Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Budi Santoso
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa perbankan syariah, khususnya kewenangan melaksanakan eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) serta hambatan pelaksanaan eksekusinya. Metode penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan ditunjang wawancara. Penelitian ini bersifat diskripsi normatif karena bersifat menerangkan dan menganalisis data serta peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa perbankan syariah, berwenang melaksanakan eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), sedangkan hambatan dalam kasus ini berupa hambatan yang bersifat yuridis dan administratif. Hasil penelitian juga menyarankan bahwa perlu amandemen Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 untuk memastikan bahwa eksekusi putusan Basyarnas merupakan kewenangan mutlak Pengadilan Agama. Juga menyarankan agar fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah harus segera diubah atau dicabut.

ABSTRACT
This skripsi discusses the Religious Court authority to examine, decide and resolve the Islamic banking disputes, in particular on execution of the Award of the National Sharia Arbitration Board (Basyarnas) as well as obstacle in the implementation. This research using a legal normative methodology, wich explained and analyzed the data on legislation or other legal documents The method supported by the data which are derived from legal literatures on law libraries and doing some interviews. The research concludes that the Religious Court has the authority to execute the National Sharia Arbitration Board (Basyarnas) awards, while the constraints in this case are juridical and administrative nature. The results also suggest that the necessary amendments to the Law No. 30 of 1999 to ensure that the seizure execution of Basyarnas award is the absolute authority of Religious Courts. Also suggested that the fatwas National Sharia Board of Indonesian Ulema Council (DSN-MUI) on the settlement of sharia economic disputes should be modified or revoked."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2010
S22581
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqiy El Farabiy
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga independen pengawas pelaksanaan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU berhak memberikan putusan tetapi tidak memiliki kedudukan sebagai lembaga peradilan perdata, sehingga putusan tersebut tidak dapat di eksekusi oleh KPPU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya, megetahui mengapa hingga saat ini masih banyak pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, serta apakah upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan agar eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang diperoleh yang kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan terkait Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, literatur serta bahan lain yang berhubungan dengan penelitian dan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer melalui wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya mengalami berbagai hambatan sehingga tidak dipatuhi oleh pelaku usaha, adanya defense kerahasiaan informasi perusahaan menyebabkan KPPU tidak dapat memperoleh data perusahaan yang diperlukan untuk diletakkan sebagai objek sita eksekusi.

The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is an independent institution who supervise the implementation of Indonesian Law Number 5 of 1999 concerning the Banning of Monopoly Practice and Unfair Competition. KPPU is entitled to give judgment but not has the position as a private court, therefore the aforementioned judgment cannot be executed by KPPU.
With this sense, this research tries to analyze the execution of final and binding judgment given by KPPU in it's implementations,to do know why until now there is still businesses not to execute KPPU verdict, and to know what legal remedy that can be done so the execution of KPPU verdict be function properly.
The methodological approach in this research is a juridical normative approach and the analitical descriptive research, which analyze the research to secondary materials and it's relations with Business Competition Law in Indonesia, as well as any other literatures, and field researching in order to obtain primary materials through interviews.
The result shows the execution of final and binding judgment given by KPPU was initiated by KPPU to the District Court to conduct an execution, further, to put a seizure over the execution and also the outcome of auction sales. The District Court will later demand KPPU to be more active in conducting the seizure of the execution by revealing KPPU to earn some kind of object of the execution, such as assets to be seized, when in reality, those objects are difficult to find.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Dwi Ardianzah
"Penelitian ini fokus terhadap Mahkamah Agung dalam melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang (judicial review on the legality of regulation). Asas Contrarius Actus digunakan dalam pola putusan judicial review di Mahkamah Agung, sesuai dengan PERMA No 01 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat (2) memiliki jangka waktu 90 hari dari putusan judicial review dan dinyatakan tidak ada kekuatan hukum jika tidak dilaksanakan. Dalam Proses eksekusi putusan yang bisa dilakukan dalam pengeksekusian dalam proses eksekusi putusan Mahkamah Agung Hal itu dapat berpotensi mengakibatkan proses tindak lanjut tidak ideal yang dilakukan Pejabat Tata Usaha Negara dalam menindak lanjuti putusan Mahkamah Agung dari norma yang sudah dibatalkan. Maka hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum dari putusan judicial reviewMahkamah Agung terkait. Bentuk Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Dalam konteks ini penulis juga melakukan analisis dengan metode perbandingan dengan beberapa negara dan mencari informasi penting dari narasumber yang penulis lakukan dengan mekanisme wawancara untuk memperkuat penelitian ini. Hasil penelitian ini merujuk terhadap eksekusi putusan judicial review yang masih kurang diterapkan secara ideal sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum. Harusnya putusan judicial review di Mahkamah Agung dapat memiliki kekuatan hukum yang terikat atau berlaku final and binding sejak putusan dibacakan sehingga judicial review Mahkamah Agung dapat mengakibatkan harmonisasi dari Peraturan Perundang-undangan akan tercederai. Maka daripada hal itu, Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan eksekusi putusan dengan tidak ideal harus diberikan teguran dan sanksi yang dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang memiliki fungsi dalam menjaga harmonisasi produk Peraturan Perundang-undangan. Hal itu dilakukan agar tujuan dari hukum mengenai keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dapat tercapai dengan maksimal dan meminimalisir penyalahgunaan tindak lanjut putusan yang dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat dan mengeluarkan produk Peraturan Perundang-undangan tersebut.

This research focuses on the Supreme Court in conducting judicial review on the legality of regulation. The Contrarius Actus principle is used in the pattern of judicial review decisions in the Supreme Court, in accordance with PERMA No. 01 of 2011 Article 8 Paragraph (2) which has a period of 90 days from the judicial review decision and is declared to have no legal force if it is not implemented. In the process of executing decisions that can be carried out in the process of executing decisions of the Supreme Court. This can potentially result in an imperfect follow-up process carried out by State Administrative Officials in following up on decisions of the Supreme Court from norms that have been canceled. So this can lead to legal uncertainty from the judicial review decision of the relevant Supreme Court. The form of research used is normative juridical with qualitative analysis methods. In this context the author also conducted an analysis using a comparative method with several countries and sought important information from sources which the author did with an interview mechanism to strengthen this research. The results of this study refer to the execution of judicial review decisions which are still not implemented ideally, causing legal uncertainty. The judicial review decision at the Supreme Court should have binding legal force or be final and binding since the decision was read so that there is legal certainty in it. Misuse in the follow-up process of the judicial review decision of the Supreme Court can result in harmonization of laws and regulations. Therefore, instead of that, State Administrative Officials who carry out decisions that are not ideal must be given a warning and sanctions that are reported to the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia which has a function in maintaining the harmonization of Legislation and Regulation products. This is done so that the objectives of the law regarding legal justice, legal certainty, and legal benefits can be achieved maximally and minimize the misuse of follow-up decisions made by State Administrative Officials who make and issue the products of the Legislation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Vanessa Aulia Putri
"Sebagai reaksi dan implikasi dari putusnya perkawinan, hal-hal mengenai pengasuhan anak merupakan isu sensitif dalam sebuah keluarga. UU No.1/1974 tentang Perkawinan beserta perubahannya dalam UU No. 16 /2019 dan PP No. 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1/1974 merupakan pedoman nasional yang mengatur tentang perkawinan, akibat putusnya perkawinan, dan kuasa asuh anak di Indonesia. Sejajar dengan itu, terdapat pula UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak beserta perubahannya dalam UU No. 35/2014 yang mengatur mengenai hak-hak anak dan kewajiban orang tua sebagai bentuk kompetensi dan limitasi pemegang kuasa asuh anak. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaturan putusnya perkawinan dan akibat hukum terhadap kuasa asuh anak dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan tersebut dikaji dan dikembangkan dengan analisis kompetensi dan limitasi pemegang kuasa asuh anak yang merupakan kewajiban orang tua terhadap anaknya. Kemudian, penelitian ini juga akan menganalisis pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara kuasa asuh pada Putusan No. 525/Pdt/2020/PT Smg dan Putusan No. 361 /K/Ag/2020. Dengan kebaruannya, Putusan No. 361 /K/Ag/2020 menjadi salah satu sumber bagi hakim dalam memutus Putusan Nomor 140/PUU-XXI/2023 tentang judicial review frasa "barangsiapa" pada Pasal 330 ayat (1) KUHP mengenai penculikan anak.  

Child custody matters are often highly sensitive issues arising from the dissolution of marriages. In Indonesia, laws such as the Marriage Law of 1974 and the Child Protection Law provide a legal framework governing marriage, divorce, and child custody. These laws, along with various regulations, aim to ensure the best interests of the child in custody disputes. This research employs a doctrinal research method to analyze Indonesia's legal regulations governing child custody. It examines the competencies and limitations of custodial parents, as well as the judicial decision-making process. Two specific cases, Decision No. 525/Pdt/2020/PT Smg and Decision No. 361/K/Ag/2020, are analyzed to understand how judges apply these legal principles in practice. The study finds that while there is a legal framework in place, inconsistencies and challenges remain in ensuring that the best interests of the child are always upheld. The research also highlights the significance of court decisions like Decision No. 361/K/Ag/2020, which can serve as precedents for future cases and contribute to the ongoing development of child custody law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butar-Butar, Melissa Wati Novalina
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana ketentuan mengenai imunitas negara dari eksekusi memberikan pengaruh pada upaya eksekusi putusan arbitrase ICSID yang ditujukan pada properti negara. Penelitian dilakukan dengan studi pustaka dan disertai dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan ketentuan imunitas negara dari eksekusi memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada usaha eksekusi putusan arbitrase ICSID terhadap negara yang gagal menjalankan kewajibannya sesuai dengan putusan tersebut secara sukarela. Signifikansi dari keberadaan ketentuan ini terlihat pada kenyataan bahwa dalam banyak kesempatan, ketentuan inilah yang dijadikan dasar oleh pengadilan untuk menolak permohonan eksekusi putusan arbitrase ICSID yang ditujukan pada properti negara.

This mini thesis primarily discusses the issue of state immunity from execution and its impinge on the execution of ICSID award against state property. It shows that the existence of the rule concerning state immunity from execution provides a significant impact towards the execution of ICSID award against the state who fails to have a voluntary compliance upon the said award. Such significant impact can be clearly pictured by viewing the fact that in most cases, the particular rule of immunity had been the ground manufactured by the court as the reason in refusing to grant any request of execution towards state’s property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26229
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri
"Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap pihak tidak terkecuali bank. Namun dalam kasus ini Bank DKI tidak melaksanakan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 07/Del/2013/PN.JKT.PST jo. 1485/PDT.G/2008/PN.JKT.SEL yang merupakan satu kesatuan dengan Putusan Nomor 814K/Pdt/2011 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai perintah eksekusi pencairan rekening giro atas nama PD Pasar Jaya selaku pemilik rekening giro yang terdapat di Bank DKI dalam rangka pembayaran ganti rugi atas kelalaiannya dalam menjaga keamanan di Pasar Mayestik Jakarta Selatan yang mengakibatkan emas milik Suhaemi Zakir hilang. Alasan Bank DKI tidak melaksanakan putusan pengadilan tersebut karena menurutnya pencairan rekening giro tidak dapat dilakukan dengan dasar adanya putusan pengadilan namun harus dengan cek/bilyet giro, dan Bank DKI khawatir akan melanggar Passal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan apabila tidak mematuhi ketentuan pencairan rekening giro dengan menggunakan cek/bilyet giro tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dibahas yaitu: 1) Bagaimanakah kekuatan hukum putusan pengadilan sebagai dasar eksekusi pencairan rekening giro dalam rangka pembayaran ganti rugi?; 2) Apakah Bank DKI melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan apabila Bank DKI melakukan pencairan rekening giro berdasarkan Putusan Pengadilan? Untuk menjawab permasalahan tersebut, metode penulisan yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang bersifat deskriptif analitis, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, yang dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 07/Del/2013/PN.JKT.PST jo. 1485/PDT.G/2008/PN.JKT.SEL yang merupakan satu kesatuan dengan Putusan Nomor 814K/Pdt/2011 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial yakni kekuatan untuk dilaksanakan karena dalam putusan tersebut terdapat irah-irah ?Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?, sehingga putusan tersebut dapat dijadikan dasar eksekusi pencairan rekening giro dalam rangka pembayaran ganti rugi dalam kasus Suhaemi Zakir dengan Bank DKI. Sehingga apabila Bank DKI melaksanakan pencairan rekening giro dengan didasarkan pada putusan pengadilan tersebut tidak melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan.

A court decision which has had permanent legal force (inkracht van gewijsde) must be complied with and implemented by each party bank is no exception. But in this case Bank DKI not implement the Central Jakarta District Court Decision No. 07 / Del / 2013 / PN.JKT.PST jo. 1485 / PDT.G / 2008 / PN.Jkt.Sel which is an integral part of the Decision No. 814K / Pdt / 2011 which has had permanent legal force regarding the disbursement execution order checking account on behalf of PD Pasar Jaya as the owner of a checking account contained in the Bank DKI in order to pay damages for negligence in maintaining security in South Jakarta Mayestik Market resulting Suhaemi Zakir lost gold mine. Reason Bank DKI not implement the court's decision because he thinks melting checking account can not be made the basis for court decisions but should be by check / giro, and Bank DKI worried would violate of Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act if it does not comply provision disbursement checking account by check / giro such.
Based on this, the issues discussed are: 1) How does the force of law as the basis for the execution of court decisions disbursement checking account in order the payment of compensation ?; 2) Is Capital City Bank violate Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act if the Bank DKI redemptions checking account by Court Decision? To answer these problems, the writing method used is a normative legal research, analytical, descriptive, the data used is primary and secondary data, which was analyzed qualitatively.
Based on the results of the analysis can be concluded that the Central Jakarta District Court Decision No. 07 / Del / 2013 / PN.JKT.PST jo. 1485 / PDT.G / 2008 / PN.Jkt.Sel which is an integral part of the Decision No. 814K / Pdt / 2011 which has had the force of law continue to have binding force, the strength of evidence and strength executorial the power to implement because in the decision contained irah-irah "For the sake of justice based on God", so that the decision to base the execution disbursement checking account in order the payment of compensation in case of Zakir Suhaemi with Bank DKI. So when Bank DKI execute disbursement based on a checking account with the court's decision did not violate Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vito Natanael
"Pelaku usaha merupakan orang perorangan atau badan usaha yang melakukan perjanjian dan penyelenggaraan kegiatan usaha bidang ekonomi di Indonesia. Kehadiran pelaku usaha turut diatur hak dan kewajibannya, melalui hukum persaingan usaha dan ditegakkan melalui kehadiran lembaga penegak hukum persaingan usaha, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU hadir membantu mencegah adanya pelanggaran persaingan usaha. Namun, terdapat hambatan KPPU dalam penegakkan tersebut, yaitu tidak dijalankannya eksekusi putusan oleh pelaku usaha yang diputus KPPU. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran pelaku usaha yang jatuh pailit. Kendati demikian, penulisan ini ditujukan untuk meneliti bagaimana proses eksekusi putusan dan kedudukan KPPU sebagai kreditur saat terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Melalui penerapan penelitian doktrinal dengan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif-analitis, Penulis melihat adanya kekurangan dalam penegasan hukum terkait pelaksanaan eksekusi putusan oleh KPPU dan kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal pelaku usaha jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Pertama, tulisan ini akan menjabarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan KPPU sebagai lembaga penunjangnya. Selanjutnya, Penulis menjelaskan bagaimana eksekusi putusan yang dapat dilakukan oleh KPPU berdasarkan hukum acara perdata, UU No. 5 Tahun 1999, dan peraturan lainnya. Selain itu, Penulis menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan eksekusi putusan KPPU secara praktis terhadap pelaku usaha yang berperkara. Kedua, Penulis akan memberikan analisis terkait kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan pelanggaran persaingan usaha disertai penjelasan teori kepailitan dan hukum acara kepailitan. Penulis berkesimpulan bahwa secara praktis, eksekusi putusan dapat berjalan, walaupun kurang diatur secara tegas dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU mendapatkan kedudukan sebagai kreditur preferen saat hendak melakukan eksekusi putusan terhadap pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha sehingga perlu amandemen kedua UU No. 5 Tahun 1999 dan pedoman khusus terkait permasalahan ini.

Business actors are individuals or business entities that enter into agreements and conduct business activities in the economic sector in Indonesia. The rights and obligations of these business actors are regulated through competition law and enforced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). The KPPU plays a role in preventing business competition violations. However, the KPPU faces challenges in this enforcement, particularly when businesses sanctioned by the KPPU fail to execute the rulings. One reason for this is when business actors declare bankruptcy. Nevertheless, this paper aims to examine the execution process of such rulings and the status of the KPPU as a creditor when a business actor goes bankrupt after the imposition of a fine for competition law violations. By applying doctrinal research using qualitative methods and a descriptive-analytical approach, the author identifies shortcomings in the legal framework regarding the execution of KPPU rulings and the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt after a fine is imposed for competition law violations. First, this paper will describe the competition law in Indonesia and the KPPU as its supporting institution. Next, the author explains how the execution of KPPU rulings can be carried out based on civil procedural law, Law No. 5 of 1999, and other regulations. Additionally, the author discusses the practical mechanism for executing KPPU rulings against businesses involved in disputes. Second, the author provides an analysis of the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt following the issuance of a competition law violation ruling, including an explanation of bankruptcy theory and bankruptcy procedural law. The author concludes that, in practice, the execution of rulings can still proceed, although it is not explicitly regulated in Law No. 5 of 1999. Furthermore, the KPPU obtains preferential creditor status when executing rulings against business actors who declare bankruptcy after the imposition of fines for competition law violations. Therefore, an amendment to Law No. 5 of 1999 and specific guidelines on this issue are necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library