Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafik
"Kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kekeringan yang berkepanjangan dan turut berkonstribusi timbulnya krisis ekonomi, moneter dan krisis pangan. Dampak ini sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah terutama keluarga miskin. Untuk mencegah terjadinya peningkatan angka penderita gizi kurang pada balita keluarga miskin, maka pemerintah melaksanakan bantuan khusus pelayanan kesehatan dan gizi melalui Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Salah satu bentuk bantuan tersebut adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada Baduta (umur 6-23 bulan) dari keluarga miskin.
Program PMT -P Baduta ini telah berjalan sejak tahun 1998, namun sampai saat ini belum diketahui sampai dimana keberhasilan program tersebut. Penelitian bertujuan untuk menganalisis sejauhmana keberhasilan program PMT-P baduta keluarga miskin dihubungkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam pelaksanaannya di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
Disain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel terdiri dan 111 baduta keluarga miskin dan 45 kader yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PMT-P. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan PMT-P di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan belum berhasil, bila dilihat dari indikator kenaikan berat badan baduta baru mencapai 47,7 % pencapaian cakupan baru 26,7 %. Ada hubungan bermakna antara prosedur pemberian dan tempat pemberian dengan kenaikan berat badan baduta (p<0,05), demikian juga terhadap pencapaian cakupan ada hubungan bermakna dengan variabel pencapaian sasaran, pendataan sasaran dan pendanaan.
Dana PMT-P dari pusat masih kurang, banyak sasaran baduta keluarga miskin yang belum mendapat paket PMT-P, sementara itu prevalensi KEP masih cukup tinggi. Maka untuk mencegah KEP balita bertambah dan menjadi lebih buruk perlu dukungan dana yang berasal dari pemerintah daerah baik dukungan dana PMT -P maupun dana operasionalnya dalam rangka membangun surnber daya manusia sejak dini dan mencegah terjadinya lost generation.

Prolonged dry period in 1997 had impacted on extended drought and had contributed to the raise of economics, monetary, and food crises. These impacts were strongly felt among middle-low economic community especially those who were poor. To prevent the increasing prevalence of malnourished children among poor families, Government implemented a special aid in health and nutrition care through Social Safety Net in Health (JPS-BK). One form of the aid was Food Supplementation Program Recovery Type (PMT-P) targeted to children under two years old (6-23 months old) of poor families.
This PMT-P program had been running since 1998, however until now there was no information about the success of the program. This study aimed to analyze how success was the PMT -P program in Rajabasa Subdistrict, District of South Lampung, as well as its contributing factors the program and, in turn, fulfill local community's demand.
Design of the study is cross sectional. Subjects were 111 under two children of poor families and 45 cadres who directly involved in the implementation of PMT-P program. Data were analyzed univariately and bivariately. The study results show that the implementation of PMT-P program in Rajabasa Subdistrict was not successful as indicated by the increase of body weight which was only 47.7%, and very low coverage of 26.7%. There was significant relationship between supplementation procedure and place of supplementation with body weight increase (p
The PMT-P funding from Central Government was insufficient, there were lot of targets who did not receive the supplementation, and Protein Energy Malnutrition (PEM) prevalence was still high. To prevent worsening PEM, local government should support funding of PMT-P program to improve the quality of local human resources since the beginning of life and to avoid Iost generation phenomena."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"Dibandingkan dengan negara tetangga dilingkunganAsia Tenggara, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih relative kecil. Sebelum krisis, biaya kesehatan adalah sekitar 2,5 % GDP atau sekitar $ 12.00 per kapita per tahun. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi rata-rata dibawah $ 1.00 atau dibawah Rp.10.000; /capital tahun karena adanya krisis yang berkepanjangan ditambah dengan inflasi biaya kesehatan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya di Kabupaten Lampung Selatan untuk periode tahun 2003. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi Dinas Kesehatan, RSU Kalianda, BKKBN, Dinas PU, Badan PMD, yang kesemuanya yang bersumber dari sektor publik dan memakai dasar alokasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih.
Studi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pembiayaan sektor kesehatan adalah sebesar Rp. 41.857,38 atau US $ 4.87 per kapita per tahun. Angka dinilai cukup karena sudah memenuhi standard per kapita dari Bank Dunia sebesar Rp.41.174,-
Walaupun jumlahnya sudah besar, tetapi alokasi dana belum mengacu pada program prioritas, yakni zona pantai sehat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan manajemen pelayanan. Hal ini terbukti dari minimnya alokasi dana untuk program-program tersebut, dibandingkan dengan program lain yang tidak menjadi prioritas. Disamping itu juga peruntukkan alokasi dana untuk program dimaksud kurang mendukung untuk keberhasilan suatu program. Lebih banyak ditemukan mata anggaran yang bersifat umum, belum spesifik untuk menjangkau sasaran program yang diharapkan.
Dari wawancara mendalam didapat informasi bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas untuk mendapat prioritas perolehan dana-APBD. Sedangkan dari hasil perhitungan pembiayaan diperoleh bahwa sektor kesehatan mendapat alokasi dana 6,12% dari APBD, masih lebih rendah dari alokasi dana beberapa sektor lain.
Sebagai kesimpulan bahwa dari analisis kecukupan, alokasi dana sudah memadai karena sudah memenuhi standard Bank Dunia. Namun dari analisis terhadap program prioritas, alokasi anggarannya tidak sesuai dengan besarnya proporsi yang ditetapkan untuk suatu program prioritas.
Disarankan agar dalam menyusun perencanaan anggaran, menyesuaikan dengan program prioritas yang telah disusun, dengan cara meningkatkan alokasi pembiayaannya, disamping juga jenis kegiatan, sifat program, dan mata anggaran harus lebih menyentuh kepentingan rakyat.
Daftar bacaan : 32 (1977-2002)

Compared to neighbor countries within South East Asia, health financing in Indonesia is relatively still little. Prior to crisis, the GDP share for health is about 2.5% or about $ 12.00 per capita per year. This amount was drastically reduced to average below $ 1.00 or below Rp 10,000 per capita per year due to prolonging crisis and added by high inflation rate of health cost.
This research aims at getting a description of map of health financing of government institutions based on sources and its allocation in the District of Lampung Selatan for the period of 2003. The scope of research is including District Health Office, General Hospital Kalianda, Family Planning, Civil Work Office, and Community Empowerment Board; which is all fund are from public sector and is using allocation based method. Data collected by literature review and in-depth interview with selected informer.
This study shows that budget allocation for health sector is about Rp 41.857,38 or US$ 4.87 per capita per year. This figure is adequate and met with the standard per capita from the World Bank at Rp 41.174.
Although the amount of allocation is big, however the allocation is not line with program priority such as healthy beach zone, and improvement quality and management of health service. This evidence can be seen from the low amount of budget allocation compared to program, which is not a priority. Beside that, the purpose of allocated fund for program is not directly support the success of program. Mostly found that budget line is still using general category and not yet specifically to reach to the expected target program.
From in depth interview shows that health sector is priority to get government allocation fund. Meanwhile from computation shows that health sector get only 6.12% of total government allocation fund, and this figure is still below other sectors.
As conclusion, from the viewpoint of adequacy, budget allocation is met to the standard of the World Bank. However, from the viewpoint of program priority, budget allocation is not inline with the proportion of predetermined program priority.
Suggested that in the process of budget planning has to follow program priority that is predetermined before, increasing the allocation of budget, variety of activities, type of program, and budget lines has to fulfill the need of people.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library