Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Korea Selatan sebagai donor baru dalam kerangka kerjasama ODA telah mewarnai wajah baru diplomasi ekonomi di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang selama beberapa dekade didominasi oleh Jepang dan Tiongkok. Pada periode 2008-2013 di bawah kepemimpinan Presiden Lee Myung-bak, Korea Selatan semakin agresif dalam menjalin kemitraan dengan Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika melalui pemberian Official Development Assistance (ODA). Korea Selatan secara eksplisit meningkatkan proporsi dana ODA untuk kedua regional tersebut. Penulis mencermati, bahwa pendistribusian ODA ke Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika tidak terlepas dari pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, ?Apa pertimbangan geoekonomi dan geopolitik yang melandasi Korea Selatan dalam pembentukan peta distribusi ODA ke regional Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika periode 2008-2013??. Di dalam penelitian ini penulis berargumen, bahwa pembentukan peta distribusi ODA Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika dilandasi oleh pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Kedua pertimbangan tersebut berdifusi dan saling mempengaruhi satu sama lain, yang kemudian memunculkan kebijakan ekonomi-politik di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Untuk membuktikan argumen tersebut, penelitian ini akan menganalisis beberapa hal, yaitu (1) kebijakan perdagangan dan FDI Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang mencakup peningkatan jumlah FTA, perdagangan di sektor agrikultur, industri, energi, serta proyek-proyek kelestarian lingkungan, (2) kebijakan politik luar negeri Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, seperti intensi untuk berperan sebagai pemimpin regional dalam usaha pembangunan Asia Tenggara dan demokratisasi dalam mendorong sistem perekonomian terbuka di Sub-Sahara Afrika
ABSTRACT
South Korea as an emerging donor in ODA platform has coloured economic diplomacy in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, that has been dominated by Japan and China for a few decades. In period 2008-2013 under President Lee Myung-bak administrative, South Korea is increasingly aggressive in partnership with Southeast Asia and Sub-Saharan Africa through the provision of Official Development Assistance (ODA). South Korea explicitly increases the proportion of ODA fund for both regional. The author has observed that the distribution of ODA to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa can?t be separated from geoeconomic and geopolitic considerations. Then this phenomena raises a question, ?What are geoeconomic and geopolitic considerations underlying South Korea in the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub- Saharan Africa in period 2008-2013??. In this research, the author argues, that the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa in period 2008-2013 is underlied by geoeconomic and geopolitic considerations. Both of these considerations have been diffused and influence each other, that bring out economic-politic policies in Southeast Asia and Sub- Saharan Africa. To prove this argument, this research will analyze a few things, namely: (1) Trade policy and FDI of South Korea in Southeast Asia and Sub- Saharan Africa, which includes increasing the number of FTA, trade in agriculture, industry, energy sector, and environmental sustainability projects or green growth project. (2) South Korea?s foreign policies in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, such as the intention to act as a leader in the development efforts of Southeast Asia and democratization in encouraging an open economic system.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8192
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shota Yamada
Abstrak :
Abstrak
Drinking water is indispensable for human life. This study investigated the distribution of rainwater harvesting tanks (RWHTs) by non-governmental organizations (NGOs) to address the drinking water crisis in southwest coastal Bangladesh. Field surveys conducted in Shyamnagar Upazila revealed that NGOs more often subsidise rather than donate RWHTs. NGOs subsidised RWHTs for wealthier households because they fulfil criteria such as tin roofs possession and NGO-organised activities involvement. Accordingly, poor households were excluded from NGO RWHT distribution activities as they failed to meet the required criteria. The phenomena may be due to the commercialisation of NGOs and the NGO policy of generating a sense of ownership toward RWHT among villagers. However, excessive commercialisation of NGOs may hamper the provision of safe drinking water to the people most in need, even though the commercialisation of NGOs and the generation of a sense of ownership toward given assets are essential for the sustainability of NGOs and their activities.
Kyoto: Institute of International Relations and Area Studies, 2021
327 RITSUMEI 18 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Khairunnisa
Abstrak :
Hungaria merupakan salah satu negara donor yang melibatkan CSO dalam praktik bantuan luar negeri. Hal tersebut tercermin dari peningkatan alokasi ODA untuk CSO dari yang semula 3% menjadi 28% di tahun 2019. Sebagai negara donor yang relatif baru, peningkatan persentase dipandang unik karena tiga hal (1) persentase tersebut jauh berada di atas negara anggota OECD lainnya yang hanya di kisaran 10-20%, (2) alokasi ODA berasal dari ODA bilateral yang sarat akan kepentingan donor, dan (3) Mayoritas CSO yang terlibat merupakan CSO berbasis di Hungaria, sementara sepuluh tahun terakhir terdapat tensi antara pemerintah Hungaria dengan CSO domestik. Skripsi ini membahas faktor-faktor domestik serta interaksinya dengan faktor eksternal yang membentuk kemitraan pemerintah Hungaria dengan Civil Society Organisations (CSO) dalam konteks Official Development Assistance (ODA) tahun 2017-2019. Penelitian dilakukan untuk menjelaskan signifikansi aktor CSO dalam bantuan luar negeri dengan mengetahui motif dan pertimbangan yang melandasi penyaluran ODA melibatkan CSO. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penulis menyimpulkan bahwa peningkatan kemitraan antara pemerintah Hungaria dengan CSO domestik dalam bantuan luar negeri hasil dari terfragmentasinya mekanisme pencegahan migrasi global Uni Eropa yang kemudian mendorong pemerintah Hungaria untuk mengimplementasikan kebijakannya sendiri melalui mekanisme ODA untuk CSO. Berawal dari sana kemudian karakter politik domestik yang tersentralisasi dengan ide/gagasan pembentuk berdasarkan ancaman kaeamanan nasional dan solidaritas kristiani menjadi faktor domestik dominan yang membentuk kebijakan ODA untuk CSO. ......Hungary is one of the donor countries that mostly involve CSOs in the practice of foreign aid. This is reflected in the increase in ODA for CSOs from 3% to 28% in 2019. As a relatively new donor country, the increase in the percentage can be seen as unique because (1) the percentage is far above other OECD member countries which only in the range of 10%-20%, (2) it's part of bilateral ODA which is commonly tends to serve donor interests, and (3) The majority of it is Hungarian-based CSOs, while in the last ten years there has been tension between the Hungarian government and domestic CSOs. This thesis discusses domestic factors and their interactions with external factors that form the partnership between the Hungarian government and Civil Society Organizations (CSOs) in the context of Official Development Assistance (ODA) 2017-2019. The study was conducted to explain the significance of CSO actors in foreign aid by knowing the motives and considerations underlying the distribution of ODA involving CSOs. This is qualitative research with a descriptive design. The author concludes that the increased partnership between the Hungarian government and domestic CSOs in foreign aid is the result of the fragmentation of the European Union's global migration prevention mechanism which then encourages the Hungarian government to implement its policies through the ODA mechanism for CSOs. Therefore, centralized domestic politics with ideas based on national security threats and Christian solidarity becomes the dominant domestic factor that shapes ODA policies for CSOs.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ansellia Aufari Chaerunissa
Abstrak :
Korea Selatan merupakan negara yang berhasil mengubah dirinya dari negara penerima ODA menjadi salah satu negara donor terkemuka pada abad 21, khususnya setelah bergabung dengan OECD DAC pada tahun 2010. Dalam berbagai literatur yang membahas mengenai ODA Korea Selatan, negara ini lebih banyak dijuluki dengan istilah donor baru atau emerging donor, dan dianggap belum memiliki sejarah donor yang panjang. Namun sebenarnya karir Korea Selatan sebagai negara donor ODA telah dimulai sejak tahun 1963. Dari dimulainya kegiatan donor Korea Selatan hingga sekarang menjadi anggota OECD DAC, tentu terjadi berbagai perkembangan dalam ODA Korea Selatan. Kajian literatur ini membahas mengenai dinamika perkembangan ODA Korea Selatan yang dilihat dari berbagai literatur mengenai hal tersebut. Berdasarkan metode kronologis, penulisan tinjauan literatur ini terbagi dalam 3 periode yaitu 1963-1986. 1987-2009, dan 2010-sekarang. Berdasarkan literatur-literatur yang menjelaskan ketiga periode tersebut, perkembangan ODA Korea Selatan dapat dilihat dari perkembangan model, motif, dan politik domestik ODA. Dari perkembangan model ODA Korea Selatan dapat terlihat bahwa terjadi perubahan besar dalam model ODA dari periode 1963-1986 ke periode 1987-2009, namun tidak terjadi perubahan signifikan dari periode 1987-2009 ke periode 2010-sekarang. Kemudian, dari perkembangan motif ODA Korea Selatan selama tiga periode, dapat terlihat bahwa motif politik dan ekonomi terus menjadi pendorong utama ODA. Selain itu pada periode 1987-2009 dan 2010-sekarang, motif kemanusiaan juga menjadi faktor yang mendorong pemberian ODA Korea Selatan. Dan terakhir, dari perkembangan politik domestik ODA Korea Selatan, dapat dilihat bahwa fragmentasi sistem yang dikarakterisasikan dengan tarik menarik kepentingan antara dua kementerian utama yang berkaitan dengan ODA, dan dukungan publik menjadi isu yang dominan. Penulis menemukan beberapa kesenjangan literatur yaitu, tidak munculnya pembahasan mengenai Majelis Nasional Korea Selatan, ODA Korea Selatan di kawasan selain Asia dan Afrika, dan perbandingan model ODA Korea Selatan dengan negara donor baru lainnya selama tiga periode perkembangan ODA. ......South Korea is a country that successfully turned itself from an ODA recipient to one of the most prominent donor country in 21" century, especially after its accession to OECD DAC in 2010. Various writings that discusses South Korean ODA mainly named this country as a new or emerging donor. They also consider South Korea as having short donorship history. South Korea's donorship already began in 1963. From the beginning of its donor activity until today as an OECD DAC member, there have been various developments in South Korean ODA. This literature review discusses the dynamics of the development of South Korean ODA from various literatures. Using chronological method, this literature review is divided into 3 periods, 1963-1986, 1987-2009, and 2010 now. Based on literatures discussing about the development of South Korean ODA in those three periods, the development of the ODA can be seen through the development of its model, motivation, and domestic politics. The development of the South Korean ODA model sees the significant changes from period 1963-1986 to 1987-2009, but no significant change visible from period 1987-2009 to 2010-now. The development of the South Korean ODA motivation shows that during those three periods political and economic motivations are the main drivers of the ODA. During 1987-2009 and 2010-now periods, humanitarian motivations also drives the ODA disbursement. And finally, the development of the South Korean ODA domestic politics sees the system fragmentation characterize by competing interest from two main ODA-related ministries and public support as the dominant issues in the discussion. Based on the literature reviews, this paper has identifies some research gap such as the absence of discussions about National Assembly, South Korean ODA in regions besides Asia and Africa, and the comparison between South Korean ODA model with other emerging donors during those three periods of development.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Tulisan ini membahas kepentingan ekonomi dan politik dibalik pemberian bantuan pembangunan Korea Selatan ke Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Lee Myung Baek dan Park Geunn Hye. Permasalahan yang diangkat adalah perbedaan kepentingan ekonomi-politik yang terdapat dibalik penyaluran bantuan pembangunan. Dimasa pemerintahan keduanya, Korea Selatan sangat aktif dalam menyalurkan bantuan pembangunan ke Indonesia, baik dalam bentuk pinjaman bersyarat maupun hibah. Bahkan volume bantuan pembangunan ke Indonesia meningkat pesat dimasa kepemimpinan Lee Myung Baek dan Park Geun Hye. Tujuan tulisan ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan kepentingan ekonomi dan politik Korea Selatan dalam pendistribusian bantuan pembangunan ke Indonesia dimasa jabatan dua pemimpin negara tersebut. Melalui pendekatan geoekonomi, ditemukan bahwa kebutuhan ekonomi Korea Selatan dalam memberikan bantuan pembangunan ke Indonesia adalah akses untuk penetrasi pasar industri, SDA seperti komoditas pertanian dan energi, pengembangan MNC, dan serapan tenaga kerja. Sementara dari sudut geopolitik, Korea Selatan menunjukkan intensi untuk menjadi leader dalam penyaluran bantuan pembangunan ke Indonesia pada periode jabatan Presiden Lee Myung baek dan membangun mutual trust dengan Indonesia dimasa pemerintahan Presiden Park Geun HYe.
Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2017
321 JKLHN 30 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library