Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karin Wiradarma
"Peningkatan berat badan selama hamil dan indeks massa tubuh (IMT) ibu laktasi yang berlebihan berhubungan dengan inflamasi kronis derajat rendah yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan ibu maupun bayi. Asupan nutrisi diketahui sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi perubahan berat badan (BB), IMT, serta inflamasi pada ibu laktasi. Inflamasi kronis derajat rendah dapat diukur dengan high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP), baik di serum maupun ASI. Selain dengan pemeriksaan laboratorium, status inflamasi juga dapat diprediksi oleh skor Dietary Inflammatory Index (DII), suatu alat yang dapat memprediksi potensi inflamasi diet individu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara skor DII ibu laktasi dengan kadar hs-CRP serum dan ASI ibu 3-6 bulan post partum di Jakarta. Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan menggunakan consecutive sampling yang melibatkan 71 subjek ibu laktasi 3-6 bulan post partum yang datang ke Puskesmas Cilincing dan Grogol Petamburan, Jakarta, pada bulan Februari-April 2019. Penilaian asupan nutrisi dilakukan dengan semi-kuantitatif Food Frequency Questionnaires, pemeriksaan antropometri meliputi BB prakehamilan, BB saat pengambilan data, dan tinggi badan, serta pengambilan sampel serum (dengan metode imunoturbidimetri) dan ASI (dengan metode ELISA) untuk pemeriksaan hs-CRP. Median CRP serum adalah 1,74 mg/L dan CRP ASI 6221,17 pg/mL, sementara rerata skor DII adalah 0,624. Ditemukan korelasi positif antara hs-CRP serum dan ASI (r = 0,269, p = 0,023), namun pada penelitian ini tidak didapati korelasi antara skor DII dengan kadar hs-CRP serum maupun ASI (r = -0,124, p = 0,301 dan r = 0,129, p = 0,283).

Excessive gestational weight gain (GWG) and body mass index (BMI) in lactating mothers are associated with chronic low-grade inflammation which can cause negative effects to mother and baby. Nutrient intake has been known as important factor to affect inflammation, which can be measured by high sensitivity Creactive protein (hs-CRP). Beside laboratory assesment, level of inlammation can be determined by Dietary Inflammatory Index (DII) score, a tool developed to predict inflammation potential in diet consumed.
This study aimed to examine the correlation between DII score with serum and breast milk hs-CRP in lactating mothers. A cross-sectional study was conducted by consecutively enrolling 71 lactating mothers, 3-6 months post-partum, age 20-35 years old, visiting Grogol Petamburan and Cilincing community health center on February-April 2019. Dietary assessment was conducted using semi-quantitative food frequency questionnaire. Anthropometric measurements included were pre-pregnancy weight, post-partum weight, and body height. Serum hs-CRP was measured by immunoturbidimetry method, and breast milk hs-CRP by ELISA method. Median of serum and breast milk CRP were 1,74 mg/L and 6221,17 pg/mL, respectively. Mean of DII score was 0,624. Positive correlation was found between serum and breast milk hs-CRP (r = 0,269, p = 0,023), but we can not find correlation between DII score with serum and breast milk hs-CRP (r = -0,124, p = 0,301 and r = 0,129, p = 0,283). There is no correlation between DII score with serum and breast milk hs-CRP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karera Aryatika
"ABSTRAK
Di Indonesia, prevalensi kelebihan berat badan pada remaja umur 16-18 tahun meningkat dari 1.4 persen 2010 menjadi 7.3 persen 2013 . Obese pada tubuh memicu timbulnya ldquo;chronic low grade inflammation rdquo; dalam jangka waktu yang lama. Diet merupakan faktor penting yang mengatur kondisi inflamasi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat inflamasi yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi oleh remaja dan hubungannya dengan status gizi mereka di kabupaten Trenggalek. Studi perbandingan potong lintang dengan subjek remaja terdiri dari 152 kelebihan gizi dan 151 normal dilaksanakan di kabupaten Trenggalek. Variabel bebas dari inflamasi pada makanan diukur menggunakan ldquo;dietary inflammatory index rdquo;. Status gizi remaja dikategorikan menggunakan CDC BMI/U . Data dianalisis dengan ldquo;chi square rdquo; menggunakan SPSS versi 20. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada parameter inflamasi makanan dan status gizi pada remaja p>0.05 . Namun, remaja yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pro inflamasi memiliki resiko mengalami kelebihan berat badan 1.16 kali dibandingkan dengan remaja yang mengkonsumsi anti inflamasi adjusted OR 1.16, 95 CI=0.718-1.881 . Makanan yang bersifat pro inflamasi berkaitan remaja dengan gemuk dan obese. Sebaliknya, makanan yang bersifat pro inflamasi berkaitan dengan remaja normal.
ABSTRACT
In Indonesia, prevalence of overnutrition among adolescence aged 16 18 years increase from 1,4 percent 2010 to 7.3 percent in 2013. The state of obesity in the body lead to have chronic low grade inflammation in the long term condition. Diet has been known as an important regulatory factor on inflammatory condition.This study was conducted to capture inflammation contain on foods which consumed by adolescence and observe its association with their nutritional status. A comparative cross sectional study with 152 overnutrition and 151 non overnutrition adolescence in Trenggalek District was involved. Independent variable of food rsquo s inflammation was measured using Dietary Inflammatory Index. Nutritional status of adolescence was categorized using CDC BMI for Age percentils . Data were analyzed with Chi Square using SPSS version 20. There was not significantly difference of food rsquo s inflammatory parameter and nutritional status of adolescence p 0.05 . However, adolescence who consumed highest pro inflammatory foods, had risk to suffer overnutrition 1.16 times compare to adolescence who consumed more anti inflammatory foods adjusted OR 1.16, 95 CI 0.718 1.881 . A pro inflammatory diet the higher dietary inflammatory index score was significantly associated with overweight and obese adolescence. Inversely, anti inflammatory diet the lower dietary inflammatory index score was associated with normal adolescence."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermita Bus Umar
"Pola makan yang tidak sehat berhubungan dengan tingginya Dietary Inflammatory Index (DII) yang pada akhirnya memiliki hubungan timbal balik dengan profil lipid yang tidak normal seperti peningkatan LDL. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis DII pada diet Wanita Usia Subur (WUS) etnik Minangkabau dan hubungannya dengan kadar kolesterol LDL. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang pada 143 orang WUS etnik Minagkabau, yang terbagi ke dalam dua kelompok berdasarkan kadar LDL, yaitu LDL tinggi (n=71) dan kadar kolesterol LDL normal (n=72). Pengumpulan data meliputi wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan kolesterol LDL. Penilaian konsumsi makanan untuk menghitung DII menggunakan metode Semi Quatitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ) dan Food Recall. Analisis menggunakan uji t idependen, uj Chi square, Uji Anova dan Uji Regresi logistik ganda untuk melihat hubungan DII dengan kolesterol LDL dengan memperhatikan variabel kovariat. Hasil penelitian mendapatkan Skor DII secara keseluruhan sebesar 2,44±1,03, dengan nilai DII pada kelompok LDL tinggi sebesar 2,62±1,15 lebih tinggi dibanding kelompok LDL normal yaitu sebesar 2,27±0,86 (p<0,05). Subjek yang mempunyai DII tinggi (tertil 3) berisiko 2,69 kali mengalami kolesterol LDL tinggi dibanding subjek dengan DII rendah (tertil 1) setelah dikontrol dengan aktifitas fisik. Daging, ayam dan minyak mempunyai kontribusi yang lebih dominan terhadap kadar kolesterol LDL tinggi, sumber protein nabati (tahu dan tempe), sayuran dan bumbu mempunyai kontribusi yang lebih dominan terhadap kolesterol LDL normal. Ikan dan santan memberikan kontribusi pada kedua kelompok tergantung teknik pengolahan. Perlu adanya perubahan pola konsumsi dari jenis dan bahan makanan yang bersifat proinflamasi menjadi antiinflamasi, serta membatasi cara pengolahan makanan dengan cara digoreng dan mempertahankan tradisi penggunaan bumbu seperti bawang merah, bawang putih dan kunyit di dalam pengolahan makanan terutama yang menggunakan santanPola makan yang tidak sehat berhubungan dengan tingginya Dietary Inflammatory Index (DII) yang pada akhirnya memiliki hubungan timbal balik dengan profil lipid yang tidak normal seperti peningkatan LDL. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis DII pada diet Wanita Usia Subur (WUS) etnik Minangkabau dan hubungannya dengan kadar kolesterol LDL. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang pada 143 orang WUS etnik Minagkabau, yang terbagi ke dalam dua kelompok berdasarkan kadar LDL, yaitu LDL tinggi (n=71) dan kadar kolesterol LDL normal (n=72). Pengumpulan data meliputi wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan kolesterol LDL. Penilaian konsumsi makanan untuk menghitung DII menggunakan metode Semi Quatitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ) dan Food Recall. Analisis menggunakan uji t idependen, uj Chi square, Uji Anova dan Uji Regresi logistik ganda untuk melihat hubungan DII dengan kolesterol LDL dengan memperhatikan variabel kovariat. Hasil penelitian mendapatkan Skor DII secara keseluruhan sebesar 2,44±1,03, dengan nilai DII pada kelompok LDL tinggi sebesar 2,62±1,15 lebih tinggi dibanding kelompok LDL normal yaitu sebesar 2,27±0,86 (p<0,05). Subjek yang mempunyai DII tinggi (tertil 3) berisiko 2,69 kali mengalami kolesterol LDL tinggi dibanding subjek dengan DII rendah (tertil 1) setelah dikontrol dengan aktifitas fisik. Daging, ayam dan minyak mempunyai kontribusi yang lebih dominan terhadap kadar kolesterol LDL tinggi, sumber protein nabati (tahu dan tempe), sayuran dan bumbu mempunyai kontribusi yang lebih dominan terhadap kolesterol LDL normal. Ikan dan santan memberikan kontribusi pada kedua kelompok tergantung teknik pengolahan. Perlu adanya perubahan pola konsumsi dari jenis dan bahan makanan yang bersifat proinflamasi menjadi antiinflamasi, serta membatasi cara pengolahan makanan dengan cara digoreng dan mempertahankan tradisi penggunaan bumbu seperti bawang merah, bawang putih dan kunyit di dalam pengolahan makanan terutama yang menggunakan santan.

Poor dietary patterns correlate with high Dietary Inflammatory Index (DII) which ultimately has a reciprocal relationship with abnormal lipid profiles such as elevated Low-Density Lipoprotein (LDL). The purpose of this study was to analyze DII in the diet of Minangkabau ethnic women and their relationship with LDL cholesterol levels. This study uses a cross-sectional design, recruited 143 Minangkabau women of reproductive age, divided into two groups based on LDL levels, namely high LDL (n = 71) and normal LDL cholesterol levels (n = 72). Data collection includes interviews, anthropometric measurements, and examination of LDL cholesterol. Assessment of food consumption to calculate DII using the Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and Food Recall methods. The analysis used independent t-test, Chi-square, ANOVA, and multiple logistic regression tests to see the relationship of DII with LDL cholesterol by observing covariate variables. The results obtained an overall DII score of 2.44 ± 1.03, with a DII score in the high LDL group of 2.63± 1.15, higher than the normal LDL group of 2.27±0.86 (p <0.05). Subjects who have high DII ( 3rd tertile) have a 2.69 times risk of experiencing high LDL cholesterol compared to those with low DII (1st tertile) after being controlled with physical activity. Meat, chicken, and oil have a more dominant contribution to high LDL cholesterol levels, sources of vegetable protein (tofu and tempeh), vegetables, and seasonings have a more dominant contribution to normal LDL cholesterol. Fish and coconut milk contribute to both groups depending on processing techniques. There needs to be a change in consumption patterns from types and foods that are pro-inflammatory to anti-inflammatory, as well as limiting the way food is processed by frying and maintaining the tradition of using herbs such as onions, garlic, and turmeric in food processing, especially those using coconut milk."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khin Mittar Moe San
"[ABSTRAK
Studi komparasi potong lintang untuk menginvestigasi hubungan antara kegemukan dan inflamasi kronis derajat rendah, yang diukur melalui indeks diet inflamasi (DII), telah dilakukan pada guru wanita di Yangon, Myanmar (128 guru normal, 116 guru obese) Nilai rerata DII adalah 0.9 ±1.9 (0.91±1.92 dan 0.81±1.88 pada subyek obese dan non-obese, p=0.29). Guru dengan kegemukan beresiko 5.5 kali lebih besar untuk memiliki CRP >3mg/dl (p-value 0.02; 95%CI 1.24 - 24.07). Studi ini menemukan bahwa subyek obese mengkonsumsi lebih sedikit makanan yang bersifat anti-inflammasi seperti bawang dan antioksidan yang berimplikasi pada pencegahan dan pengendalian kegemukan dan penyakit tidak menular di Myanmar.

ABSTRACT
A comparative cross-sectional study was conducted to investigate the association between obesity and chronic low-grade inflammation measured by dietary inflammatory index (DII) among school teachers in Yangon, Myanmar. The mean ± SD of DII was 0.9±1.9 (obese 1.07 ± 1.92, non-obese 0.81± 1.88, p=0.29). Obesity was significantly associated with increased risk of having high CRP (OR= 5.5, 95% CI 1.24-24.07, p=0.02). This study found lower intakes of anti-inflammatory food parameters like onion and some antioxidants in obese (n=116) than non-obese (n=128), which have implication for prevention and control of obesity and non- communicable diseases in Myanmar population., A comparative cross-sectional study was conducted to investigate the association between obesity and chronic low-grade inflammation measured by dietary inflammatory index (DII) among school teachers in Yangon, Myanmar. The mean ± SD of DII was 0.9±1.9 (obese 1.07 ± 1.92, non-obese 0.81± 1.88, p=0.29). Obesity was significantly associated with increased risk of having high CRP (OR= 5.5, 95% CI 1.24-24.07, p=0.02). This study found lower intakes of anti-inflammatory food parameters like onion and some antioxidants in obese (n=116) than non-obese (n=128), which have implication for prevention and control of obesity and non- communicable diseases in Myanmar population.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library