Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Yusrika
"ABSTRAK
Latar belakang: Kapasitas difusi paru berdasarkan karbon ke sirkulasi pulmoner. Nilai DLCO prediksi pada asma cenderung normal atau sedikit monoksida (DLCO) didesain untuk mengukur laju perpindahan gas CO dari alveolus meningkat sedangkan pada PPOK kapasitas difusi cenderung menurun akibat emfisema. Sindrom tumpang-tindih asma-PPOK dinyatakan sebagai entitas yang unik dengan kombinasi karakteristik asma dan PPOK. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui nilai DLCO pada pasien tumpang tindih asma- PPOK (TAP) di RSUP Persahabatan Jakarta.
Metode: Uji DLCO dengan metode napas tunggal dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya telah dilakukan pada 40 pasien yang terdiagnosis sebagai TAP. Diagnosis TAP pada subjek penelitian ditegakkan menggunakan kriteria pedoman GINA/GOLD 2017. Kriteria akseptabilitas dan reprodusibilitas DLCO napas tunggal dinilai menggunakan kriteria dari ATS/ERS 2017. Hasil uji DLCO disajikan dalam nilai mutlak dan nilai persen prediksi.
Hasil: Rerata nilai DLCO mutlak dan %DLCO prediksi yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 17.98 ± 5.37 mL/menit/mmHg dan 84.16 ± 18.29%. Jika menggunakan persamaan penyesuaian DLCO berdasarkan kadar hemoglobin didapatkan nilai %DLCO prediksi sedikit meningkat dibanding sebelumnya, 85.17 ± 18.04%. Terdapat 10 subjek (25.0%) yang mengalami penurunan nilai DLCO. Enam diantaranya mengalami penurunan ringan dan empat lainnya mengalami penurunan sedang.
Kesimpulan : Rerata nilai DLCO pada subjek TAP di RSUP Persahabatan Jakarta dapat diinterpretasikan normal, lebih menyerupai asma dibandingkan PPOK. Hasil ini juga mengindikasikan kebanyakan pasien TAP dalam penelitian ini tidak mengalami penurunan luas permukaan alveolar yang mengganggu proses difusi.

ABSTRACT
Background: Diffusing capacity of the lung for carbon monoxide (DLCO) was designed to measure transfer rate of carbon monoxide from alveoli to pulmonary circulation. As we know, DLCO predicted value in asthma proved to be normal or slightly elevated. On contrary it decreased in COPD with emphysematous pattern. Asthma-chronic obstructive pulmonary disease overlap (ACO) declared as a unique entity with combined characteristics between asthma and COPD. The aim of the research is to find out DLCO value of ACO patient in Persahabatan Hospital, Jakarta.
Method: We have conducted single-breath DLCO and other required test to 40 patients diagnosed with ACO using GINA/GOLD 2017 guidelines. The acceptability and reproducibility of single-breath DLCO was done according to ATS/ERS 2017 criteria. The result then presented as absolute value and percent predicted value.
Results: The mean DLCO of our patient is 17.98 ± 5.37 mL/minute/mmHg with percent predicted value is 84.16 ± 18.29%. Using adjusted DLCO equation for hemoglobin, we found that the value is slightly increased, 85.17 ± 18.04%. However, we found 10 patient (25.0%) with DLCO decrease. Six of them have DLCO predicted value <75% (mild-decrease) and four of them have DLCO predicted value <60% (moderate-decrease).
Conclusion: The mean DLCO value of patient with ACO in our hospital can be interpreted as normal, similar with asthma, rather than COPD. It also indicate most of our patient did not have alveolar loss that altering diffusion process."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhian Kusumawardhani
"ABSTRAK
Disertasi ini menganalisis implementasi kebijakan difusi teknologi dan proses difusi teknologi di level operasional dalam konteks pemberdayaan UMK melalui iptekda LIPI di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat dan Jawa Timur selama kurun waktu 2000-2011. Pengalaman pelaksanaan iptekda LIPI dalam melaksanakan kegiatan difusi teknologi di kedua wilayah sangat bermanfaat untuk menentukan pola pemberdayaan UMK melalui difusi teknologi. Guna menunjang hasil analisis, pendekatan post-positivisme dengan metode pengumpulan data secara kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa baik aspek isi dan lingkungan kebijakan menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan difusi teknologi di kedua wilayah penelitian. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar pembelajaran dari studi kasus iptekda LIPI dapat menghasilkan mekanisme difusi teknologi secara bottom-up yang dapat menciptakan para pemimpin opini di daerah yang didukung oleh perubahan sistem pelaksanaan kegiatan difusi teknologi maupun sistem penghargaan bagi para pelaku UMK maupun agen perubah dan lembaga pelaksananya sehingga kebijakan difusi teknologi bagi pemberdayaan UMK tidak lagi dilihat sebagai proyek semata. Disamping itu, penambahan mitra kerjasama yang memiliki kewenangan dan kekuasaan yang lebih besar di tingkat kementerian/lembaga, dinas-dinas terkait, desa, dan asosiasi UMK merupakan strategi bagi aktor-aktor difusi teknologi untuk mengembangkan cakupan penerima manfaat dan keberlanjutannya

ABSTRACT
This dissertation analyzes the implementation of technology diffusion policy and the process of technology diffusion at the operational level in the context o f Micro and Small Enteprises (MSEs) empowerment in several regencies and cities in West Java and Malang Raya during the period of 2000-2001. The experience of the iptekda LIPI implementation in conducting technology diffusion in both areas is useful for determining the design of MSEs empowerment through technology diffusion. To support the results of the analysis, post-positivism approach with qualitative data collection method is employed in this research. The findings indicate that both the aspect of content and policy environment determine the success or failure of the implementation of the technology diffusion policy in the two research contexts. The findings of this research suggest that from the case study of iptekda LIPI, a bottom-up mechanism of technology diffusion which can create opinion leaders supported by the transformation of the implementation system of technology diffusion and remunerations for agents of change and institutions implementing the technology diffusion. Thus, the technology diffusion policy for the empowerment of MSEs is no longer seen merely as a project. Furthermore, the involvement of partners which have bigger authority and power at the level of ministry/institution, related agencies, villages and MSEs association becomes a strategy for the actors of technology diffusion, such as LIPI and universities, to expand the scope of beneficiaries and sustainability."
2016
D2236
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Farah Thufaila
"Telah dilakukan proses reduksi-difusi neodimium dari serbuk sintesis neodimium oksida karbonat Nd2O CO3 2 . Pada bahan ini, proses reduksi-difusi diawali dengan melakukan preparasi dengan mencampur serbuk sintesis Nd2O CO3 2 dengan CaH2 sebagai reduktor dengan penggerusan manual. Sampel awal lalu dikarakterisasi menggunakan XRD dan STA untuk mengetahui senyawa apa saja yang ada pada Nd2O CO3 2 dan dapat mengetahui perilaku sampel terhadap temperatur. Hasil dari uji STA memperlihatkan bahwa proses reduksi terjadi secara eksotermis dan mengalami tiga kali proses dekomposisi, yaitu dekomposisi molekul air, dekomposisi Nd2O CO3 2 menjadi Nd2O2CO3 dan dekomposisi Nd2O2CO3 menjadi Nd2O3. Sampel kemudian dipanaskan hingga 800oC dengan kecepatan 5oC/menit lalu di-holding pada temperatur 800oC selama 2 jam. Hasil reduksi lalu dikarakterisasi dengan XRD. Hasilnya memperlihatkan bahwa logam neodimium dengan fase alpha banyak terdeteksi di kedua sampel, diikuti dengan masih terdapatnya senyawa Nd2O3 dan CaCO3. Terbentuknya CaCO3 ini disebabkan oleh terbentuknya CaO dari reaksi antara CaH2 dengan oksigen yang ada di lingkungan tempat uji. Jumlah puncak logam neodimium sama untuk kedua sampel, namun jumlah puncak Nd2O3 terbanyak adalah sampel perbandingan 1:2.
......
Reduction Diffusion process R D for Neodymium from synthetic powder Nd2O CO3 2 has been carried out. In the process, it was begun by mixing synthetic powder Nd2O CO3 2 with CaH2 as reductor by manual milling. The mixture was characterized using XRD and STA to analyze every compound that contained on Nd2O CO3 2 synthetic powder and determine the behavior of sample towards temperature. The result showed that the R D process occured as an exoterm reaction and three steps of decomposition was performed decomposition of water, decomposition of Nd2O CO3 2 into Nd2O2CO3 and decomposition of Nd2O2CO3 into Nd2O3. The reduction was heated with 5oC minute up to 800oC and was holding for 2 hours. XRD was performed after the reduction process had been done. The result showed that alpha phase of neodymium metal is detected in both sampels, followed by the presence of Nd2O3 and CaCO3 compounds. The formation of CaCO3 is caused by the formation of CaO from the reaction between CaH2 with oxygen present in the test site environment. The number of neodymium metal peaks is the same for both samples, but the highest number of Nd2O3 peaks is the 1 2 ratio."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavian Budiansyah
"Lapisan karbida vanadium terbentuk di permukaan baja perkakas SKD11 melalui proses Toyota Diffusion dalam larutan garam selama 7 jam pada suhu 1000oC. Proses TD dilakukan 3 tahap diselingi dengan simulasi keausan dalam aplikasi menggunakan shot blast. Lapisan yang terbentuk pada setiap tahap dilakukan karakterisasi berupa kekerasan mikro, ketebalan lapisan, scanning electron microscope (SEM), dan Energy dispersive spectrometry (EDS). Kekerasan lapisan yang didapat pada TD I, II, dan III adalah 3481 HV, 3105 HV, dan 2943 HV. Sedangkan kekerasan substrat yang didapat 1110 HV, 774 HV, 766 HV. Ketebalan yang didapat pada TD I, II, dan III ialah 8.8 μm, 6.1 μm, dan 4.6 μm. Kekerasan dan ketebalan serta persentase karbon yang dihasilkan semakin berkurang seiring dengan banyaknya pengulangan proses.
......Vanadium carbide coating on SKD 11 tool steel were prepared by Toyota Diffusion process in molten salt bath for 7 h at 1000oC. TD process performed 3 times with shot blast in each stage to simulated wear in applications. The obtained coatings were characterized by micro hardness, coating thickness, scanning electron microscope (SEM), and Energy dispersive spectrometry (EDS). Coating hardness values in TD I, II and III were 3481 HV, 3105 HV, and 2943 HV. While the substrate hardness values were 1110 HV, 774 HV, 766 HV. The obtained thickness in TD I, II and III were 8.8 μm, 6.1 μm, and 4.6 μm. The hardness, thickness value and carbon level decreased along with repeated process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library