Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Franciscus Ari
"ABSTRAK
Efek samping gastroduodenal sering terjadi pada pengunaan aspirin jangka panjang, bahkan pada dosis yang sangat rendah (10 mg/hari). Saat ini angka kejadian kerusakan mukosa gastroduodenal akibat penggunaan aspirin dosis rendah jangka panjang di Indonesia belum diketahui. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan gambaran endoskopi kerusakan mukosa gastroduodenal pada pengguna aspirin dosis rendah jangka panjang pada pasien yang berobat di RSCM, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada pasien poliklinik dan ruang perawatan RSCM usia ≥ 18 tahun yang mengkonsumsi aspirin dosis rendah (75-325 mg) lebih dari 28 hari. Didapatkan 95 subjek penelitian melalui metode konsekutif dalam periode Desember 2015 ? April 2016. Temuan endoskopi berupa erosi mukosa dan ulkus peptikum dimasukkan ke dalam kelompok kerusakan mukosa. Hasil: Kerusakan mukosa gastroduodenal ditemukan pada pada 49 subjek (51,6% (95% IK 41,6-61,7%)), dengan gambaran erosi mukosa pada 38 subjek (40% (95% IK 30,2-49,9%)) dan ulkus peptikum pada 11 subjek (11,6% (95% IK 5,2-18,0%)). Hanya 44,9% pasien dengan kerusakan mukosa gastroduodenal memiliki keluhan dispepsia. Kombinasi antitrombotik meningkatkan risiko terjadinya kerusakan mukosa (OR 3,3 (95% IK 1,3 ? 8,5)). Sedangkan penggunaan obat golongan proton pump inhibitors (PPI) menurunkan risiko (OR 0,2 (95% IK 0,04 ? 0,60)). Kesimpulan: Kerusakan mukosa gastroduodenal terjadi pada lebih dari separuh pasien yang menggunakan aspirin dosis rendah jangka panjang. Kombinasi aintitrombotik meningkatkan risiko kerusakan mukosa. Sedangkan penggunaan PPI efektif dalam menurunkan risiko tersebut.

ABSTRACT
Background: Long-term aspirin therapy can induces gastroduodenal mucosal injury, even in a very low dose (10 mg daily). The frequency of gastroduodenal injuries among long-term low-dose aspirin users in Indonesia is currently unknown.Aim: To determine the gastroduodenal mucosal injury prevalence, endoscopic findings, and influencing factors among long-term low-dose aspirin users in RSCM. Methods: This study was a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Subjects were ≥ 18 years old patients that have been using low-dose aspirin (75-325 mg) for at least the preceding 28 days. Ninety five subjects were recruited consecutively in the period of December 2015 ? April 2016. Endoscopic findings such as erosions and ulcers were assessed as mucosal injuries. Results: Mucosal injury was found in 49 subjects [51.6% (95% CI 41.6?61.7%)]; mucosal erosion in 38 subjects [40% (95% CI 30.2?49.9%)] and ulcers in 11 subjects [11.6% (95% CI 5.2?18.0%)]. Only 44.9% patients with mucosal injury had dyspepsia symptoms. Double antiplatelet therapy increases the risk of mucosal injury [OR 3.3 (95% CI 1.3?8.5)]. However, proton pump inhibitor (PPI) decreases the risk [OR 0,2 (95% IK 0,04 ? 0,60)]. Conclusions: Gastroduodenal mucosal injury was found in more than half of long-term low-dose aspirin users. Double antiplatelet therapy increases the risk of mucosal injury, while PPI effectively reduced the risk.;"
Lengkap +
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raesha Dwina Malika
"ABSTRAK
Kaptopril diketahui memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kaptopril pada tikus diabetes yang diinduksi diet tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah. Penelitian ini menggunakan 42 ekor tikus Sprague-Dawley jantan yang dikelompokkan menjadi enam kelompok (n = 7). Satu kelompok normal tidak diobati dan lima kelompok (negatif, positif, dan tiga kelompok variasi dosis kaptopril) diinduksi dengan diet tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah. Kelompok negatif diberi CMC 0,5%, kelompok positif diberi dosis Metformin 90 mg / 200g / hari secara oral, dan tiga kelompok kaptopril dosis bervariasi 25 mg / kg BB / hari tikus / hari secara oral; 50 mg / kg berat badan tikus / hari secara oral; 100 mg / kg BB secara oral. Tikus diinduksi dengan diet tinggi lemak (diet standar: kuning telur puyuh: mentega: sirup jagung fruktosa tinggi, 50%: 30%: 10%: 10%) selama 28 hari, dan kemudian disuntik dengan streptozotocin dosis rendah ( 30 mg / kg BB ip), kemudian dievaluasi pada hari ke 35, dilanjutkan dengan pemberian oral bahan uji dan standar selama 14 hari, dan dievaluasi setiap 7 hari. Semua dosis kaptopril menurunkan kadar glukosa secara signifikan (p <0,05). Kekuatan kaptopril mirip dengan metformin untuk menurunkan kadar glukosa, kaptopril dan metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal. Berdasarkan hasil tersebut, kaptopril memiliki efek potensial sebagai agen anti hiperglikemik.
ABSTRACT
Captopril is known to have the effect of lowering blood glucose levels by increasing insulin sensitivity. This study aims to determine the effect of captopril on diabetic rats induced by a diet high in fat and low dose of streptozotocin. This study used 42 male Sprague-Dawley rats which were divided into six groups (n = 7). One untreated normal group and five groups (negative, positive, and three groups of captopril dose variation) were induced with a high-fat diet and low-dose streptozotocin. The negative group was given 0.5% CMC, the positive group was given a dose of Metformin 90 mg / 200g / day orally, and the three groups of captopril had varied doses of 25 mg / kg BW / day rats / day orally; 50 mg / kg body weight of rats / day orally; 100 mg / kg BW orally. Rats were induced on a high-fat diet (standard diet: quail egg yolk: butter: high fructose corn syrup, 50%: 30%: 10%: 10%) for 28 days, and then injected with a low dose of streptozotocin (30 mg / kg BW ip), then evaluated on day 35, followed by oral administration of the test material and standard for 14 days, and evaluated every 7 days. All captopril doses decreased glucose levels significantly (p <0.05). Captopril strength is similar to metformin to lower glucose levels, captopril and metformin can lower blood glucose levels back to normal. Based on these results, captopril has a potential effect as an anti-hyperglycemic agent."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ramadhani
"Latar Belakang: Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam mekanisme molekuler fenomena respons adaptasi pada penduduk Mamuju, Sulawesi Barat sebagai area radiasi latar tinggi (high background radiation area/HBRA) di Indonesia khususnya ditinjau dari jalur inflamasi dan stress oksidatif.
Metode: Penduduk Dusun Tande-Tande, Mamuju sebagai area radiasi latar tinggi dan penduduk Desa Topoyo, Mamuju Tengah sebagai kelompok kontrol direkrut dalam penelitian. Pemeriksaan kerusakan DNA, aberasi kromosom tidak stabil, stabil, mikronukleus, indeks mitosis, nuclear division index, aktivitas enzim SOD, GPx konsentrasi CAT serum dan darah lengkap dilakukan pada penelitian. Analisis G2 MN dilakukan untuk memvalidasi respons adaptasi pada penduduk Dusun Tande-Tande. Pengukuran konsentrasi sitokin dan protein pro-inflamasi, anti-inflamasi, p-Akt, Akt, dan NFkB dilakukan untuk mengetahui keterlibatan jalur inflamasi dan stress oksidatif pada fenomena respons adaptasi.
Hasil: Analisis kerusakan DNA, aberasi kromosom tidak stabil, stabil, aktivitas SOD, aktivitas GPx menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Rerata konsentrasi CAT kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Nilai indeks mitosis dan nuclear division index (NDI) pada kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata konsentrasi sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi pada serum kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata konsentrasi protein marker inflamasi CRP pada serum kelompok kasus lebih rendah tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan kelompok kontrol. Hasil pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan bahwa jumlah sel darah merah kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna sedangkan jumlah limfosit, nilai MCV, MCH, MCHC, dan RDW kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata nilai rasio p-Akt/Akt dan konsentrasi NFkB kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kesimpulan: Fenomena respons adaptasi terhadap radiasi terjadi pada penduduk Dusun Tande-Tande, Mamuju. Hasil penelitian belum dapat membuktikan peningkatan antioksidan serta sitokin tertentu baik sitokin pro maupun anti-inflamasi pada kelompok kasus. Aktivasi jalur Akt dan NFkB pada kelompok kasus belum dapat dibuktikan mengingat nilai rasio p-Akt/Akt serta konsentrasi NFkB lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Background: This study aim is to investigate the molecular mechanism of radioadaptive response in inhabitants of Mamuju, West Sulawesi as one of the high background radiation areas of Indonesia, particularly from inflammatory and oxidative stress perspectives.
Methods: Tande-Tande sub-village, Mamuju district inhabitants as high background radiation areas, and Topoyo Village inhabitants in Middle Mamuju district were recruited in this study. Evaluation of DNA damage, unstable and stable chromosomal aberrations, micronucleus, mitotic index, nuclear dividon index, SOD and GPx activities, serum catalase concentration and complete blood count were performed in this study. The G2 MN assay for validating the radioadaptive response phenomenon was performed in this study. Measurement of pro and anti-inflamamatory cytokines, p-Akt, AKt and NFkB were performed to find out the involvement of infllmation and stress oxidative on radioadaptive response phenomenon.
Results: The levels of DNA damage and stable and unstable chromosomal aberrations were not significantly different between the two groups. The rate of cell proliferation represented by the mitotic and nuclear dividion indexes showed a significantly higher rate in the case group. The SOD and GPx activities were not significantly different between the two groups. Interestingly, the CAT concentration was significantly lower in the case group. A significant lower level of both pro- and anti-inflammatory cytokines was also found in the case group. A lower level of CRP concentration as an inflammatory marker protein also showed in the present study, although it was not statistically significant. The complete blood counts analysis revealed a significant increase in RBC numbers and a significant decrease in lymphocyte numbers (MCV, MCH, MCHC, and RDW values) in the case group. The p-Akt/Akt ratio and NFkB concentration were also found to be statistically lower in the case group.
Conclusion: It can be concluded that the radioadaptive response phenomena induced by chronic low radiation dose exposure existed in Tande-Tande sub-village inhabitants. However, this present study failed to find a significant increase of antioxidant enzymes and inflammatory cytokines in Tande-Tande sub-village inhabitants. The activation of Akt and NFkB pathways in Tande-Tande sub-village inhabitants was also not found in this present study.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Qisti Mathriul
"TO diperlukan untuk memastikan keamanan, efektifitas dan rasionalis penggunaan terapi obat pasien sehingga meminimalisir reaksi obat yang tidak dikehedaki apabila terdapat masalah terkait obat pada pasien. Pada laporan ini dilakukan pemantauan terapi obat terhadap pasien pediatrik dengan diagnosis utama pneumonia yang menerima polifarmasi di RSUD Tarakan. Laporan ini dibuat berdasarkan pengumpulan data dan observasi langsung terhadap pasien yang merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016. Hasil PTO menunjukan bahwa terdapat dua masalah terkait obat pada pengobatan pasien yaitu dosis parasetamol dan octreotida yang rendah, serta interaksi obat antara salbutamol dengan octreotida. Hasil ini menunjukan perlunya peningkatan dosis pada salbutamol dan ocreotida dan pemantauan interaksi obat.

Pediatric patient in intensive care unit with polypharmacy requires therapy drug monitoring (TDM). TDM is needed to ensure safety, effectiveness and rationale of drug therapy hence minimize adverse drug reactions if there are drug-related problems with patients. This report monitors drug therapy for pediatric patients with pneumonia who receive polypharmacy at RSUD Tarakan. This report was based on data collection and observation of patient referring to Minister of Health Regulation Number 72 of 2016. This report shows that there are two drug-related problems in patient treatment, i.e low doses of paracetamol, octreotide and drug interactions between salbutamol and octreotide. Therefore, it requires for adjustment of the dose and monitoring of the drug interactions."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rita Ingewaty Wijaya
"Paparan radiasi pengion dosis rendah (<0,5 Gy) dapat menyebabkan gangguan sirkulasi. Namun, belum diketahui apakah paparan radiasi pengion dosis rendah dapat menyebabkan hipertensi. Seorang petugas radiologi berjenis kelamin laki-laki yang berusia 27 tahun menanyakan tentang hasil pemeriksaan berkalanya dimana hasilnya menyatakan ia mengidap hipertensi. Dia juga menyebutkan bahwa pada tahun sebelumnya, hasil pemeriksaan EKG-nya tidak baik, tetapi dia tidak dapat mengingat apa yang dikatakan oleh dokter spesialis jantung. Apakah hipertensi pada pekerja radiologi disebabkan oleh paparan radiasi pengion di tempat kerja? Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed, Scopus dan Cochrane. Didapatkan sebuah artikel yang relevan, yang memenuhi kriteria inklusi. Sebuah studi kohort oleh Preetha R, et al (2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara risiko hipertensi dan paparan FGIP. Penelitian ini valid dan dapat diterapkan pada pasien saya karena metodenya sesuai dan cukup baik. Selain itu, populasi dalam penelitian ini memiliki kemiripan dengan pasien saya. Namun, hanya ada satu artikel yang ditemukan. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya penelitian mengenai hal ini. Oleh karena itu, hubungan sebab akibat masih belum dapat dibuktikan. Dianjurkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pengukuran paparan dan hasil yang lebih baik.

Exposure to low dose ionising radiation (<0.5 Gy) can cause circulation disorders. It is not yet known whether exposure to low dose ionising radiation can cause hypertension. A 27-year-old male radiologist asked about the result of his periodic examinations in which written hypertension. He also said that in the previous year, his ECG examination resulted in no good, but he couldn’t remember what the cardiologist said. Does hypertension in radiology workers due to exposure to ionising radiation at work? The literature searches were conducted through PubMed, Scopus and Cochrane. A relevant article, which fitted the inclusion criteria, was found. A cohort study by Preetha R, et al (2015) suggested that there is a relationship between the risk of hypertension and FGIP exposure. This study is valid and applicable to my patient because the method is quite good and suitable. Also, the population in the study is similar to my patient. However, there was only one article found which might be due to the lack of research on this subject. Hence, the causal relationship still cannot be proven. Further research is recommended with a better measurement of exposure and outcome."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library