Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marisa Hamidah
"Gliklazida merupakan obat antidiabetes tipe II golongan sulfonilurea yang
berdasarkan BCS (Biopharmaceutical Classification System) termasuk ke dalam
golongan kelas II yaitu golongan yang memiliki kelarutan yang rendah dan
permeabilitas yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan dari
gliklazida dapat dilakukan dengan cara sistem dispersi padat. Pada penelitian ini
dispersi padat dibuat menggunakan pembawa PVP dan penambahan
superdisintegran Kollidon Cl. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan superdisintegran Kollidon Cl terhadap laju disolusi tablet gliklazida
dalam sistem dispersi padat. Dispersi padat gliklazida-PVP (formula A) dibuat
dengan perbandingan 1:1, gliklazida-PVP-kollidon Cl (formula B) 1:1:0,1 dan
campuran fisik gliklazida-PVP-kollidon Cl (Formula C) 1:1:0,1 menggunakan
metode pelarutan. Hasil menunjukkan kelarutan gliklazida dalam dispersi padat
meningkat sebesar 39,27% dibandingkan dengan gliklazida standar sedangkan
dengan adanya penambahan superdisintegran kolidon Cl kelarutan gliklazida
menurun sebesar 10,30% dibandingkan dengan gliklazida standar sedangkan pada
pengujian disolusi tablet peningkatan pelepasan gliklazida dalam dispersi padat
meningkat 50,92% dibandingkan campuran fisik dan adanya penambahan
superdisintegran kolidon Cl menurun sebesar 30,23% dari campuran fisik. Dari
hasil perhitungan disolusi terbanding formulasi tablet yang dibuat tidak
menunjukkan adanya persamaan profil disolusi dengan tablet X."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33154
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Lisa
"Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga disolusi menjadi lambat yang akan mempengaruhi absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju disolusi karbamazepin melalui pembentukan dispersi padat menggunakan polivinil pirolidon (PVP) dan kemudian dispersi padat diaplikasikan untuk pembuatan tablet cepat hancur. Dispersi padat dibuat dengan 3 perbandingan 1:2, 1:1, 2:1. Hasil karakterisasi dispersi padat dengan FTIR menunjukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara karbamazepin dan PVP, dan hasil uji dengan DSC serta XRD menunjukkan terjadi perubahan bentuk kristal menjadi amorf. Peningkatan laju disolusi masingmasing dispersi padat 1:2 sebesar 5,87 kali, 1:1 sebesar 5,21 kali dan 2:1 sebesar 2,73 kali dari karbamazepin standar. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula 1, 2 dan 3 yang mengandung dispersi padat dengan konsentrasi crospovidone 10,15, dan 20 mg masing –masing memiliki kekerasan 6,67 kP; 6,69 kP; 6,44 kP, keregasan 0,37 %; 0,54%; 0,96%, waktu hancur 923,5; 792; 610,5 detik, dan waktu pembasahan 827,67; 735; 544,33 detik. Dan formulasi yang menggunakan metode dispersi padat belum memenuhi persyaratan waktu hancur dan pembasahan tablet cepat hancur.

Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that to decrease the dissolution which effects drug absorption. This research is intended to improve dissolution rate of carbamazepine by forming solid dispersion with polyvinyl pyrolidone (PVP) and then solid dispersion to be applied in creating fast disintegrating tablet (FDT). Solid dispersion were made with 3 ratio are 1:2, 1:1, 2:1. The characterization result of solid dispersion using FTIR showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and PVP, and the test result using DSC and XRD showed that there is a deformation of crystal to amorphous state. The enhancement dissolution rate each of solid dispersion 1:2 as bing as 5,87 times, 1:1 as bing as 5.21 times and 2:1 as bing as 2.73 times from carbamazepine standard. The FDT’s evaluation showed that formula 1, 2, 3 contains solid dispersion with crospovidone concentrations 10, 15, 20 mg each has 6.67kP; 6.69kP; 6.44kP of rigidity, 0.37%; 0.54%; 0.96% of friability, 923.5; 792; 610.5 seconds of in vitro disintegration time and 827.67; 735; 544.33 seconds of wetting time. And formulation that uses solid dispersion technique does not meet requirements of disintegration time and wetting time of FDT yet.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Prayoga
"Glimepirid diklasifikasikan sebagai obat dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas II yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan memformulasikan dispersi padat menggunakan PEG 6000 dan Poloxamer 188 sebagai polimer dengan perbandingan bobot 1:2; dibandingkan dengan kokristal dari glimepirid menggunakan nikotinamid dengan perbandingan molar 1:2. Penelitian ini bertujuan membandingkan efisiensi disolusi tablet dipersi padat glimepirid dengan tablet kokristal glimepirid. Dispersi padat disiapkan dengan metode peleburan dan kokristal disiapkan dengan metode solvent drop grinding. Dispersi padat dan kokristal dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM), difraksi sinar-X, dan kadar air. Formulasi tablet dievaluasi untuk persyaratan kekerasan tablet, keregasan tablet, kandungan obat, waktu hancur, dan efisiensi disolusi. Peningkatan disolusi paling tinggi terjadi pada formulasi tablet dispersi padat dengan perbandingan glimepirid-PEG 6000-Poloxamer 188 (1:1:1) dengan efisiensi disolusi mencapai 3,52 kali tablet glimepirid murni. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tablet yang mengandung dispersi padat dan kokristal glimepirid mampu meningkatkan laju disolusi dibandingkan tablet glimepirid murni.
Glimepiride is classified as a BCS class II drug which has low solubility and high permeability. An attempt has been made to increase the solubility of this model drug by formulating solid dispersion using PEG 6000 and Poloxamer 188 as polymer with 1:2 weight ratio and compared with co-crystal of glimepiride using nicotinamide as polymer with 1:2 molar ratio. This study aims at comparing the dissolution eficiency of solid dispersion and co-crystal in tablets. The solid dispersions was prepared by fusion method and co-crystal was prepared by solvent drop grinding method. Solid dispersions and co-crystal were evaluated for Fourier Transform Infrared Spectroscopy, Scanning Electron Microscopy, X-Ray Difraction, and moisture content. Tablet formulations were evaluated for various pharmaceutical characteristics viz. hardness, % friability, weight variation, drug content, disintegration time, and in vitro dissolution profiles. Solid dispersion tablet with containing drug is glimepiride-PEG 6000-Poloxamer 188 (1:1:1) gives best dissolution eficiency up to 3,52 folds compared to pure glimepiride tablet. In conclusion, solid dispersion tablet and co-crystal tablet of glimepirid could increase dissolution eficiency of pure glimepirid tablet."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Gunawan
"Kurkumin merupakan senyawa fenolik terbukti memiliki berbagai  efek farmakologi, akan tetapi jarang diformulasikan dalam sediaan oral karena memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Untuk meningkatkan kecepatan kelarutan kurkumin dalam air, kurkumin diformulasikan menjadi dispersi padat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tablet kunyah dispersi padat kurkumin-polivinilpirolidon dengan pemanis ekstrak stevia. Dispersi padat kurkumin dibuat menggunakan polivinikpirolidon K-30 dengan perbandingan 1:10. Dispersi padat kurkumin yang diperoleh dikarakterisasi meliputi: uji kandungan lembab, uji kandungan obat, uji gugus fungsi dan uji disolusi. Selanjutnya, dispersi padat kurkumin polivinilpirolidon K-30 tersebut dicetak menjadi tablet kunyah dengan metode kempa langsung dalam tiga formula, yaitu  Formula A (Avicel PH 102 10%), Formula B (Avicel PH 102 15%) dan Formula C (Avicel PH 102 20%). Tablet kunyah dispersi padat kurkumin yang peroleh dievaluasi yang mencakup kekerasan, keregasan, keseragaman kandungan dan disolusi tablet. Berdasarkan hasil yang diperoleh tablet formula C merupakan formula terbaik dengan kandungan tertinggi pada uji disolusi (99,3%) dalam 60 menit, dilanjutkan dengan kekerasan dan kekerasan yang memenuhi persyaratan berturut-turut yaitu 8,07 Kp dan 0,37%. Oleh karenanya,  dapat disimpulkan bahwa Formula C dengan kandungan Avicel PH 102 20% b/b merupakan formula terbaik untuk tablet kunyah kurkumin.

Curcumin is a phenolic compound shown to have various pharmacological effects, but is rarely formulated in oral dosage form because it has low solubility in water. To enhance the solubility rate of curcumin in water, curcumin is formulated into a solid dispersion. This reasearch aimed to obtain chewable tablets of curcumin-polyvinylpyrrolidone solid dispersion with stevia extract sweetener. A solid dispersion of curcumin was prepared using polyvinilpyrrolidone K-30 in a ratio of 1:10. The solid dispersion of curcumin obtained was characterized including: moisture content, drug content, functional group and dissolution profile. Furthermore, the solid dispersion of curcumin-polyvinipyrrolidone K-30 was prepared into chewable tablets by direct compession method in three formulas, which were Formula A (Avicel PH 102 10%), Formula B (Avicel PH 102 15%) and Formula C (Avicel PH 102 20%). The obtained chewable tablets of the curcumin solid dispersion were evaluated in terms of hardness, friability, content uniformity and dissolution. Based on the results, the best formula was Formula C with the highest curcumin release (99.3%) in 60 minutes, as well as the acceptable hardness and friability of 8.07 Kp and 0.3%, respectively.  Therefore, it can be concluded that formula C that containing Avicel PH 102 20%w/w is the best formula for the curcumin chewable tablet."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olvi Aderine
"Furosemid merupakan obat golongan diuretik kuat yang mempunyai sifat praktis tidak larut dalam air. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
pelarutan furosemid tersebut dalam air dengan cara-cara tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan laju larutnya furosemid menggunakan sistem dispersi padat dengan maltodekstrin DE 10-15 sebagai pembawa. Dispersi padat dibuat dengan metode penguapan pelarut dengan perbandingan berat furosemid dan maltodekstrin DE 10-15 adalah 1:3, 1:6, 1:9, dan 1:10; serta campuran fisik yang dibuat dengan perbandingan serupa dispersi padat. Uji laju
melarutnya furosemid dilakukan dengan menggunakan alat magnetic stirrer dengan kecepatan 50 rpm pada suhu 250C±20C selama 60 menit. Dispersi padat yang dihasilkan dikarakterisasi sebagai berikut: uji laju melarut, difraksi sinar-X (XRD), differential scanning calorimetry (DSC), spektrofotometri inframerah, scanning electron microscopy (SEM), dan analisis ukuran partikel (PSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju melarut dispersi padat lebih baik daripada campuran fisik dan furosemid murni. Perbandingan bahan pada dispersi padat yang mempunyai laju melarut terbaik adalah 1:6 dengan peningkatan 1,25 kali lebih besar daripada furosemid murni."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2010
S33191
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sari
"Disolusi merupakan salah satu tahap penentu absorbsi obat yang memiliki kelarutan rendah. Ketoprofen tergolong kelas II dalam sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS II) yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas membran tinggi. Oleh sebab itu ketoprofen perlu untuk ditingkatkan disolusinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PVP K-30 dan PEG4000 dalam sistem dispersi padat terhadap laju disolusi ketoprofen serta untuk mengarakterisasi dispersi padat tersebut melalui uji disolusi, difraksi sinar X (XRPD), kalorimetri pemindaian diferensial (DSC), serta spektrofotometri inframerah (FTIR). Dispersi padat ketoprofen-PVP K30 1:1 dibuat dengan metode pelarutan sedangkan dispersi padat ketoprofen-PEG4000 1:1 dibuat dengan metode peleburan.
Hasil disolusi menunjukan keberhasilan peningkatan disolusi untuk kedua dispersi padat baik dengan PVP-K30 maupun dengan PEG4000. Dispersi padat ketoprofen-PVP K30 dilakukan variasi ukuran partikel yaitu 250, 180,125 μm, dan dapat meningkatkan disolusi sebesar 1.01, 1.39, 1.44 kali dari ketoprofen murni. Dispersi padat ketoprofen-PEG4000 meningkatkan disolusi sebesar 1.17 kali. Hasil karakterisasi dari dispersi padat ketoprofen-PVP K30 menunjukkan bahwa terbentuk dispersi padat dengan sifat yang amorf sehingga mampu meningkatkan disolusi nya.

Dissolution is one of the determining step of absorption of drugs that have low solubility. Ketoprofen is classified as the second class of Biopharmaceutics Classification System (BCS II), which is described as drugs with low solubility and high permeability. Hence, Dissolution rate of Ketoprofen needs to be enhanced.
Aim of this study was to know the effect of PVP K-30 and PEG4000 in solid dispersion as a dissolution enhancer and to characterize the solid dispersion, by Dissolution Test, X-ray Powder Diffraction (XRPD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), and Infrared Spectrophotometry (FTIR). The solid dispersion of ketoprofen-PVP K30 1:1 was made with solving evaporation method, while solid dispersion of ketoprofen-PEG4000 1:1 was made with fusion method.
The result was that PVPK30 and PEG4000 could enhance the dissolution rate of Ketoprofen. Solid dispersion of Ketoprofen-PVP K30 was sifted to have 250, 180,125μm particle size, which enhanced the dissolution rate 1.01, 1.39, 1.44 times than pure ketoprofen. Solid dispersion of Ketoprofen-PEG4000 enhanced the dissolution rate 1.17 times than pure ketoprofen. The characterization result shown an amorphous solid dispersion of ketoprofen-PVP K30 was formed, hence enhanched the dissolution rate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Nelrima Evangelista
"Glimepirid merupakan obat yang praktis tidak larut dalam air. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan laju larut dan laju disolusi glimepirid dalam air dengan cara-cara tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan laju larut glimepiride menggunakan sistem dispersi padat dengan eksipien koproses polivinil pirolidon PVP , maltodekstrin MD , dan polietilen glikol PEG . Pada penelitian ini, dibuat tujuh jenis eksipien koproses PVP-MD-PEG dengan tujuh perbandingan berbeda yaitu 1:1:1, 1:1:2, 1:2:1, 2:1:1, 2:2:1, 2:1:2, dan 1:2:2. Ketujuh eksipien koproses tersebut dilakukan karakterisasi meliputi analisis gugus fungsi, morfologi partikel, distribusi ukuran partikel, kadar air, derajat keasaman, dan laju alir. Selanjutnya, dilakukan pembentukan dispersi padat dengan perbandingan 1:2 antara glimepirid dan eksipien koproses. Hasil dispersi padat yang diperoleh dievaluasi meliputi penampilan fisik, morfologi partikel, analisis gugus fungsi, analisis termal, uji difraksi sinar-X dan uji disolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksipien PVP-MD-PEG 2:1:1 memiliki laju alir dan kadar air yang paling baik dibanding eksipien lainnya sementara dispersi padat yang menggunakan eksipien koproses 2:1:1 memiliki puncak endotermik 186,26oC, entalpi leburan 63,65 J/g, tinggi puncak difraksi sinar-X 4921,57 dan peningkatan laju disolusi 4,02 kali lebih besar pada menit ke 120 dibanding glimepirid murni dan memiliki laju disolusi tertinggi diantara dispersi padat lainnya.

Glimepiride is a third generation sulfonylurea drug used in the treatment of type II diabetes mellitus that practically insoluble in water. Its solubility needs to be increased by some methods which one of the methods is solid dispersion. The main objective of this study was to increase glimepiride rsquo s dissolution rate using solid dispersion method with coprocessed excipient of polyvinylpyrrolidon PVP , maltodextrin MD and polyethylene glycol PEG . In this study, seven kinds of the coprocessed excipients of PVP MD PEG were prepared in the ratio of 1 1 1, 1 1 2, 1 2 1, 2 1 1, 2 2 1, 2 1 2, and 1 2 2. Furthermore, the coprocessed excipients of PVP MD PEG were characterized in terms of morphology, particle size distribution, moisture content, pH, and flow rate. Moreover, the coprocessed excipients were used in solid dispersion with the ratio 1 2 for glimepiride and coprocessed excipient. Solid dispersions were characterized by dissolution rate test, x ray diffraction, differential scanning calorimetry, infrared spectrophotometry, and scanning electron microscopy. The results showed that coprocessed excipient with the ratio of 2 1 1 revealed good flow properties and water content. In conclusion, the solid dispersion with coprocessed excipient with the ration of 2 1 1 has endothermic peak 186.26oC, fused enthalpy 63,65J g, x ray diffraction peak 4921.57 and has the best dissolution rate on minute 120 increased by 4.02 times faster than pure glimepiride.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Reytama
"Simvastatin merupakan obat lini pertama dalam pengobatan dislipidemia. Simvastatin praktis tidak larut dalam air, sehingga kelarutan simvastatin dalam larutan saluran cerna terbatas dan mengakibatkan bioavailabilitas yang rendah. Simvastatin juga bersifat tidak stabil dalam larutan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan simvastatin dalam air dan memformulasikan sediaan cair yang stabil secara fisik. Peningkatan kelarutan simvastatin dilakukan dengan cara pembuatan dispersi padat menggunakan pembawa manitol dan PVP K-30. Evaluasi dispersi padat menunjukkan bahwa kelarutan simvastatin dalam dispersi padat F1 (simvastatin-manitol-PVP 1:1:0.02) memberikan kelarutan yang lebih besar daripada F2 (simvastatin-manitol-PVP 1:2:0.01), dengan kelarutan sebesar 25,514 mg/100 mL. Dispersi padat F1 diformulasikan dalam sirup kering dengan bahan tambahan natrium benzoat, asam sitrat, natrium sitrat, dan perisa jeruk menghasilkan serbuk kering dengan laju alir 60,44 gram/detik, sudut istirahat 28,997o dan kandungan lembab 1,927 ± 0,032%. Evaluasi stabilitas fisik menunjukkan bahwa sirup yang terekonstitusi stabil dari segi organoleptis, pH 5,165, dan viskositas sebesar 58,521 cps. Pembuatan dispersi padat simvastatin menggunakan manitol dan PVP K-30 terbukti meningkatkan kelarutan simvastatin dan evaluasi stabilitas fisik sirup kering menunjukkan bahwa sirup kering stabil secara fisik setelah diamati selama 12 hari, sesuai dengan ketentuan BUD (beyond-use date) menurut USP 41.

Simvastatin is a first-line drug in the treatment of dyslipidemia. Simvastatin is practically insoluble in water, so the solubility of simvastatin in gastrointestinal solutions is limited and results in low bioavailability. Simvastatin is also unstable in solution. This study aims to increase the solubility of simvastatin in water and formulate a physically stable liquid dosage form. The preparation for increasing the solubility of simvastatin was carried out by making a solid dispersion with mannitol and PVP K-30 as a carrier. Evaluation of solid dispersion showed that the solubility of simvastatin in solid dispersion F1 (simvastatin-mannitol-PVP 1:1:0.02) showed greater solubility than F2 (simvastatin-mannitol-PVP 1:2:0.01) with solubility in water of 25.514 mg/100 ml. F1 solid dispersion was formulated in dry syrup with sodium benzoate, citric acid, sodium citrate, and orange flavoring agent as excipients. Simvastatin dry powder with flowrate of 60.44 gram/second, angle of repose 28.997o and moisture content of 1.927 ± 0.032% was obtained. Physical stability evaluation showed that the reconstituted syrup was stable in terms of organoleptic, pH of 5.165, and viscosity of 58.521 cps. Preparation of simvastatin solid dispersion using mannitol and PVP K-30 was shown to increase the solubility of simvastatin and evaluation of the physical stability of dry syrup showed that dry syrup was physically stable after being observed for 12 days, in accordance with the provisions of the BUD (beyond-use date) according to USP 41. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library