralization was enforced in order to support the development implementation in the Unitary State which was familiar with local government. The impact of the government decentralization was the devolution from the central to the local government. Besides authority in the field of security and defense, foreign relationship, religion, monetary, and general governance, other authority of the central government were transferred to the local government based on the decentralization principles. With the establishment of money follows functions principle, every devolution in the field of governance would also be followed by the devolution in its financial field, and for that reason the Fiscal Decentralization was applied. This thesis would discuss about one of the fiscal decentralization policies, which was General Allocation Fund (GAF). With the role as block grant and equalization grant, GAF supported the government decentralization implementation. Therefore, it was necessary to maintain the implementation of GAF, but with a few changes in its laws and regulations. The changes must be made to state that the goal of decentralization was to create an independent local government. On the preparation of the thesis, the writer used a normative research method, which supported by secondary data and equipped with case study results of district government which received the GAF and had used it in accordance with the Regulations No. 33 year 2004, about the Financial Balance between the Central Government and the Local Government and the Government Regulation No. 55 year 2005 about the Balance Fund.
2013
T35281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Sugeng Istanto
Yogyakarta: Karyaputera, 1971
352 SUG b (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Ridwan Maksum
Deepublish, 2021
324.598 IRF r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Pratama
Abstrak :
Satu hal yang terpenting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di Indonesia, salah satu urusan pemerintahan serentak diserahkan ke daerah pedalaman kerangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah bidang administrasi kependudukan. Kewenangan penanganan masalah kependudukan diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dalam UU No. 24 Tahun 2003 Jo. UU No. 23 Tahun 2006. Kewenangan dalam penunjukan pejabat struktural di sektor kependudukan di daerah berdasarkan revisi undang-undang administrasi kependudukan dimiliki secara mutlak oleh pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri kemudian membuat mekanismenya lebih detail dengan dikeluarkannya Permendagri No. 76 Tahun 2015. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan di daerah yang banyak mengepalai daerah melakukan proses pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma-norma tersebut menghasilkan pelayanan administrasi kematian terhalang. metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan materi literatur dan wawancara. Solusi terkait masalah pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan Permendagri No. 76 Tahun 2015 adalah memberikan surat peringatan kepada kepala daerah untuk membatalkan keputusan ini dan di beberapa area ditambahkan dengan sanksi penghentian jaringan. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali mengenai peraturan tentang administrasi kependudukan, apakah kewenangan ini diperlukan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah dilaksanakan secara dekonsentrasi melalui instansi vertikal atau kembalinya kewenangan daerah dalam mengangkat pejabat secara struktural ......One of the most important things in implementing regional autonomy is the division of authority between the central and regional governments. In Indonesia, one of the governmental affairs that is simultaneously transferred to the interior areas in the framework of implementing regional autonomy is the field of population administration. The authority to handle population problems is regulated in Law No. 23/2014 as well as in Law No. 24 of 2003 Jo. UU no. 23 of 2006. The central government has absolute authority to appoint structural officials in the population sector in the regions based on the revision of the population administration law. The Minister of Home Affairs then made the mechanism more detailed with the issuance of Permendagri No. 76 of 2015. This raises various problems in the regions where many head the regions carry out the process of appointing structural officials who are not in accordance with these norms resulting in obstructed death administration services. The writing method used in this writing is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interview materials. Solutions related to the problem of appointing structural officials that are inconsistent with Permendagri No. 76 of 2015 is to provide a warning letter to the regional head to overturn this decision and in several areas it was added with network termination sanctions. Therefore it is necessary to revisit the regulations regarding population administration, whether this authority is required to be fully owned by the central government whose implementation in the regions is carried out in a deconcentrated manner through vertical agencies or the return of regional authority in appointing officials structurally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library