Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Inisiatif Indonesia yang disampaikan pada KTT APEC ke 15 di Sydney adalah merupakan langkah yang tepat, sebab secara geografis perairan laut Indonesia terletak di daerah tropis yang kaya akan jenis hayati, termasuk terumbu karang (coral reef) dan kebetulan terletak di pusat terumbu karang dunia yang kita sebut sebagai The Coral Triangle yang memiliki keanekaragaman tertinggi di dunia
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Y. Angwarmasse
"Lajunya perkembangan jumlah penduduk dunia yang setiap tahun mengalami peningkatan yang pesat merupakan suatu faktor yang mendorong manusia untuk setiap kali berupaya mencari sumber-sumber daya yang baru dalam rang ka menunjang kehidupan ekonomi masyarakat. Planet bumi k-ita ini tidak pernaii bertambah luas, di lain pihak per-tumbuhan penduduk yang semakin cepat bertambah , seakan-akan memaksa negara-negara untuk menemukan teknologi baru guna mengelola sumber-sumber daya alam itu. Untuk dapat merapertahankan dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas sumber-sumber daya itu, maka dalam mengelola, memanfaatkan sumber-sumber daya itu/senantiasa perlu di-sertal usaha-usaha perlindungan dan pelestarian lingkungan.
Pada tahun 1930 bumi dihuni oleh 2 milyar jiwa,pa-da tahun 1960 meningkat menjadi 3 milyar,- dan tahun 1976 semakin bertambah sampai 4 milyar, kemu-dian tahun 2000 akan melonjak menjadi 7 milyar . Malah dalam kurun waktu tidak sampai satu abad akan tercapai jumlah yang sangat fantastis yaitu 30 milyar penduduk." 1 Mohammed Bedjaoui, Menuju Tata Ekonomi Dunia Baru, (Jakarta, 1985), hal. 39.
Dari gambaran di atas narapak bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1960 hingga tahun 2000/terjadi ledakan pen-duduk dunia sebanyak dua kali lipat. Perkembangan pendu-duk dunia yang pesat itu perlu dibarengi dengan kemampu-an sumber-sumber daya yang cukup,guna menunjang kelang-sungan hidup manusia yang meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Planet bumi kita yang terdiri atas kurang lebih 70% lautan dan 30% daratan,mengandung sumber-sumber daya alam yang kaya raya. Tentu saja penyebarannya di setiap ka-wasan, setiap negara atau daerah berbeda-beda satu sama lain. Ada daerah yang kaya akan sumber daya, ada pula yang kekurarigan sumber :daya. Adanya tingkat penyebaran yang berbeda ini ,menuntut perlunya kerjasama internasio-nal sehingga dapat dicapai pemerataan kesejahteraan umat manusia.
Di atas dikemukakan bahwa planet bumi kita ini meliputi kurang lebih tujuhpuluh persen tertutup oleh air, sedangkan hanya tigapuluh persen terdiri dari daratan. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem laut merupakan ling-kungan hidup yang paling luas. Apabila ekosistem laut merupakan lingkungan hidup yang paling luas ,maka sumber-sumber kekayaan alam di dunia sebahagian besar terkan-dung di lautan. Akan tetapi yang..menjadi masalah adalah sampai sejauh mana manusia telah. meman^aatkan sumber-sumber kekayaan alam laut itu guna meningkatkan taraf hidup nya.
Sejak abad ke 17 Hugo-de^Groot telah mengembangkan suatu teori melalui bukunya "Mare E'iberum" yang diter-bitkan pada tahun 1609. Beliau mengemukakan teori kebebasan laut (freedom of the sea), yang dimaksudkan untuk mengecam negara-negara besar yang pada masa itu ingin menguasai bahagian-bahagian tertentu perairan bebas, untuk aimanfaatkan bagi kepentingan nasional negaranya. Jelas bahwa sebelum abad ke 17,manusia telah rnemandang laut sebagai sumber daya yang penting untuk dapat dimanfaat kan bagi kesejahteraaji manusia. Teori klasik yang di-kembangkan oleh Hugo de Groot itu.-pada hakekatnya mengan dung dua pengertian. Pertama, laut terbuka (open sea) harus bebas dari kedaulatan negara manapun, tidak satu-pun negara berhak berdaulat pada bahagian-bahagian ter-tenfcu dari perairan-bebas. Kedua, mengingat bahwa laut befaas itu tidak dapat dikuasai secara efektif" oleh suatu negara, inaka tidak diperkenankan adanya negara yang ingin menguasai perairan bebas. Akan ? tetapi prinsip ke-bebasan laut itu dalam praktek pelaksanaannya telah di-salahgunakan oleh negara-negara yang maju teknologinya semata-mata bagi kemakmuran negaranya. Dewasa ini negara-negara ingin mempercantik kembali teori klasik cipta-an Hugo de Groot ini melalui konsep "Warisan bersama umat"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Some of marine worm (Polychaeta, Annelida) in eastern part of Indonesia (Lombok, Maluku, and Sumba) swarm once a year. This is a phenomenon as some species of polychaeta in full moon or a few days after full moon become sexsually mature and pelagic to reproduce...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Johan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha
"ABSTRAK
Perekonomian Negara-negara Baltic Sea Region BSR bergantung pada aktivitas transportasi maritim yang rawan akan terjadinya kecelakaan dan polusi di laut sehingga membawa dampak negatif bagi ekosistem Laut Baltik. Untuk mengurangi risiko tersebut the HELCOM Helsinki Commission menetapkan strategi the BSAP Baltic Sea Action Plan dan Uni Eropa menetapkan the EUSBSR European Union Strategy for Baltic Sea Region Action Plan. Tesis ini membahas strategi yang ditempuh the HELCOM dan Uni Eropa dalam meningkatkan manajemen dan kontrol lalulintas di Laut Baltik tahun 2007 sampai 2018. Peningkatan tersebut dapat dicapai dengan menerapkan prosedur keselamatan navigasi dan kapasitas tanggap darurat yang efektif, antara lain mengembangkan re-survei rute pelayaran, e-navigation dan teknologi baru, navigasi musim dingin, awak kapal yang terlatih dan penanggulangan situasi darurat. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode eksploratori dan induktif. Analisis penelitian diuraikan dengan menggunakan tiga teori meliputi teori identitas menjelaskan keterkaitan kerusakan lingkungan dengan identitas regional BSR yang memiliki kesamaan letak geografis, pemanfaatan sumber daya alam dan tantangan lingkungan. Ketidakseimbangan ekologis di Laut Baltik diasosiasikan dengan beberapa aspek meliputi karakter geografis, pemukiman, tumpahan minyak, perikanan tangkap serta kandungan nutrien dan senyawa toksin di perairan Baltik; teori institusional menjelaskan elemen-elemen institusional the HELCOM dan the EUSBSR terdiri dari formalisasi, tujuan, keanggotaan, struktur organisasi, legislasi, kebijakan, prosedur, finansial dan kerjasama; dan teori keamanan lingkungan menjelaskan unsur-unsur keamanan lingkungan dari strategi the HELCOM BSAP segmen aktivitas maritim dan the EUSBSR Action Plan PA Safe termasuk implementasi dan pencapaiannya. Pencapaian the HELCOM BSAP didasarkan pada dua indikator yaitu pengendalian jumlah kecelakaan kapal dan jumlah tumpahan minyak yang masih perlu peningkatan kultur keselamatan. Sedangkan pencapaian the EUSBSR Action Plan berupa sejumlah Flagship Projects yang telah selesai dilaksanakan antara lain ESABALT, MONA LISA, BMSP, MIMIC, EfficienSea dan MARSUNO.

ABSTRACT
The economy of Baltic Sea Region BSR considerably depends on maritime transportation activities troubled by marine accidents and marine pollution which bring negative impact to the Baltic Sea Ecosystem. The HELCOM Helsinki Commission sets the BSAP Baltic Sea Action Plan and the European Union sets the EUSBSR European Union Strategy for Baltic Sea Region Action Plan to reduce the risks. The thesis discusses strategies that undertaken by the HELCOM and the European Union to enhance traffic management and traffic control of Baltic Sea during 2007 to 2018. By applying efficiently safety navigation and preparedness and response capacity procedures could gain improved those measures, among others, developing resurveying of shipping routes, e navigation and new technology, winter navigation, well trained crew onboard vessels and preparedness for emergency situations. Data processing of this research uses exploratory and inductive methods. The research analysis described by three theories, identity theory explaining the linkage between environmental damage and BSR regional identity which have similar geographical, the usage of natural resources and environmental challenge. Ecological imbalances in the Baltic Sea associated with several aspects including natural geographic caracter, settlement, oil spill, fishing and nutrient content and toxin compound in the Baltic Water the institutional theory explains the institutional elements of the HELCOM and the EUSBSR consisting of formalization, objectives, membership, organizational structure, legislation, policies, procedures, financial and cooperation and environmental security theory explains its components of the HELCOM BSAP strategy on the maritime activity segment and the EUSBSR Action Plan PA Safe including both implementation and achievement. The achievement of the HELCOM BSAP consists of two indicators, controlling the number of ship accidents and the number of oil spills which need safety culture improvement. While the achievement of the EUSBSR Action Plan based on a number of completed Flagships Projects namely ESABALT, MONA LISA, BMSP, MIMIC, EfficienSea and MARSUNO."
2018
T51135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Arvanza Rivaie
"Teritip (Thecostraca) adalah satu krustasea laut yang memiliki keragaman paling tinggi dan sangat penting secara ekologis di dunia. Pulau Pramuka dengan keragaman terumbu karang yang sangat tinggi, merupakan habitat bagi berbagai biota laut. Diduga keragaman teritip cukup tinggi di pulau ini, mengingat ekosistem lautnya yang hangat, merupakan habitat optimal bagi teritip. Akan tetapi, sejauh ini informasi mengenai keragaman teritip di Pulau Pramuka masih terbatas. Untuk itu, telah dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji keragaman spesies teritip secara morfologi di Pulau Pramuka dan Area Perlindungan Laut Taman Nasional Kepulauan Seribu, guna mendapatkan informasi yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian dilakukan pada bulan Januari dan Februari 2024, pada pengambilan sampel di kedalaman 10–25 m. Identifikasi dan deskripsi morfologi dari sampel teritip dilakukan dengan cara mencocokkan karakter morfologi dari spesimen teritip yang diperoleh dengan deskripsi terdahulu untuk dilihat persamaan dan perbedaannya, di laboratorium Krustasea dan Entomologi, BRIN Cibinong. Hasil penelitian ini menemukan 7 genus dan 10 spesies teritip di perairan Pulau Pramuka. Spesies-spesies teritip tersebut berasal dari 3 famili teritip acorn dan 1 famili teritip penggali (burrowing barnacle). Spesies-spesies teritip yang ditemukan antara lain adalah Chthamalus malayensis, Chthamalus sp., Trevethana sarae, Darwiniella angularis, Tetraclita squamosa, Neonrosella vitiata, Megabalanus tintinnabulum, Amphibalanus Amphitrite, Amphibalanus reticulatus, dan Amphibalanus zhujiangensis. Teritip-teritip tersebut ditemukan baik di zona intertidal maupun pada rataan terumbu karang. Pada zona intertidal, sebagian besar teritip menempel pada struktur buatan manusia, sedangkan pada zona subtidal ditemukan berasosiasi dengan terumbu karang sebagai inangnya.

Barnacle (Thecostraca) is one of the most diverse and ecologically important marine crustaceans in the world. Pramuka Island, with its very high diversity of coral reefs, is a habitat for various marine biota. It is suspected that the diversity of barnacles is quite high on this island, considering that its warm marine ecosystem is an optimal habitat for barnacles. However, so far, information regarding their diversity on Pramuka Island is still limited. A research was carried out to identify the morphological diversity of barnacle species on Pramuka Island and the National Park Marine Protection Area at Seribu Islands in order to obtain the information needed for further research. The research was carried out in January and February 2024, at a depth of 10–25 m. Identification and morphological description of the barnacle samples were carried out by matching the morphological characters of the barnacle specimens obtained with the previous description to see the similarities and differences at the Crustacean and Entomology Laboratory, BRIN Cibinong. The results of this research revealed seven genera and 10 species of barnacles in the waters of Pramuka Island. Species of barnacles come from three families of acorn barnacles and one family of burrowing barnacles. The barnacle species found included Chthamalus malayensis, Chthamalus sp., Trevethana sarae, Darwiniella angularis, Tetraclita squamosa, Neonrosella vitiata, Megabalanus tintinnabulum, Amphibalanus amphitrite, Amphibalanus reticulatus, and Amphibalanus zhujiangensis. These barnacles were found both in the intertidal zone and on coral reef flats. In the intertidal zone, most barnacles were attached to man-made structures, while on coral reef flats, they were found associated with coral reefs as their hosts."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Dhani Maulana
"Konsumsi mineral untuk pembuatan alat dan fasilitas yang berguna bagi manusia terus meningkat selama beberapa dekade. Penambangan terestrial telah menjadi metode penambangan utama untuk mengekstraksi mineral bumi selama beberapa ribu tahun, namun kemunculan deep-sea mining sedang dalam perjalanan sejak tahun 1960-an dan sudah pada titik komersialisasi. Isu dampak dari penambangan laut dalam menjadi alasan utama berkembangnya deep-sea mining. deep-sea mining berada pada ekosistem yang paling rapuh di planet ini yang disebut zona bentik, sekaligus merupakan ekosistem terpenting di planet ini untuk mendukung ekosistem lain dalam memelihara telur, larva, dan juvenilnya. Dampak deep-sea mining terhadap ekosistem laut dalam juga menjadi perhatian Indonesia, karena penambangan laut dalam dimungkinkan untuk dilakukan, namun belum ada peraturan perlindungan lingkungan nasional untuk melestarikan atau melindungi ekosistem laut dalam. Kondisi kekosongan hukum dalam deep-sea mining ini dapat diisi dengan prinsip kehati-hatian yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia dalam UU No. 32 Tahun 2009, namun hal tersebut bukanlah solusi yang mutlak atau optimal untuk mengatasi dampak deep-sea mining, dengan tetap mengacu pada konvensi, perjanjian, atau traktat internasional yang telah diratifikasi atau dikontribusikan oleh Pemerintah Indonesia.

The consumption of minerals for manufacturing tools and facilities that are helpful for humans is on the rise for decades. Terrestrial mining has been the main mining method to extract the earth's minerals for several thousand years, yet the emergence of deep-sea mining is on its way since the 1960s and is already on the point of being commercialized. The issues of impact from deep-sea mining are the main reason for the development of deep-sea mining. The action of deep-sea mining is located in the most fragile ecosystem on this planet called as benthic zone, while also the most important ecosystem on this planet to support other ecosystems to nurture their eggs, larvae, and juveniles. The impact of deep-sea mining on deep-sea ecosystems is also a concern for Indonesia, as it is possible to do deep-sea mining, yet there are no national environmental protection regulations to preserve nor protect the deep-sea ecosystem. This legal vacuum condition in deep-sea mining could be filled with the precautionary principle that the Indonesia Government in Law No. 32 of 2009, yet it isn’t the absolute nor the optimal solution to tackle the impact of deep-sea mining, while reflecting on any International convention, agreement, or treaty that have been ratified or contributed by the Indonesian government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library