Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hari Nur Cahya Murni
"ABSTRAK
Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang khas terutama karena posisinya sebagai peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Kondisi lingkungan fisiknya yang sangat khusus menyebabkan ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman hayati yang terbatas dan ekosistem ini sangat rawan terhadap adanya pengaruh luar terutama karena spesies biota pada hutan mangrove memiliki toleransi yang sempit terhadap adanya perubahan dari luar (Alikodra, 1995).
Luas hutan mangrove di Indonesia terus menyusut dan hingga saat ini tinggal + 3,24 juta ha. Penyebarannya yang terluas kurang lebih 3 juta ha di Irian Jaya dan sisanya tersebar secara sporadis di Daerah Istimewa Aceh dan propinsi-propinsi : Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku (Yayasan Mangrove, 1993).
Peran serta masyarakat yang hanya terkait dengan kegiatan pemanfaatan tanpa memperhatikan kelestarian hutan mangrove, dapat merusak ekosistem hutan mangrove. Peran serta seperti ini perlu diubah, yaitu dengan cara meningkatkan kesadaran mereka untuk turut mencegah kerusakan hutan mangrove, yang meliputi kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari, agar manfaat hutan mangrove tersebut dapat berlangsung terus menerus.
Hutan mangrove di Segara Anakan perlu mendapat perhatian yang serius untuk dilindungi dan dilestarikan, mengingat semakin meningkatnya permasalahan yang mengancam keberadaannya. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan mangrove di Segara Anakan adalah (ASEAN/US, 1992):
1. Penyusutan hutan mangrove karena diambil kayunya oleh masyarakat sekitar untuk bahan bangunan dan kayu bakar, serta adanya konversi hutan mangrove untuk lahan pertanian dan empang (tambak). Di antara tahun 1974-1978 telah terjadi kerusakan hutan mangrove kurang lebih 1.454 ha.
2. Belum mantapnya koordinasi dan masih lemahnya sistem informasi serta adanya tumpang tindih fungsi antar instansi yang terkait dalam pengelolaan hutan mangrove, sehingga menyebabkan ketidakjelasan wewenang dan tanggung jawab serta yurisdiksinya.
3. Banyaknya tanah timbul yang belum jelas status dan peruntukannya, mengakibatkan pemanfaatan yang kurang benar dan atau tidak terkendali. Hal ini juga mempengaruhi status kepemilikan lahan di beberapa kawasan di Segara Anakan, seperti kawasan Perum Perhutani, tanah milik penduduk dan Kawasan Nusakambangan.
4. Kondisi jalan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan air bersih sangat terbatas.
5. Pendidikan masyarakat yang masih rendah serta kurangnya persepsi masyarakat tentang arti penting hutan mangrove dan terbatasnya kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan hutan mangrove, menyebabkan kurangnya peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan dan pelestarian hutan mangrove.
Keberadaan hutan mangrove Segara Anakan saat ini mendapat ancaman yang sangat serius, karena di samping adanya pemanfaatan oleh masyarakat, seperti dilakukannya penebangan kayu mangrove untuk kayu bakar dan bahan bangunan tanpa dilakukan usaha rehabilitasi, juga adanya usaha membuka hutan mangrove untuk tambak dan kegiatan pertanian lainnya. Guna menjamin berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan kelestarian potensi perairan laut akan produksi ikan, diperlukan pengaturan dan pengelolaan yang menjamin kelestarian hutan mangrove.
Oleh karena itu saya melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove. Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menyusun tesis sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Sains (MSi) Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia, dengan tujuan untuk menghasilkan konsep pengembangan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove.
Atas dasar hasil penelitian tersebut, ditetapkan pengembangan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove yang bertujuan untuk meningkatkan sosial ekonomi masyarakat dan melindungi serta melestarikan hutan mangrove, melalui strategi yang meliputi, peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kelembagaan dan pentaatan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, yang ketiganya sangat ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia.
Untuk melaksanakan strategi tersebut, masing-masing dilakukan dengan :
1. Pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan yang mencakup perlindungan, pelestarian, penelitian dan pemanfaatan dalam pengelolaan hutan mangrove.
2. Pengembangan sosial ekonomi masyarakat melalui sistem empang parit (silvofishery).
3. Pengembangan kelembagaan dengan meningkatkan tugas dan fungsi lembaga-lembaga yang ada di daerah penelitian dan secara langsung melibatkan peran serta masyarakat dengan membentuk Kelompok Tani Hutan Mangrove (KTH Mangrove).
4. Pengembangan pentaatan pelaksanaan peraturan perundangundangan melalui pemasyarakatan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan mangrove serta mempertegas pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar atau perusak hutan mangrove.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan :
1. Kondisi hutan mangrove yang ada di daerah penelitian telah mengalami kerusakan dan luasnya mengalami penyusutan, baik diakibatkan oleh adanya penebangan secara ilegal, maupun usaha konversi lahan mangrove untuk kegiatan lain seperti pertambakan dan pertanian.
2. Kerusakan dan penyusutan hutan mangrove di daerah penelitian erat kaitannya dengan peran serta masyarakat, di mana mereka hanya memanfaatkan hutan mangrove tanpa mempertimbangkan aspek kelestariannya.
3. Pada umumnya kondisi masyarakat Segara Anakan berpendidikan rendah, kondisi sosial ekonomi rendah dan persepsi terhadap konservasi rendah.
4. Kondisi kelembagaan di daerah penelitian belum berjalan secara optimal, demikian juga pentaatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
5. Berdasarkan hal tersebut di atas (angka 1,2,3 dan 4) perlu dikembangkan konsep peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove yang meliputi :
a. Pengembangan sumber daya manusia melalui, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat, menggunakan Cara Training of Trainers.
b. Pengembangan sosial-ekonomi masyarakat melalui kegiatan empang parit (silvofishery).
c. Pengembangan kelembagaan dengan menambah struktur organisasi di tingkat kecamatan sebagai upaya untuk lebih mendekatkan jangkauan pembinaan kepada masyarakat dan peningkatan tugas serta fungsi lembaga yang telah ada baik formal maupun informal.
d. Pengembangan pentaatan pelaksanaan peraturan perundang-undangan melalui upaya pemasyarakatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan mangrove serta pelaksanaan sanksi yang tegas terhadap para pelanggar. Upaya penaatan ini dilakukan secara menyeluruh dan terkoordinasi baik kepada masyarakat maupun aparat pemerintah.
6. Perlu ditingkatkannya kemampuan aparatur Pemerintah Daerah dan koordinasi antar instansi terkait di Segara Anakan.

ABSTRACT
Mangrove forest is a special forest ecosystem due to, mainly, its position as a transition between terrestrial ecosystem and marine ecosystem. Its physical environmental condition which is very special has caused the mangrove ecosystem to possess limited biodiversity and this ecosystem is very fragile towards the presence of external influences, especially since the biota species in mangrove forest have limited tolerance towards the presence of changes from outside (Alikodra, 1995).
Mangrove forests in Indonesia is ever decreasing in size and at present only 3.24 million ha remain. The most extensive distribution is about 3 million ha in Irian Jaya and the remainder are scattered sporadically in areas of special territory of Aceh and provinces, including : North Sumatera, Jambi, Riau, West Sumatera, South Sumatera, Bengkulu, Lampung, West Kalimantan, Central Kalimantan, East Kalimantan, South Kalimantan, DKI Jakarta, West Java, Central Jawa, East Jawa, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggara, South Sulawesi, Central Sulawesi, South-east Sulawesi, North Sulawesi and Maluku (Yayasan Mangrove, 1993).
Community participation that is only related to exploitation activities without observing the preservation of the mangrove forest may destroy the mangrove forest ecosystem. This participation should be changed, namely by raising the awareness to participate in preventing mangrove forest destruction covering activities like protection, preservation and utilization in a proper can manner so that the benefit arising from the mangrove forest can be harvested continuously.
The mangrove forest in Segara Anakan needs serious attention to protect and preserve its existence, since increasing problems threatened its very existence. Several problems related to its management include (ASEAN/US, 1992) :
1. The mangrove forest is reduced in size, due to the need of wood as building material and energy source of the surrounding community, as well as its conversion into agricultural land and fish ponds. Between 1974-1987 some 1.454 ha of mangrove forest was destroyed.
2. The lack of coordination and weak information system As well as overlapping functions between related institutions in mangrove forest management resulted in obscure authority, responsibility and respective jurisdiction.
3. The unclear status of land and its respective allocations, resulted in improper utilization and or uncontrollable situation. These, also influenced the ownership of land in several areas of Segara Anakan, like Perum Perhutani complex, inhabitants ownership and the Nusakambangan complex.
4. The condition of roads, health facilities, educational facilities and clean water is very much limited.
5. The community educational level that is still low as well as the lack of community perception as to important meanings of the mangrove forest. resulted in limited community participation in endeavors of protection and preservation of mangrove forest.
Segara Anakan mangrove forest is at present being seriously threatened because besides. Its utilization by the community without rehabilitation efforts, there is also the activity of clearing and opening up the mangrove forest for fish ponds or other agricultural activities. To guarantee the continuation of community socio-economic life and coastal marine potential preservation of fish production proper management and regulations are needed that will guarantee the preservation of mangrove forest.
Hence, this study : Community participation in mangrove forests management" is carried out. The purpose of this study is to formulate a thesis as a requirement to obtain a Master of Science degree (MSi) in Environmental Sciences at the Postgraduate Program University of Indonesia. The objective is to produce a community participation development concept in mangrove forest management.
Based on the results of the study, community participation development in mangrove management is determined. The objective is to promote community socio-economic status and protect as well as preserve the mangrove forest through a strategy that covers the promotion of community socio-economic condition, institution and observance of laws and regulation implementation, all of which are very much dependent on the capacity of human resources.
To implement the strategy, each is carried out by :
1. Development of human resource quality by way of education and training activities as well as communication, information and education which cover protection, preservation, research and utilization in mangrove forest management.
2. Community socio-economic development by way of silvo-fishery system.
3. Institutional development by improving the task and functions of available institutions in the study area and directly involve community participation by establishing mangrove forest farmers group.
4. Laws and regulations implementation observance development by way of popularization of laws and regulations relating to mangrove forest management as well as stressing the implementation of sanctions towards trespassers or mangrove forest destroyers.
Based on the findings of the study, the following conclusions were made :
1. The mangrove forest condition in the study area has suffered damage and its size is reduced, both due to illegal felling and efforts towards conversing the mangrove grounds for agricultural and fish ponds purposes.
2. Mangrove forest damage and reduction in the study area is closely related to community participation, such as mangrove utilization without considering the aspects of preservation.
3. The condition of socio-economic, education and perception the local community in the study area are limited.
4. The capability of institution and law enforcement in the study area are weakness.
5. Based on the finding of the study, the following conclusions for development of human participation for the mangrove forest management :
a. Human resource development by way of education, training and communication, information and education to the community using the "Training Of the Trainers" method.
b. Community socio-economic development by way of silvofishery.
c. Institutional development as well as for the kecamatan level by raising the duty and .functions of available institutions both formal as well as informal.
d. Laws and regulations implementation observance development by way of popularization endeavours of laws and regulations related to mangrove forest management as well as strict sanctions implementation toward trespassers. This observance endeavours is carried out in a comprehensive and coordinated manner, both to the community as well as government apparatus.
6. To develop the capability of government apparatus and coordination between related institutions for management of Segara Anakan.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moesmariniwijati
"Hutan mangrove mempunyai manfaat ekologi dan sosial-ekonomi. Manfaat ekologis adalah bahwa hutan mangrove berfungsi dalam kemampuannya mendulcung eksistensi lingkungan fisik dan lingkungan biota. Manfaat sosial-ekonomi adalah bahwa hutan mangrove menjadi tumpuan bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan akan bangunan, kayu bakar, dan mencari ikan. Pada kawasan hutan mangrove yang diusahakan untuk tambak, terbukti memberikan pengaruh positif bagi perluasan lapangan kerja. Oleh karena itu perlu dilestarikan melalui pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Keberhasilan pembangunan berwawasan lingkungan (hutan mangrove) tergantung pada efektivitas perangkat hukum yang ada yaitu Undang-Undang nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selannjutnya disingkat UULH. Efektivitas implementasi ketentuan pasal-pasal dalam UULH dalam pengelolaan hutan mangrove tidak hanya ditentukan oleh kualitas perangkat hukum itu sendiri, tetapi oleh akumulasi berbagai faktor. Salah satu faktor penting keberhasilan pengelolaan hutan mangrove adalah peranserta masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove tersebut. Peranserta tersebut tidak hanya meliputi peranserta individu yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, tetapi meliputi pula peranserta kelompok dan organisasi masyarakat. Slamet (1988) mengemukakan bahwa peranserta masyarakat sangat mutlak demi berhasilnya pembangunan. Tanpa peranserta masyarakat, suatu pembangunan harus dinilai tidak berhasil.
Dengan semakin pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan lahan akan semakin meningkat, baik untuk kepentingan tempat tinggal maupun lokasi industri. Mangrove yang luasnya relalif kecil (3% dari luas hutan Indonesia), bahkan akan semakin kompleks apabila masyarakat di sekitar kawasan tersebut mempunyai tingkat sosial ekonomi rendah. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah sejauh mana hak dan kewajiban berperanserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hutan mangrove.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban berperanserta dalam pengelolaan lingkungan hidup (ekosistem hutan mangrove). Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian apakah terdapat perbedaan nyata di antara peran Serta masyarakat dan identifikasi faktor-faktor yang mempengamhi tiokat peranserta masyarakat dalam pengelolaan linglcungan hidup (hutan mangrove).
Hipotesis penelitian adalah diduga bahwa hak dan kewajiban berperanserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup (hutan mangrove) pada lima propinsi di Indonesia belum optimal, serta diduga dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional masyarakat setempat.
Penelitian ini akan bermanfaat bagi pinak pemerintah sebagai bahan informasi dan evaluasi implementasi UULH dan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup lainnya, khususnya dalam upaya mendorong peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup (ekosistem hutan mangrove) dan sebagai umpan balik dalam penetapan kebijaksanaan di masa yang akan datang.
Sifat penelitian ini adalah explorative research. Pada penelitian jenis ini akan menghasilkan deskripsi atau gambaran ciri-ciri dari suatu obyek yang diteliti untuk mendapatkan penjelasan suatu keterkaitan. Pelaksanaan pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: (1) tahapan pengamatan (observasi), dan (2) tahapan survai. Metode untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara wawancara secara langsung pada responden dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersapkan sebelumnya.
Data primer diambil dari sampel. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, disebabkan jumlah populasi yang besar dan jarak lokasi satu dengan lainnya cukup jauh, jumlah sampel ditetapkan sebanyak 120 orang yang didistribusikan secara merata pada enam lokasi.
Metode dalam mendapatkan sampel adalah non-random sampling, di mana tidak setiap individu mendapatkan kesempatan atau probabilitas yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Untuk itu terpilih orang-orang yang langsung dapat dijumpainya, tetapi orang tersebut mempunyai keterkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove. Oleh karena itu metode ini disebut juga purposive sampling.
Metode analisis data dilakukan dnegan dua pendekatan. Pendekatan pertaman adalah dengan melakukan uji statistik dengan cara chi-square (X2). Pendekatan kedua memberikan apa yang dilihat dan didengar dari responden dan observasi di responden. Untuk memberikan data hasil wawncara terhadap responden, maka salah satu metode yang dipakai adalah analisis tabel, dengan menggunakan persentase.
Dalam penelitian ini juga digunakan data sekunder terutama dari BAKORSURNATAL, Biro Pusat Statistik dan referensi terkait lainnya yang sangat mendukung data primer.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: bahwa hak dan kewajiban berperanserta penduduk di sekitar kawasan mangrove belum berkembang secara optimal. Belum optimalnya peranserta masyarakat berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, sedikitnya arus informasi yang diperolehnya, rendahnya tingkat penghasilan per kapita, serta masih banaknya pencurian, penebangan liar dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang dapat menyebabkan rusak atau menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove. Disamping itu juga belum adanya penyuluhan, pengarahan dan pembinaan secara langsung pada masyarakat yang memadai oleh aparat pemerintah.
Pola pengembangan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove pada dasarnya dapat dilakukan pada empat hal, yakni:
a) Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia
b) Meningkatkan tingkat sosial ekonomi masyarakat dengan pola silvofishery
c) Pengembangan kelembagaan
d) Pentaatan pelaksanaan peraturan perundang-undangan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Wahyudewantoro
"Fish fauna survey biodiversity was conducted in Ujung Kulon National Park, Pandeglang-West Java, to reveal fish diversity in mangrove ecosystem. Samples were caught using electrofish (12 V 10A), gill net (mesh sized 1-1.5 cm) and fishing tackle. Result showed that there were 58 fish species belongs to 34 families and 43 genera gobiidae was a dominant famili with 3 species. Cigenter river has highest diversity with H = 2.74, E=0.930, d = 5.346. Serinding fish (Ambassis dussumieri) was the highest abundance compared to others."
Bogor: Pusat Penelitian Biologi, 2009
BBIO 9:4 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Kurniawansyah
"Pengelolaan ekosistem mangrove dapat memberikan manfaat keberlanjutan lingkungan, ekonomi, maupun sosial yang dapat dilakukan salah satunya pada bidang pariwisata seperti perencanaan berbasis Zona dan keterlibatan dari masyarakat sekitar. Penelitian ini dilaksanakan pada objek wisata Pusat Bahari Tangkolak (PBT) pada bulan Desember 2022 dengan metode mix methods berupa observasi, wawancara, diskusi, pemetaan partisipatif, dijitasi, delineasi, calculate geometry, dan formula Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengelolaan ekosistem mangrove berdasarkan Zona dan partisipasi masyarakat. Hasil penelitian terdiri dari lima Zona yang diperoleh meliputi Rencana Ruang, Sirkulasi, Vegetasi, Aktifitas dan Fasilitas, serta Tata Hijau. Sementara itu, partisipasi masyarakat yang ditemukan terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu tinggi, cukup, dan kurang. Zona dan partisipasi masyarakat yang ditemukan memiliki karakteristiknya masing-masing. Dalam konteks pengelolaan, diperlukan peningkatan partisipasi masyarakat berupa penanaman bibit dan pemanfaatan kayu ataupun non kayu mangrove serta kegiatan wisata pada Zona yang ditemui dengan pertimbangan yang sudah ditetapkan.

Mangrove ecosystem management can provide environmental, economic, and social sustainability benefits, one of which can be implemented in the tourism sector, such as zone-based planning and involvement of the surrounding community. This research was carried out at the Tangkolak Maritime Center (TMC) tourist attraction in December 2022 using mixed methods in the form of observation, interviews, discussions, participatory mapping, digitization, delineation, calculating geometry, and the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) formula. This research aims to analyze mangrove ecosystem management based on Zones and community participation. The research results consist of five zone, including Spatial Plan, Circulation, Vegetation, Activities and Facilities, and Green Planning. Meanwhile, community participation was divided into three classification: high, sufficient and low. The Zones and community participation found have their characteristics. In the management context, it is necessary to increase community participation in planting seeds and utilizing wood or non-wood mangroves and tourism activities in the Zones with predetermined considerations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Azri Kurniawan
"Wilayah Pesisir Utara Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, mengalami abrasi dan akresi secara cukup signifikan. Abrasi dan akresi merupakan dua proses geologis yang terjadi di permukaan bumi dan umumnya terkait dengan erosi tanah. Ekosistem mangrove, sebagai bagian dari ekosistem pesisir, memainkan peran penting dalam mengurangi abrasi dan akresi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perubahan garis pantai selama 10 tahun terakhir (2003-2023) yang dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Metode yang digunakan melibatkan Remote Sensing dan GIS dengan data dari citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2003, Landsat 8 OLI/TRS tahun 2013, dan Landsat 8 OLI/TRS tahun 2023. Pengolahan data dilakukan menggunakan ArcGIS 10.8 dan Google Earth Pro. Analisis perubahan garis pantai menggunakan DSAS, sementara perubahan ekosistem mangrove dievaluasi dengan metode NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2003 dan 2013, dominasi abrasi terjadi bersamaan dengan penurunan luas ekosistem mangrove. Sebaliknya, antara tahun 2013 dan 2023, dominasi akresi terkait dengan peningkatan luas ekosistem mangrove. Analisis statistik menunjukkan bahwa penurunan luas mangrove memiliki dampak sekitar 40,7% terhadap luas abrasi, sementara peningkatan luas mangrove memiliki dampak sekitar 35,6% terhadap luas akresi. Secara spasial, penurunan dan peningkatan luas mangrove berkorelasi dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The Northern Coastal Area of Juntinyuat Subdistrict, Indramayu Regency, which directly faces the Java Sea, experiences significant abrasion and accretion. Abrasion and accretion are two geological processes that occur on the Earth's surface and are generally related to soil erosion. The mangrove ecosystem, as part of the coastal ecosystem, plays a crucial role in reducing abrasion and accretion. This research aims to understand changes in the coastline over the past 10 years (2003-2023) influenced by the mangrove ecosystem. The methodology involves Remote Sensing and GIS using data from Landsat 7 ETM+ satellite imagery in 2003, Landsat 8 OLI/TRS in 2013, and Landsat 8 OLI/TRS in 2023. Data processing is carried out using ArcGIS 10.8 and Google Earth Pro. Coastline change analysis employs DSAS, while mangrove ecosystem changes are evaluated using the NDVI method. The research results indicate that between 2003 and 2013, the dominance of abrasion coincided with a decrease in the mangrove ecosystem's area. Conversely, between 2013 and 2023, the dominance of accretion was associated with an increase in the mangrove ecosystem's area. Statistical analysis shows that the decrease in mangrove area has an impact of approximately 40.7% on the abrasion area, while the increase in mangrove area has an impact of around 35.6% on the accretion area. Spatially, the decrease and increase in mangrove area correlate with changes in abrasion and accretion areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Dwi Reinaldi
"Pesisir Utara Kabupaten Brebes merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya tinggi gelombang dan pasang surut air laut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi kerusakan akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu dari tahun 2003 hingga 2023. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2003 dan 2013, Landsat 8 OLI/TRS 2023. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknologi GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2003 hingga 2023, ekosistem mangrove mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir utara Kabupaten Brebes mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga 2013 akibat gelombang besar tahun 2008, namun kembali mengalami kenaikan pada tahun 2023. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Secara spasial penelitian ini menunjukkan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The North Coast of Brebes Regency is an area that is prone to high waves and tides. Mangrove ecosystems, which are part of the coastal ecosystem, have an important role in reducing damage caused by seawater waves. In addition to reducing the occurrence of abrasion, the mangrove root system can withstand the rate of sedimentation. So that it will expand the coastline or accretion. The purpose of this study is to determine the influence of mangrove ecosystems on changes in coastlines in the form of abrasion and accretion in the period from 2003 to 2023. The method used in this study is by utilizing Remote Sensing and GIS technology. Data collection uses Landsat 7 ETM+ satellite imagery in 2003 and 2013, Landsat 8 OLI/TRS 2023. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.3 software. Data on changes in mangrove ecosystems were obtained using the NDVI method. GIS technology is used to analyze data on the rate of change of coastline spatially. The results of this study show that from 2003 to 2023, the mangrove ecosystem has always undergone changes every period. The mangrove ecosystem along the northern coast of Brebes Regency declined from 2003 to 2013 due to the large wave in 2008, but increased again in 2023. This change of course also affects the change of coastline. Spatially, this study shows that the area of mangroves is directly proportional to the change in abrasion and accretion area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Many areas of mangrove in Indonesia were demaged. On of many factors caused the mangrove damage, was social economic conditions of fisherman around the mangrove..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kirstie Imelda Majesty
"ABSTRAK Ekosistem perairan dan daratan di sepanjang jalur pantai utara Pulau Jawa membentuk ekosistem mangrove menjadi ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati yang saling berinteraksi, salah satunya di Desa Pantai Bahagia yang berada di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pada kenyataannya, dari tahun 1999 hingga 2014, hutan mangrove di desa ini terus mengalami degradasi karena faktor antropogenik, yakni konversi lahan mangrove menjadi tambak oleh masyarakat pesisir yang menyebabkan penggerusan pantai terus terjadi di kawasan ini, karena tidak adanya penghalang ombak, sehingga intrusi air laut menjadi tinggi dan terjadi banjir rob yang menyebabkan kerugian besar bagi warga yang sebagian besar memiliki mata pencarian sebagai petani tambak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Desa Pantai Bahagia dikategorikan rusak parah dan kondisi biodiversitas yang rendah, sehingga urgensi untuk melakukan rehabilitasi tergolong tinggi. Hingga tahun 2018 sudah mulai muncul partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi hutan mangrove, namun masih tergolong rendah dan belum dapat menandingi laju kerusakannya. Karenanya, dilakukan studi pada 30 masyarakat Desa Pantai Bahagia yang memiliki kepedulian dan tingkat partisipasi mengelola mangrove yang tinggi untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat secara keseluruhan, serta menyusun strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi mangrove Desa Pantai Bahagia.
ABSTRACT Aquatic and terrestrial ecosystems along the northern coastline of Java Island form a mangrove ecosystem into an ecosystem rich in interacting biodiversity, one of which is in Pantai Bahagia Village in Muara Gembong District, Bekasi Regency, West Java. In fact, from 1999 to 2014, mangrove forests in this village continued to experience degradation due to anthropogenic factors, namely the conversion of mangrove land into ponds by coastal communities which caused coastal erosion to continue to occur in this region, due to the absence of wave barriers, so that seawater intrusion became high and there was a tidal flood which caused huge losses for residents who mostly had livelihoods as pond farmers. The results of this study indicate that the mangrove conditions in Pantai Bahagia Village are categorized as severely damaged and have low biodiversity conditions, so the urgency to carry out rehabilitation is classified as high. Until 2018 community participation has begun to emerge in rehabilitating mangrove forests, but is still relatively low and has not been able to match the rate of damage. Therefore, a study was conducted on 30 Pantai Bahagia villagers who have a high level of care and participation in managing mangroves to analyze factors that can increase overall community participation, and develop strategies to increase community participation in rehabilitating mangrove Pantai Bahagia Village.

"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T51818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library