Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soepardjo
"Kebijakan EPTE dikeluarkan pemerintah sebagai salah satu jawaban terhadap persoalan peningkatan penerimaan negara melalui eksport diluar minyak dan gas slam. Ekspor hasil industri diusahakan dapat mengurangi dan bahkan melepaskan ketergantungan pemerintah dari minyak dan gas alam.
Namun persoalan ekspor, yang walaupun dilakukan oleh pihak swasta, tidak bisa hanya diserahkan kepada mekanisme internal perusahaan saja. Ekspor dalam pasar global semakin menuntut peranaan pemerintah negara yang bersangkutan sebagai penyedia infrastruktur, fasilitas dan perangkat kebijakan politik dan birokrasi. Peran pemerintah yang besar sebagai salah satu variabel dalam peningkatan ekspor perusahaan swasta itulah yang menjadi inti pembahasan Michel E. Porter dalam model "Diamond"nya.
Permasalahannya adalah belum terjadinya peningkatan ekspor yang signifikan pada perusahaan- perusahaan EPTE. Walaupun secara nominal terjadi penigatan ekspor, namun peningkatan itu belum dapat dipandang besar bila dibandingkan dengan fasilitas yang disediakan pemerintah melalui institusi EPTE.
Penelitian ini menemukan bahwa peningkatan ekspor perusahaan-perusahaan tidak hanya semata-mata ditentukan oleh tersedia atau tidaknya fasilitas dan infra struktur akan tetapi juga dipengaruhi oleh kinerja perusahaan itu sendiri. Oleh sebab itu walaupun peran EPTE disatu sisi sudah demikian besarnya namun disisi lain kare kinerja perusahaan (faktor internal) belum begitu baik maka peningkatan ekspor non migas menjadi belum signifikan.
Atas dasar itu semua maka disamping harus dilakukannya perbaikan-perbaikan terhadap institusi EPTE untuk mencapai tingkat pelayanan yang lebih baik lagi maka harus ada usaha yang serius untuk memperbaiki kinerka perusahaan-perusahaan EPTE."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathul Bahri
"Dalam PAP II, Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan yang semakin besar untuk lebih mampu bersaing di pasar global agar memperoleh devisa negara yang makin besar dari sektor non migas, terutama dari sektor pariwisata. Sektor pariwisata diharapkan pada akhir Repelita VII atau tahun 2005 dapat menduduki urutan pertama dalam penerimaan devisa negara menggantikan minyak dan gas bumi.
Visi Pemerintah untuk menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan dalam konstelasi perekonomian nasional pada akhir Repelita VII mempunyai implikasi yang tidak sedikit terhadap kesiapan sektor-sektor terkait, tidak hanya terhadap penyediaan hotel dan restoran, objek dan daya tarik wisata, tetapi juga terhadap sarana dan prasarana pendukung seperti angkutan darat, laut dan udara serta dukungan sektor telekomunikasi, listrik, air minum dan prasarana lainnya (hardware infrastructure).
Penelitian ini ditujukan untuk melihat potensi dan arah pengembangan sektor pariwisata dalam upaya meningkatkan devisa negara, yang kerangka analisisnya secara lintas makro sektoral. Strategi pengembangan serta keunggulan kompetitif sektor pariwisata dapat ditelaah dalam konteks penelitian dari segi input, proses dan output produk pariwisata Indonesia. Jenis penelitian ini adalah studi analisis diskriptif yang didasarkan oleh hasil studi eksplorasi secara deskriptif.
Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan pemetaan wilayah unggulan serta peluang pasar dalam meningkatkan pemasaran dan promosi wisata; untuk mengetahui alternatif strategi pengembangan dan keunggulan kompetitif; serta untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan strategi tersebut.
Temuan kajian yang paling penting adalah bahwa peranan Pemerintah/negara akan tetap kuat dan dominan dalam era globalisasi sekarang ini, kompetisi yang bersifat global seakan-akan menjadikan peranan Pemerintah semakin kecil, tetapi pada kenyataannya malah sebaliknya yaitu menjadi semakin besar dan penting. Peranan Pemerintah merupakan faktor penentu (determinant) yang kelima dalam rangka kemampuan untuk berkompetisi. Untuk itu maka pembangunan kepariwisataan bukan saja perlu terpadu secara internal, tetapi yang tidak kalah pentingnya, pembangunan tersebut juga harus serasi dengan pembangunan yang dilakukan oleh sektor lain, makanya koordinasi lintas sektoral derajat tinggi mutlak diperlukan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library