Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fikri
"Latar belakang: Di Indonesia gagal jantung telah menjadi masalah utama komunitas karena tingginya biaya perawatan, kualitas hidup yang rendah, dan kematian prematur. Hingga saat ini loop diuretic masih merupakan terapi utama pada pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) dengan klinis kongesti. Respon diuresis dapat diukur secara objektif melalui pengukuran natrium urin. Natrium urin yang rendah atau tetap rendah setelah pemberian loop diuretic dapat menunjukkan derajat gagal jantung yang lebih berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon natriuresis 2 jam paska pemberian loop diuretic serta hubungannya terhadap lama masa rawat dan rawat ulang dalam 30 hari.
Metode: Dilakukan pengukuran kadar natrium dalam urin sebelum dan 2 jam paska pemberian loop diuretic pada pasien gagal jantung dekompensasi akut, lalu diobservasi lama masa rawat dan kejadian rawat ulang dalam 30 hari paska rawat pada masing-masing kelompok kadar natrium urin rendah dan kadar natrium urin tinggi.
Hasil: Dari 51 pasien yang diuji, rerata usia adalah 52.62 ± 13.72 tahun, mayoritas laki-laki (78.4%). Mayoritas sampel juga menerima obat-obatan gagal jantung selama perawatan. Sebanyak 40 (78,4%) orang menerima obat gagal jantung golongan ACE inhibitor/ARB dan 36 (70,4%) orang menerima obat golongan beta-blocker. Kadar natrium urin 2 jam pasca pemberian loop diuretic berkorelasi moderat dengan lama masa rawat yang semakin singkat (p< 0.05), ditemukan perbedaan signifikan dengan median lama masa rawat pada kelompok tingkat natrium rendah selama 7 (IQR 4 – 11) hari dan pada kelompok natrium tinggi selama 5 (IQR 2,25 – 6) hari. Sedangkan hubungan tingkat kadar natrium urin 2 jam pasca pemberian loop diuretic dengan rawat ulang dalam 30 hari tidak ditemukan perbedaan hubungan bermakna antara kedua variabel ini. Terdapat hubungan bermakna (p < 0,05) antara pengobatan beta-blocker dan ACE inhibitor/ARB rawat ulang dalam 30 hari. Pengobatan beta-blocker dan ACE inhibitor/ARB mengurangi risiko rawat ulang.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar natrium urin 2 jam paska loop diuretic dengan lama masa rawat, dimana kadar natrium rendah memiliki lama masa rawat lebih panjang. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berhubungan dengan kejadian rawat ulang dalam 30 hari.

Background: In Indonesia, heart failure has become a major community problem because of the high cost of care, low quality of life, and premature death. Until now, loop diuretics are still the main therapy in patients with acute decompensated heart failure (ADHF) with clinical congestion. Diuresis responsiveness can be measured objectively by measuring sodium urine. Low sodium urine or remains low after loop diuretic administration may indicate a more severe degree of heart failure.This study aims to determine the response of natriuresis 2 hours after loop diuretic administration and its relationship to length of stay and readmission in 30 days.
Result: Among the 51 patients tested, the mean age was 52.62 ± 13.72 years, the majority were men (78.4%). The majority of the samples received heart failure drugs during treatment. A total of 40 (78.4%) people received ACE inhibitors/ARB and 36 (70.4%) received beta-blockers. Urinary sodium level 2 hours after loop diuretic administration was moderately correlated with shorter length of stay (p < 0.05), a significant difference was found with the median length of stay in the low sodium level group for 7 (IQR 4 – 11) days and in the sodium group. high for 5 (IQR 2.25 – 6) days. Meanwhile, the relationship between urinary sodium levels 2 hours after loop diuretic administration and hospitalization within 30 days was not found to be significantly different between these two variables. There was a significant relationship (p < 0.05) between beta-blocker and ACE inhibitors/ARB treatment and re-admission within 30 days. Beta-blocker and ACE inhibitors/ARB treatment reduced the risk of readmission.
Conclusion: There is a relationship between urinary sodium levels 2 hours after loop diuretic and length of stay, where low sodium levels have a longer length of stay. However, it is not related to the readmission incidence within 30 days
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Sukmawati Kapota
"Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan pelayanan yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien, untuk memenuhi kebutuhan pasien harus ditetapkan jenis obat yang harus tersedia pada peresepan dan pemesanan, sehingga perlu disusun suatu formularium. Saat ini, beberapa obat memiliki ketersediaan yang tidak sesuai dengan peresepan obat yang ada pada formularium nasional maupun puskesmas dikarenakan adanya ketidaksesuaian kebutuhan obat di puskesmas dengan daftar obat yang ada pada formularium puskesmas contohnya pada kelas terapi diuretik dan hormon yang memiliki penggunaan yang besar di puskesmas dan beberapa obat mengalami penurunan penggunaan sehingga perlu penambahan atau penghilangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pembaharuan formularium puskesmas tahun 2021 pada kelas terapi diuretik dan hormon. Metode pelaksanaan yang digunakan dalam tugas khusus ini yaitu deskriptif retrospektif. Data formularium menggunakan formularium tahun 2020 dan daftar perubahan obat Puskesmas. Dari data penelitian dihasilkan ada 6 item obat dari 2 kelas terapi tersebut yang perlu dikurangkan dan ditambahkan pada formularium puskesmas terbaru.

Pharmaceutical services at the District Public Health Center are direct services and responsible to the patient, to meet the needs of the patient must determined the type of drug that must be available on prescribing and ordering, so it is necessary to prepare a formulary. At present, some drugs have availability that is not in accordance with existing drug prescriptions in the national formulary and puskesmas due to a mismatch between drug needs in puskesmas and the list of drugs in the puskesmas formulary, for example in diuretic and hormone class therapy which has a large use in health centers and some drugs have decreased in use so that it needs to be added or removed. The purpose of this research is to obtain an update on the Palmerah District Public Health Center Formularium Medicines formulary 2022 in diuretic and hormone class therapy. The implementation method used in this special task is descriptive retrospective. Formulary data uses the 2020 formulary and lists change in health center medication. From the research data, there were 6 drug items from the 2 therapy classes that needed to be subtracted and added to the latest puskesmas formulary."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Ancella
"ABSTRAK
Diuretik merupakan salah satu obat menurunkan hipertensi. Zat aktif yang memberikan efek diuretik adalah flavonoid. Flavonoid dalam kombinasi daun tanjung, temulawak dan daun belimbing manis secara empiris telah terbukti dan dipublikasi dapat menurunkan kadar gula darah, menurunkan kolesterol dan melancarkan peredaran darah. Kombinasi ketiga tanaman disebut jamu antiaterosklerosis. Jamu antiaterosklerosis diekstraksi menggunakan metode refluks sehingga ukuran partikel mempengaruhi kandungan flavonoid yang dihasilkan. Jamu antiaterosklerosis yang memiliki kandungan apigenin dan katekin tertinggi adalah jamu antiaterosklerosis dengan ukuran partikel D le;60 mesh yang diuji efek diuretiknya dengan metode in vivo ke tikus putih jantan. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 kelompok tikus putih yaitu kontrol normal tanpa perlakuan , kontrol negatif induksi NaCl dan pakan standar , kontrol positif captopril 0,72 mg , dosis rendah jamu 13,2 mg , dosis sedang jamu 26,4 mg dan dosis tinggi jamu 52,8 mg . Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas diuretik kelompok dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi berturut-turut adalah 0,724, 0,792 dan 0,843 yang tergolong diuretik lemah sedangkan besar penurunan tekanan darah terbesar pada kelompok variasi jamu adalah dosis tinggi yaitu 35/29 mmHg. Jamu antiaterosklerosis memiliki efek diuretik lemah dan mampu menurunkan tekanan darah. Jamu antiaterosklerosis dapat digunakan sebagai diuretik alami yang mampu menurunkan tekanan darah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

ABSTRACT
Diuretic use for lowering hypertension. Active substances provide a diuretic effect is a flavonoid. Flavonoid in combination of bullet wood leaves, curcuma and starfruit leaves empirically proven, research and published in decrease blood sugar levels, decrease cholesterol and improve blood circulation. The combination of bullet wood leaves, curcuma and starfruit leaves become antiatherosclerosis herb. Antiatherosclerosis herb extracted using reflux so particle size affects the flavonoid produced. Antiatherosclerosis herb which has the highest apigenin and catechin is particle size D le 60 mesh and were tested by in vivo method to male rats. The study used 6 groups of rats are normal control without treatment , negative control induced NaCl and standard feed , positive control captopril 0.72 mg , low dose 13.2 mg herb , mid dose 26.4 mg herb and high dose 52.8 mg herb . The results of diuretic activity this study showed that the group of low dose, mid dose and high dose were 0.724, 0.792 and 0.843 while the highest decrease in blood pressure in the variation group of herb is a high dose of 35 29 mmHg. Antiatherosclerosis herbs has diuretic effect and decrease blood pressure. Antiatherosclerosis herb can use as natural diuretic herb in lowering blood pressure to improve public welfare."
[, ]: 2017
S67888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library