Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aila Johanna
Abstrak :
Masalah psikologis pada donor ginjal pascatransplantasi berhubungan dengan waktu pemulihan dan perbaikan fungsi yang lebih lama, dan faktor psikososial dapat memengaruhi kesehatan jiwa setelah prosedur transplantasi. Penelitian ini menilai gambaran psikopatologi donor ginjal pascatransplantasi, serta beberapa faktor yang ditemukan dapat memengaruhi perkembangan psikopatologi pada donor, yaitu mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Studi potong lintang dilakukan dengan pengambilan data daring pada 93 donor ginjal pascatransplantasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Uji bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara psikopatologi dengan mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Masalah emosi ditemukan pada 9,7%, gejala ansietas pada 8%, dan gejala depresi pada 2% donor. Mekanisme koping denial dan substance use berhubungan dengan masalah emosi, denial dan self distraction berhubungan dengan ansietas, sedangkan venting berhubungan dengan gejala depresi. Temperamen harm avoidance berhubungan dengan masalah emosi dan gejala ansietas. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara relasi donor-resipien dengan psikopatologi. Penelitian ini menunjukkan perlunya dilakukan skrining psikopatologi pada donor ginjal pascatransplantasi. Skrining dapat menggunakan SRQ-20 untuk menilai masalah emosi, dan dapat menggunakan tambahan GAD-7 untuk menilai gejala ansietas. Identifikasi mekanisme koping dan adanya harm avoidance tinggi pada donor ginjal perlu diidentifikasi untuk merancang pendampingan psikiatri yang tepat. ......Psychological problems in kidney donors are associated with longer recovery and return to daily functioning, and psychosocial factors may influence posttransplantation mental health. This study aims to provide the psychopathological profile in posttransplant kidney donors, as well as factors known to influence psychopathological development in donors: coping mechanism, temperament, and donor-recipient relationship. A cross sectional study was conducted having 93 posttransplant kidney donors in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta completed online questionnaires. Bivariate tests assessed any associations between psychopathology and coping mechanisms, temperament, and donor-recipient relationship. This study found that emotional problems were identified in 9.7%, anxiety in 8%, and depressive symptoms in 2% donors. Denial and substance use were the coping mechanisms associated with emotional problems, denial and self distraction were associated with anxiety, while venting was associated with depressive symptoms. Harm avoidance was the temperament associated with emotional problems and anxiety. No significant association was found between donor-recipient relationship and psychopathology. This study highlighted the need for pscyhopathology screening in posttransplant kidney donors. Screening with SRQ-20 can identify any emotional problems, and employing an additional GAD-7 can further assess anxiety. Coping mechanisms and harm avoidance in kidney donors should be identified to better design psychiatric provisions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishiguro, Kazuo
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017
808.83 ISH n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya Thaher
Abstrak :
LATAR BELAKANG
Sklera merupakan jaringan ikat padat kuat yang saling berpotongan dalam berbagai arah. Susunan yang kuat ini menyebabkan sklera dipergunakan oleh banyak ahli untuk memperbaiki. keadaan patologis sklera yang lain. Sklera yang dipergunakan, seperti dianjurkan oleh Fred M. Wilson dapat berupa sklera yang segar atau sklera yang dipreservasi. Namun oleh karena sulit untuk memperoleh sklera yang segar, maka perlu dipikirkan bagaimana caranya melakukan preservasi sklera agar sklera itu dapat disimpan dengan baik dan tahan lama sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan. Yang dimaksud dengan preservasi sklera ini adalah suatu sistem penyimpanan sklera yang bertujuan untuk menjamin kualitas jaringan dan memperpanjang waktu penyimpanan maksimum. Sistem penyimpanan ini hendaknya dapat memudahkan transportasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi jaringan yang dipreservasi. Sulitnya mendapatkan sklera yang segar menyebabkan para Ahli berusaha melakukan berbagai cara preservasi seperti :

a) Preservasi dengan menggunakan gliserin dan molekul sieve yang dilakukan menurut metode King,

b) Preservasi dengan alkohol,

c) Preservasi dengan pembekuan,

d) Preservasi dengan silica-gel.

M. Nakazuma (1984) berhasil mengobati stafiloma sklera pasca trauma dengan sklera yang sangat tipis pada seorang pasien Ehlers Danlos Syndrome, tipe V1 dengan sklera yang dipreservasi. Von Payrau dan Remky {1961) melaporkan keberhasilan mereka menggunakan sklera yang dipreservasi dengan silica gel untuk operasi sklerektasi, skleritis, dan skleromalasia serta operasi ablasi retina secara aman. Penggunaan lain sklera yang dipreservasi adalah untuk :

a) penghambat miopia tinggi,

b) operasi retraksi kelopak mata,

c) sebagai implan sekunder pada beberapa kasus yang menunjukkan terjadinya ekstruksi implan pada pasien pasca enukleasi,

d) perforasi sklera pada skleromalasia.

Melihat banyaknya kegunaan sklera yang dipreservasi untuk tujuan klinis, maka perlu diusahakan bagaimana caranya agar sklera yang berasal Bari donor mata Srilangka atau donor lokal dapat dimanfaatkan untuk tujuan klinis tersebut. Hal ini tentu dapat dicapai apabila sklera tersebut dapat dipreservasi dengan baik sehingga pada waktu diperlukan dapat diambil dari Bank Mata.

Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa sklera segar sukar diperoleh sehingga perhatian harus diarahkan kepada usaha-usaha untuk melakukan preservasi sklera sehingga jaringan sklera itu dapat disimpan untuk sewaktu-waktu diperlukan dapat digunakan bagi berbagai keadaan patologis sklera yang memerlukan "graft sclera". Untuk itu penulis merancang suatu eksperimen untuk melakukan preservasi sklera terhadap sklera yang berasal dari mata donor Srilangka dan donor local

Dari berbagai cara preservasi sklera yang dapat dilakukan, penulis membatasi pada cara preservasi dengan menggunakan alkohol dan dengan cara pendinginan. Selanjutnya, dari kedua cara preservasi sklera yang dilakukan itu, penulis merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : Apakah ada perbedaan hasil preservasi sklera yang dilakukan dengan penggunaan alkohol dengan hasil preservasi sklera yang dilakukan dengan penggunaan larutan ampisilin pada suhu L0C.

1989
T 9094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Marcelino
Abstrak :
ABSTRAK
Obesitas adalah masalah kesehatan di seluruh dunia, menyebabkan 3,4 juta kematian per tahun. Obesitas dinilai merupakan kontraindikasi relatif untuk operasi laparoskopi. Nefrektomi donor hidup per laparoskopi merupakan prosedur baku emas untuk pengangkatan ginjal pada beberapa pusat transplantasi. Namun pemilihan donor obesitas untuk menjalani laparoskopi nefrektomi masih menjadi perdebatan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan hasil jangka pendek donor obesitas dan non-obesitas yang menjalani nefrektomi donor hidup per laparoskopi. Pada penelitian ini dilakukan analisa retrospektif pada 259 donor hidup antara November 2011 dan Agustus 2015. Indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2 dikategorikan obesitas. Dua puluh subjek termasuk dalam kategori donor obesitas. Kami melakukan pengambilan sampel acak untuk 30 donor non-obesitas sebagai kelompok kontrol. Data intraoperatif dan pascaoperatif dibandingan antara kedua kelompok. Nilai p le;0,05 menunjukkan perbedaan bermakna. Karakteristik yang sama terdapat pada kedua kelompok donor. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu iskemik pertama, perkiraan kehilangan darah intraoperatif, dan nyeri pascaoperatif pada kedua kelompok. Waktu operasi pada donor obesitas lebih lama daripada kelompok kontrol 270 vs 245 menit, p le;0,05 . Waktu lama rawat lebih panjang pada kelompok obesitas 4 vs 3 hari, p le;0,05 . Pada rumah sakit kami, donor obesitas menunjukkan hasil jangka pendek yang sebanding dengan donor non-obesitas pada nefrektomi donor hidup per laparoskopi. Meskipun ditemukan waktu operasi yang lebih lama dan lama rawat yang lebih panjang, tidak terdapat komplikasi yang bermakna pada donor obesitas. Masih diperlukan evaluasi hasil jangka panjang untuk rasionalisasi donor obesitas. Kata kunci: laparoskopi; donor hidup; obesitas; transplantasi
ABSTRACT
Obesity is a major worldwide health problem, causing up to 3.4 million deaths per year. it was considered as a relative contraindication for laparoscopic surgery. Nowadays, Laparoscopic living donor nephrectomy is the gold standard procedure for kidney procurement in many transplant centers. However, the selection of the obese donors undergoes laparoscopic nephrectomies is still debatable. The objective of this study is to compare short term results of obese donors and non obese donors undergoing laparoscopic living donor nephrectomies. A retrospective analysis of 259 live donors between November 2011 and August 2015 was performed. Body mass index equal or more than 30 kg m2 was categorized as obese. Twenty subjects were categorized as obese donors. We randomly assigned for 30 non obese donors for the control group. Intra operative and post operative data were compared between these two groups. A p value le 0.05 was considered significant. There were same donors rsquo characteristics between two groups. No significant differences were found in the first warm ischemic time, estimated blood loss, and postoperative pain. The operative time in the obese group was significantly longer than in the control group 270 vs 245 minutes, p le 0.05 . The hospital stay was also significantly longer in the obese group 4 vs 3 days, p le 0.05 . At our hospital, obese donors show comparable short term results to non obese donors in laparoscopic living nephrectomy. While longer operative time and length of stay were found, there was no significant complication observed. Long term outcomes should be evaluated for the rationalization of these obese donors.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Tika Sastraprawira
Abstrak :
ABSTRAK Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD) merupakan salah satu dari upaya kesehatan yang penyelenggaraannya di Indonesia diserahkan kepada PM melalui Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1980. Tahun 1997 kebutuhan darah di Kabupaten Ciamis memperlihatkan kecenderungan yang meningkat yaitu dari 13,91 % tahun 1996 menjadi 20,15 % pada tahun 1997. Disisi lain tingkat untuk menjadi donor darah masih jauh tertinggal yaitu 0,22 per 100 penduduk. Siswa SMU dan SMK yang ikutserta menjadi donor darah masih rendah, yaitu 0,008 per 100 penduduk dibandingkan dengan donor darah Pegawai Negeri Sipil 0,09 per 100 penduduk dan golongan petani buruh 0,04 per 100 penduduk. Tujuan penelitian adalah diketahuinya inforrnasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap keikutsertaan siswa SMU dan SMK untuk menjadi donor darah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis rancangan "cross sectional" yang bersifat deskriptif analitik. Sebanyak 400 siswa SMU dan SMK yang berasal dari 9 sekolah yang berada di wilayah Kecamatan Ciamis, Kabupaten Dati II Ciamis dipilih sebagai sampel dengan cara multi stage stratified random sampling. Hasil analisa univariat memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan sikap ikutserta untuk menjadi donor darah (74,25 %). Mereka umumnya berpengetahuan baik (82,75 %) dan mendapatkan informasi tentang donor darah terutama dari pelajaran sekolah 1 guru (46,50 %). Sebanyak 19 % responden menjadi anggota PMR. Sebagian besar dari mereka (73 %) menginginkan pelayanan yang baik pada penyadapan darah. Lebih dari separuh responden mempunyai ayah berpendidikan setingkat SLTP keatas (54,8 %) dan hampir seluruhnya bekerja (99.2 %). Baik keluarga responden maupun guru menganjurkan mereka untuk menjadi donor darah (38,8 % dan 79 %). Dari hasil analisa bivariat diketahui empat dari lima variabel independen yaitu pengetahuan, aktivitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler PMR, pelayanan pada penyadapan darah yang diinginkan dan anjuran keluarga responden terbukti mempunyai hubungan bermakna dengan sikap keikutsertaan siswa SMU dan. SMK untuk menjadi donor darah. Satu-satunya variabel independen yaitu variabel anjuran guru tidak terbukti ada hubungan bermakna dengan sikap keikutsertaan siswa untuk menjadi donor darah. Responden merupakan calon peserta donor darah yang potensial, maka perlu diupayakan suatu pembinaan dan penerangan tentang manfaat donor darah yang efektif dan kontinyu melalui orang tua dan sekolah.
ABSTRACT Factors Relating To The Attitudes of Senior High School and Vocational High School Students Participation In Partaking Blood Donors At Ciamis Subdistrict, The District Of Ciamis 1998Blood Transfusion as an effort in the health field is managed by the Indonesia Red Cross based on Government Regulation No. 18, 1980. The demand of blood is showing an increasing trend namely from 13,91 % in 1996 to 20,15 % in 1997. On the other hand, the donation rate of blood in the district of Ciamis is still left way behind namely 0,22 per 100 inhabitants. The number of high school students who partake as blood donors are still low, namely 0,008 per 100 inhabitants compared to the civil servant blood donors, 0,09 per inhabitants and the fanner group 0,04 per 100 inhabitants. The purpose of this investigation is to obtain information on the factors relating to the attitudes of the senior high school and Vocational High School students to partake as blood donors. The way used in this investigation quantitative approach by design of cross-sectional in which analytic descriptive. Four hundred samples of senior high school and vocational high school students from nine schools in Ciamis subdistrict, the district of Ciamis were drawn through a multi stage stratified random sampling method. The univariate analysis has shown that threefourth of the respondents have expressed to partake as blood donors (74,25 %), have a good knowledge in blood donors (82,75 %) and receiving information about the blood donor, especially from the lesson 1 teacher (46,50 %) and 19 % of the respondents were the members of the Youth Red Cross. And for the most part of them (73 %) wanted the service on the blood transfusion unit. More than half of the respondents father owned the education as the level of junior high school and almost of them were the workers (99,2 %). Either the respondents parents or the teachers advised the students to partake blood donors (38,8 % and 79 %). From the bivariate analysis it was found that four from the five independent variables, namely knowledge, students activity in the Youth Red Cross, the service on the blood transfusion unit wanted by the responders and the family's had proven that there was a significant correlation with the participation attitude of senior high school and vocational high school students to partake as blood donors. The only one of independent variable namely teacher's role variable did not prove that there was a significant correlation with the students participation attitude to partake as blood donors. Considering that the respondents are the potential candidates of blood donor participants, so it is necessary to manage a guidance and an information about the use of blood donor effectively and continuously through their parents as well as schools.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanamal, Grace C.D.
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Defisiensi besi adalah salah satu gangguan gizi yang paling umum di seluruh dunia dan ini bisa terjadi pada para donor darah laki-laki yang rutin. Seorang donor tetap diharapkan dapat menyumbangkan darahnya secara teratur dalam jangka waktu yang tertentu. Pada donor darah yang seringkali diambil, dikhawatirkan pada suatu waktu dapat terjadi defisiensi besi, tanpa anemia. Dengan demikian menjadi perhatian utama para donor tersebut untuk dilakukan skrining defisiensi besi yang bertujuan bagi para donor darah ini agar tetap sehat dan terus mendonorkan darahnya. Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada para donor darah laki-laki yang menyumbangkan darahnya pertama, kelima dan kesepuluh kali. Masing-masing donasi terdiri dari 25 orang yang diambil sampel darahnya untuk dilakukan pemeriksaan hematologi darah lengkap dan pemeriksaan serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin serum. Hasil. Didapatkan hasil pada donasi pertama, rerata kadar feritin adalah 91,78; pada donasi kelima terjadi peningkatan kadar feritin yaitu sebesar 111,49 dan menurun lagi pada kelompok pendonor donasi kesepuluh yakni 65,28. Hasil uji kruskal wallis menunjukkan ada perbedaan rerata yang bermakna antara kadar feritin pada donasi pertama, kelima dan kesepuluh kali (nilai p = 0,044). Simpulan. Terdapat penurunan cadangan besi tubuh (feritin serum) pada donasi pertama dan kesepuluh. Semakin sering kita menyumbangkan darah dapat terjadi defisiensi besi tahap pertama yang kita sebut juga iron depletion. Karena itu perlu diperhatikan pola makan atau status gizi dan juga suplemen yang diberikan sesudah donor.
ABSTRACT
Background : Iron deficiency is one of the most common nutritional disorder in the world and this can occur in the routine male blood donors. A blood donor is expected to donate blood regularly in a certain period of time. In routine blood donors, it is feared that they could have iron deficiency without anemia. Thus the need for screening these donors the iron status of these donors, becomes major concern to keep these blood donors healthy and can donate their blood intensly continue to donate blood. Methodology : This study used a cross-sectional design on the first, fifth and tenth times male blood donors. Each donation consists of 25 people who were test for serum iron, total iron binding capacity ( TIBC), transferrin saturation and serum ferritin. Results : it is increasing in the first donation, the mean ferritin levels were 91,78, the fifth donation ferritin levels increase in the amount of 111,49 and declined again in the tenth donation donor group 65,28. Results of Kruskal Wallis test showed significant difference between the mean ferritin levels at the first donation, the fifth and the tenth time (p = 0,044). Conclusion : There is a significant of serum ferritin in the first and tenth routine male male blood donors. Therefore need to be considered diet or nutritional status and iron supplements were given after the donor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library