Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Basuki B. Purnomo
Jakarta: Sagung Seto, 2019
616.6 BAS d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Thannia
Abstrak :
Gangguan seksualitas merupakan masalah yang sering dialami oleh perempuan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Di Indonesia membicarakan masalah seksualitas masih dianggap tabu, sehingga tidak banyak informasi yang didapatkan terkait gangguan fungsi seksual perempuan. Penelitian ini dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Dengan tujuan untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi seksual pada perempuan subfertil yang datang pada kunjungan pertama untuk memiliki anak. Rancangan penelitian dengan studi potong lintang menggunakan kuisioner pada perempuan dengan keluhan ingin memiliki anak. Besar sampel 108 orang. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner Female Sexual Function Index (FSFI), Kuisioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS), Kuisioner Hamilton Derpression Rating Scale (HDRS), Kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF). Analisa data dengan metode Chi Square dan dilanjutkan dengan analisa multivariat Backward Conditional dilanjutkan dengan Regresi Logistik. Didapatkan hasil mayoritas  subjek perempuan berusia 30 tahun sebanyak 11 orang, belum pernah menikah sebanyak 93 (86,10 %), riwayat menggunakan alat kontrasepsi (16.67%), lama menikah kurang dari atau sama dengan 10 tahun (83.30%), Subjek yang bersekolah hingga pendidikan tinggi (93,50 %) dan memiliki pekerjaan (82,40%). Jenis disfungsi seksual pada pasien perempuan subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana yaitu gangguan dorongan seksual (79,60%), bangkitan seksual (66.7%), orgasme (50,9%), nyeri (48.1%), lubrikasi  (18,50%) dan kepuasan (34.3%). mengalami depresi sebanyak 46,20% dan mengalami kecemasan 38.00%.

Subjek pria dibawah umur 40 tahun (77,80%), semua bekerja (100,00 %), dan berpendidikan tinggi (88,90 %), Pria yang mengalami depresi 21.30% dan kecemasan 19,49%.

Pada analisa bivariat Frekuensi hubungan seksual memiliki hubungan yang signifikan dengan  disfungsi seksual perempuan pasien subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana p = 0.09. ......Sexuality disorders are problems often experienced by women which can be influenced by many factors. Talking about sexuality in Indonesia is still considered taboo, and not much information I available regarding women's sexual dysfunction. This research was conducted at the Yasmin Clinic, RSCM KencaTo know the description of sexual function disorders in subfertile on the first visit wanting to have children. The research design was a cross-sectional study using a questionnaire on women with chief complaints of wanting to have children. The sample size is 108 people. Sampling with consecutive sampling. Interviews and questionnaires were filled in. Female Sexual Function Index (FSFI) Questionnaire, Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) Questionnaire, Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Questionnaire, and International Index of Erectile Function (IIEF) Questionnaire. Data analysis using the Chi-Square method and followed by Backward Conditional multivariate analysis followed by Logistic Regression. The results obtained were that the majority of female subjects were 30 years old as many as 11 people, 93 (86.10%) had never been married, history of using contraception (16.67%), length of marriage less than or equal to 10 years (83.30%), subjects who attended school to higher education (93.50%) and have a job (82.40%). Types of sexual dysfunction in subfertile female patients at the Yasmin Clinic RSCM Kencana are sexual drive disorders (79.60%), sexual arousal (66.7%), orgasm (50.9%), pain (48.1%), lubrication (18.50%) ) and satisfaction (34.3%). experiencing depression at as much as 46.20% and experiencing anxiety at 38.00%. Male subjects under the age of 40 years (77.80%), all working (100.00%), and highly educated (88.90%). Men who experience depression 21.30% and anxiety 19.49%. In bivariate analysis, the frequency of sexual intercourse had a significant relationship with female sexual dysfunction in subfertile patients at the Yasmin Clinic, RSCM Kencana, p = 0.09.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Indah Lestari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Prolaps Organ panggul POP adalah tonjolan atau penonjolan organ panggul dan segmen yang terkait vagina ke dalam atau melalui vagina.1 POP Sering dijumpai pada wanita dewasa dan usia lanjut.1-3 Umumnya wanita yang menderita POP datang dengan keluhan adanya benjolan pada vaginanya.9,10 Gangguan pada fungsi seksual jarang dikeluhkan, namun dari kepustakaan diketahui bahwa pasien prolaps stage 3-4 terkait dengan sulitnya pencapaian orgasme.13 Sedangkan Roovers dkk melaporkan prevalensi disfungsi seksual sebesar 68 pada pasien POP. Sayangnya, Di Indonesia sendiri penelitian mengenai disfungsi seksual pada penderita POP cukup jarang, bahkan peneliti sendiri belum mendapatkan datanya. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai prevalensi disfungsi seksual pada pasien prolaps organ panggul.Tujuan : Mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada penderita prolaps organ panggulMetode: Dengan desain potong lintang, di dua rumah sakit pusat rujukan di Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo dan RSUP Fatmawati . Semua pasien POP yang memenuhi kriteria inklusi mengisi kuesioner indeks fungsi seksual FSFI-19 , kemudian dilakukan analisis data univariat untuk karakteristik data subjek, dan bivariat untuk mengetahui hubungan antara variable dependen dan independen.Hasil: Dari 82 data yang dianalisis, prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP mencapai 57,3 . Sedangkan sebagian besar pasien POP juga sudah mengalami menopause dengan prevalensi sebesar 76.8 . Prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP yang sudah menopause sebesar 66,7 . Dari hasil analisis bivariat, usia, menopause, obesitas dan stadium prolaps adalah faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual pada pasien POP. Variabel usia, merokok, menopause, obesitas dan stadium prolaps, memiliki nilai p 60 dengan OR 8 IK95 2,45- 26,12 , dan obesitas IMT 30 kg/m2 dengan OR 0,30 IK 95 0,09-0,98 .Kata kunci : prolapse organ panggul, disfungsi seksual, fungsi seksual, seksual aktif
ABSTRACT
AbstractBackground Pelvic Organ Prolapse POP is a bulge or protrusion of pelvic organs and related segments into or through the vagina vagina.1 POP often be found in adult women and older people.1 3 Generally, women who suffer from POP present with a lump vaginal .9,10 Disturbances in sexual function rarely complained, but from the literature it is known that patients with stage 3 4 prolapse associated with difficulty in achieving a orgasme.13 While Roovers et al reported the prevalence of sexual dysfunction was 68 in patients with POP. Unfortunately, in Indonesia, research on sexual dysfunction in patients with POP quite rare, even the researchers themselves do not get the data. It is therefore important to do research on the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Objective To determine the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Methods A cross sectional design, in two referral hospitals in Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo and Fatmawati Hospital All patients who met the inclusion criteria POP fill out a questionnaire of sexual function index FSFI 19 , then performed univariate analysis of data on the characteristics of the data subject, bivariate and multivariate analysis to know the relationship between the dependent and independent variablesResults Of the 82 analyzed data, the prevalence of sexual dysfunction in patients with POP reached 57.3 . While most of the patients had experienced menopause POP also with a prevalence of 76.8 The prevalence of sexual dysfunction in patients who are menopausal POP by 66.7 . From the results of the bivariate analysis, age, menopause, obesity and stage of prolapse is a significant risk factor on the incidence of sexual dysfunction in patients with POP. The variables of age, smoking, menopause, obesity and stage of prolapse, p 60 with an OR 8 IK95 2,45 26.12 , and obesity BMI 30 kg m2 with an OR of 0.30 CI 95 0.09 to 0.98 . Keywords pelvic organ prolapse, sexual dysfunction, sexual function, sexually active
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Harini
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Disfungsi seksual dan kecemasan sering dialami oleh pasien pasca infark miokard akut (acute myocardial infarct, AMI) dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan fungsi seksual dengan kecemasan pasien pasca AMI. METODE. Desain studi deskriptif analitik dengan disain potong lintang (crosssectional). Responden merupakan pasien rawat jalan Poliklinik Jantung Terpadu RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, bersedia mengikuti program penelitian dan menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat program penelitian. Kemudian responden mengisi formulir International Index of Erectyle Function (IIEF) untuk menilai fungsi seksual dan dilakukan wawancara untuk menilai kecemasan dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A). HASIL. Pasien pasca AMI mengalami disfungsi ereksi (82,5%), disfungsi orgasme (72,5%), disfungsi libido (93,8%). Hampir seluruh responden menyatakan ketidakpuasan dalam hubungan seksual(97,5%) dan ketidakpuasan menyeluruh (90%). Proporsi kecemasan pasca AMI adalah 52,5%. Tidak terdapat hubungan antara fungsi seksual dengan kecemasan pasca AMI. KESIMPULAN. Kecemasan dan disfungsi seksual merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada pasien pasca AMI. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dan disfungsi seksual pasca AMI perlu dieksplorasi lebih lanjut sehingga dapat disusun panduan tatalaksana yang terintegrasi.
BACKGROUND. Sexual dysfunction and anxiety frequently happens by patients after acute myocardial infarction (AMI) and can affect patients quality of life. METHODS. It was analytic descriptive study, cross-sectional design. Respondents are outpatients in Integrated Cardiac Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital that meet the inclusion and exclusion criteria, who were willing to follow the research program and sign an agreement to participate in the study after being given an explanation of the purpose and benefits of the research program. Respondents then completed the International Index of Erectyle Function (IIEF) form to assess sexual function and were interviewed to assess anxiety using the Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A). RESULTS. Post-AMI patients had erectile dysfunction (82.5%), orgasm dysfunction (72.5%), libido dysfunction (93.8%). Almost all respondents expressed sexual intercourse dissatisfaction (97.5%) and overall dissatisfaction (90%). The proportion of post-AMI anxiety was 52.5%. There was no relationship between sexual function after AMI with anxiety. CONCLUSIONS. Anxiety and sexual dysfunction post-AMI is a considerable problem. Factors that affect anxiety and sexual dysfunction after AMI needs to be explored further so that an integrated management guidelines could be proposed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Gede Kayika
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
D1791
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Juanda
Abstrak :
Disfungsi seksual umumnya lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut dengan Benign Prostatic Hyperplasia BPH . Disfungsi seksual merupakan gangguan yang ditandai dengan perubahan hasrat seksual dan perubahan psiko-fisiologis yang terkait dengan siklus respon fisiologis seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi dengan disfungsi seksual pada pasien BPH. Jenis penelitian deskriftif korelasi menggunakan desain cross-sectional, dengan sampel 83 responden diambil melalui teknik convinience sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner data demografi dan International Index of Erectile Function IIEF. Analisis yang digunakan yaitu Spearman Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik demografi usia dan pekerjaan dengan disfungsi seksual pada pasien BPH p= < 0,05 . Tingginya kejadian disfungsi seksual yang terjadi pada pasien BPH dapat dipengaruhi oleh bertambah usia. ...... Sexual dysfunction commonly affects older men with benign prostatic hyperplasia BPH . Sexual dysfunction is characterized by alteration in sexual desire and psycho physiological aspect associated with cycle of physiological sexual response. This study aimed to identify relationship between demographic characteristics and sexual dysfunction in patient with BPH. The study design was descriptive correlational with cross sectional approach. Total of 83 respondents were selected by convinience sampling method. This study employed demographic questionnaire and International Index of Erectile Function IIEF . The data were analyzed by Spearman correlation. The result suggested that there was a significant correlation between demographic characteristics age and occupation and sexual dysfunction in patients with BPH.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Adeline
Abstrak :
Latar belakang: Disfungsi seksual pada perempuan/ female sexual dysfunction (FSD) merupakan komplikasi penting diabetes melitus (DM) yang seringkali diabaikan. Data perihal FSD pada DM tipe 2 di Indonesia masih jarang dan meta-analisis terkait belum ada, padahal Indonesia mempunyai populasi DM terbesar ke-7 di dunia. Tujuan: Menilai prevalensi dan faktor yang memengaruhi FSD penyandang DM tipe 2 di Indonesia. Metode: Telaah sistematis ini disusun berdasarkan standar PRISMA. Pencarian artikel dilakukan di PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, serta jurnal/ portal lokal di Indonesia. Artikel dicari dengan kata kunci “seksual”, “diabetes”, dan “Indonesia” dengan MesH terms (dalam bahasa Inggris dan Indonesia), yang mencakup studi observasi maupun eksperimental. Pencarian dilakukan tanpa membatasi waktu penelitian dan bahasa. Data dianalisis dengan STATA untuk mencari besar prevalensi FSD dan odd ratio faktor yang berhubungan dengan FSD. Hasil: Sepuluh studi dengan desain potong lintang mencakup 572 perempuan DM tipe 2 di komunitas maupun rumah sakit. Rentang prevalensi pada kesepuluh studi ini adalah 9,8 – 78,2% dengan pooled prevalence 0,52 (IK 95% 0,49 – 0,56; I-squared 93,9%, p = 0,000) dan 0,62 (IK 95% 0,58 – 0,66; I-squared 68,7%, p = 0,001) jika satu studi dikeluarkan dari analisis karena penggunaan skor FSFI yang tidak standar. Usia di atas 45 tahun, menopause, penggunaan obat anti-hipertensi, dan kadar HbA1C berhubungan dengan FSD. Studi ini mempunyai keterbatasan berupa heterogenitas dan risiko bias artikel yang tinggi, luaran yang beragam, serta teks lengkap artikel yang sulit diperoleh. Studi ini juga menunjukkan adanya bias publikasi. Kesimpulan: Disfungsi seksual perempuan DM tipe 2 di Indonesia mempunyai prevalensi yang tinggi dan kemungkinan berhubungan dengan proses penuaan dan metabolik. Implikasi studi ini adalah bahwa perempuan dengan DM tipe 2 dianjurkan untuk evaluasi FSD secara rutin. ......Background: Female sexual dysfunction (FSD) is a neglected major complication of diabetes mellitus (DM). However, there is scarcity of data in Indonesia, which is currently ranked as the 7th in the world for the number of people with DM. Objective: Our study aims to analyze the prevalence and factors of FSD among type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients in Indonesia. Methods: This systematic review was conducted using the PRISMA standard. Literature searching was performed in PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, Indonesian local journals/ databases, and libraries, by considering human clinical studies. All observational and experimental studies in searching keywords “sexual”, “diabetes”, and “Indonesia” with MeSH terms (in English and Bahasa) were included, without time of study or language restriction. Pooled prevalence and odds ratio of associated factors of FSD were analyzed using STATA. Results: Ten studies with cross-sectional design comprised of 572 females with T2DM, in both community and hospital settings. The prevalence of FSD ranged 9,8 – 78,2% and with random-effect model, it showed pooled prevalence 0,52 (95% CI 0,49-0,56; I-squared 93,9%, p = 0.000). After removing one study that was conducted with unstandardized FSFI cut off value, the prevalence of FSD was 0,62 (95% CI 0,58-0.66; I-squared 68,7%, p = 0.001). Age more than 45 years old, menopause, the use of antihypertensives, and HbA1c level were associated with FSD. Limitations of this article were its publication bias, in addition to its high heterogeneity and risk of bias among studies. Conclusions: FSD was prevalent among T2DM patients in Indonesia and might associated with aging and metabolic factors. This conclusion implicated that females with T2DM need to be routinely evaluated for FSD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuswinda Kusumawardhani
Abstrak :
Disfungsi seksual merupakan salah satu komplikasi dari penyakit gagal ginjal terminal. Pada pria yang menjalani CAPD, masalah pemenuhan kebutuhan seksual dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor paling dominan yang mempengaruhi disfungsi seksual pria yang menjalani CAPD. Desain penelitian ini adalah analisis cross sectional dengan jumlah sampel 70 pria CAPD melalui teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia (p=0,024), ureum (p=0,018), dan albumin (p=0,001) dengan kejadian disfungsi seksual. Faktor yang paling dominan mempengaruhi adalah albumin, dimana pasien yang memiliki kadar albumin < 3,5 g/dL berisiko untuk mengalami disfungsi seksual 9,3 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan kadar albumin 3,5-5 g/dL setelah dikontrol oleh variabel usia. Rekomendasi dari penelitian ini adalah asupan protein sebanyak 1,2-1,5 g/kg berat badan setiap hari dengan setidaknya 60% berupa protein dengan nilai biologis tinggi serta evaluasi kemampuan perawatan dan penggantian CAPD di rumah.
Sexual dysfunction is a complication of terminal kidney failure. The problem of fulfilling sexual needs in men undergoing CAPD is influenced by many factors. This study aimed to find out the most dominant factor affecting man sexual dysfunction who undergo CAPD. The design of this study was cross sectional analysis with a sampel of 70 CAPD man using purposive sampling technique. The results showed there was a relationship between age (p=0,0024), urea (p=0,018), and albumin (p=0,001) with the incidence of sexual dysfunction. The most dominant factor affecting is albumin, where patients who have albumin levels < 3.5 g/dL are at risk of experiencing sexual dysfunction 9.3 times greater than patients with albumin levels 3.5-5 g/dL after being controlled by age variables. The recommendation of this study are protein intake of 1.2-1.5 g/kg body weight with at least 60% of protein with high bological value and evaluation of the ability of care and replacement of CAPD at home.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ajeng Rembulan
Abstrak :
Latar Belakang : Disfungsi seksual dialami oleh 22-86% perempuan pada periode pascapersalinan. Alasan yang dikemukakan untuk menunda hubungan seksual adalah kekhawatiran mengenai nyeri perineum, perdarahan, dan kelelahan. Disfungsi seksual seringkali tidak disadari, baik oleh pasien maupun oleh klinisi. Penelitian ini dilakukan untuk menilai fungsi seksual perempuan dalam waktu enam bulan setelah melahirkan spontan. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan kuesioner female sexual function index (FSFI) yang didistribusikan di antara 47 responden dalam periode September-Desember 2012. Tiap hasil individu digunakan untuk menilai fungsi seksual secara umum dan disfungsi seksual per domain. Karakteristik responden kemudian dianalisis bivariat dengan disfungsi seksual. Hasil : Dalam enam bulan setelah persalinan spontan, 44 responden (93,6%) telah memulai kembali aktivitas seksual. Dari 47 responden, 27 (57,5%) menderita disfungsi seksual. Nilai p untuk analisis bivariat antara kelompok usia, tingkat pendidikan, paritas, derajat robekan perineum, status menyusui dan disfungsi seksual secara berturut-turut, yaitu: 0,064; 0,437; 0,836; 0,761; 0,723. Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara berbagai variabel yang dianalisis dengan disfungsi seksual, baik secara umum maupun per domain, dalam periode enam bulan pascapersalinan spontan. ...... Background : Sexual dysfunction is experienced by 22-86% women after giving birth. The reasons to delay resuming sexual intercourse is due to anxiety about perineal pain, bleeding, and fatigue. Sexual dysfunction is usually unnoticed either by patients or clinicians. This study was conducted to assess sexual function in women during six months period after spontaneous delivery. Methods : This was a cross-sectional study using female sexual function index (FSFI) questionnaires which were distributed among 47 subjects during period of September-December 2012. Each individual results was assessed for general sexual function and per domain sexual dysfunction. Subjects characteristics were analyzed bivariately with sexual dysfunction prevalence. Results : During six months after spontaneous delivery, 44 subjects (93.6%) had resumed sexual activity. Out of 47 subjects, 27 (57.5%) suffered from sexual dysfunction. P value for bivariate analysis between patients? age group, education level, parity, perineal rupture, breastfeeding and sexual dysfunction status were respectively 0.064; 0.437; 0.836; 0.761; 0.723. Conclusion : There was no significant difference between various variables analyzed and sexual dysfunction, either general or per domain, in six months period after spontaneous delivery.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhair
Abstrak :
Latar belakang: Prolaps organ panggul merupakan salah satu kondisi fisik yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan disfungsi seksual pada perempuan. Pembedahan rekonstruksi adalah salah satu pilihan yang dapat dilakukan dalam tatalaksana prolaps organ panggul pada perempuan seksual aktif. Dengan adanya perbaikan anatomis dasar panggul setelah pembedahan, diharapkan akan terjadi perbaikan gejala disfungsi seksual yang terjadi sebelum pembedahan. Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis adanya perubahan gejala disfungsi seksual yang dinilai dengan kuesioner FSFI-6 Indonesia sebelum dan 3 bulan sesudah pembedahan prolaps organ panggul, serta faktor yang mempengaruhinya. Metode: Kohort prospektif observasional pre-post without control study pada perempuan prolaps organ panggul seksual aktif yang direncanakan untuk pembedahan mulai Maret 2020 hingga Mei 2021 di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta. Dari 33 pasien yang direncanakan pembedahan rekonstruksi, rerata usia 56.83 ± 7.97 tahun, telah diberikan informed consent dan menyetujui untuk mengikuti penelitian, dilakukan pemeriksaan uroginekologi dan pengisisan kuesioner FSFI-6. Tiga bulan setelah pembedahan, dilakukan pengisisan kuesioner kedua dan pemeriksaan kembali di poli uroginekologi. Terdapat 3 pasien drop out dari penelitian, sehingga jumlah data yang dapat dialanilis adalah 30. Dilakukan analisis data untuk tujuan utama yaitu analisis perubahan skor FSFI setelah pembedahan dan pengaruh dari faktor usia, paritas, indeks massa tubuh, komorbiditas dan derajat prolaps. Sebagai data tambahan dilakukan penilaian perubahan genital hiatus dan total panjang vagina sebelum dan sesudah pembedahan. Hasil: Terdapat perbaikan total skor FSFI-6 sebelum dan sesudah pembedahan prolaps organ panggul yang bermakna dari 15.00±5.42 menjadi 17.90±4.38 dengan rerata perubahan 2.9 (p=0.000). Tidak terdapat pengaruh usia, paritas, IMT, derajat prolaps dan komorbiditas terhadap perubahan total skor FSFI. Rerata perubahan total panjang vagina dari 7.97±0.77 menjadi 6.80±0.87 (p=0.003) dan genital hiatus berkurang dari 5.57 ± 1.0 menjadi 3.28 ± 0.46 (p=0.000). ......Background: Pelvic organ prolapse (POP) have an impact on sexuality. Few studies evaluate the impact of sexual function after POP surgery showed varied difference results. Reconstructive surgery as a choice to recovery anatomical of pelvic floor in POP was expected to improved sexual function. Objective: The aim of this study to evaluate the changes of total sexual function index and all its domain after reconstructive surgery on POP and determine factors associated with this score changing. Methods: This cohort prospective observasional pre-post without control study performed between March 2020 and May 2021 in 33 patients sexually active with POP, mean age 56.83 ± 7.97 years, underwent reconstructive surgery at Cipto Mangunkusumo Hospital and Fatmawati Hospital in Jakarta. All patients gave informed consent and completed the Female Sexual Function Index (FSFI)-6 Indonesian version’s questionnaire before surgery and underwent urogynaecological examination assessment. Three months after surgery patients repeated the FSFI questionnaire and a clinical check-up. There were 3 patients drop out from study and 30 patients complete the questionnaire. The primary end-point was post-operative sexual function as evaluated by the FSFI, the secondary end-points were determined factors associated whether the sexual function was related to age, parity, body mass index, comorbidity or severity of prolaps. The additional aim of this study was to calculate the change of objective anatomical genital hiatus and total vaginal length that measured with POPQ. Results: Preoperatively, the total FSFI score was 15.00 ± 5.42 and postoperatively 17.90 ± 4.38, giving a significant difference of 2.90 ± 1.04 (p<0.001). The median post-operative scores of all domains showed positive improvements. Twenty two women (76.6%) improved their FSFI-6 score postoperatively, six (20%) had an equal score, and one (3.3%) reported a lower score. There was no significant related factors associated the change of sexual function index to age, parity, body mass index, comorbidity and severity of prolapse in this study. In regards to vaginal anatomy, vaginal length was a lite shortly postoperatively from 7.97±0.77 to 6.80±0.87 (p=0.003), and vaginal caliber was significantly narrowed from 5.57 ± 1.0 to 3.28 ± 0.46 width (p=0.000). Conclusions: Our study results demonstrate that reconstructive surgery of POP resulting an improvement of total score sexual function index.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>