Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Engkom Komariah
"Sediaan tertahan di lambung (gastroretentive) merupakan sediaan yang didesain untuk dapat memperpanjang waktu tinggal sediaan di lambung yang merupakan salah satu tempat terjadinya absorbsi obat di dalam tubuh. Sistem penghantaran mukoadhesif merupakan salah satu bentuk sediaan tersebut dengan mekanisme penempelan pada mukosa lambung. Oleh karena itu pengembangkan eksipien baru untuk bentuk sediaan tersebut perlu untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan eksipien koproses pragelatinasi pati singkong propionat (PPSP) dan karagenan sebagai matriks sediaan mukoadhesif tertahan di lambung. Pembuatan eksipien koproses ini didahului dengan pembuatan PPSP menggunakan anhidrida asam propionat sebagai agen pensubtitusi gugus alkilnya. Kemudian di koproses dengan campuran kappa-iota karagenan (1:1) dengan perbandingan campuran kappa-iota karagenan (1:1) : PPSP 1:1, 1:2 dan 1:3.
Hasil karakterisasi eksipien koproses menunjukan peningkatan viskositas dan kemampuan bioadhesif dibandingkan dengan eksipien penyusunnya. Eksipien koproses yang dihasilkan tersebut kemudian dibuat sediaan granul mukoadhesif. Granul mukoadhesif berbahan dasar eksipien koproses (F1, F2 dan F3) dan berbahan dasar PPSP (F4) serta karagenan (F5) dapat menempel pada mukosa lambung dan mengatur pelepasan obat hingga 32 jam untuk F1, F2, F3 dan F5, sedangkan 16 jam untuk F4. Granul F3 yang berbahan dasar eksipien koproses C memiliki kekuatan mukoadhesif pada mukosa lambung paling besar yaitu 5,2 gF dan dapat bertahan selama 10 jam pada uji bioadhesif in vitro dan 3 jam pada uji wash off, serta memiliki kadar obat dalam lambung tertinggi pada jam ke-1, 2 dan 4 yaitu berturut-turut 92,19%; 76,84%; 47,33% pada uji bioadhesif in vivo. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan gambaran bahwa eksipien koproses C yang merupakan campuran PPSP dengan karaginan kappa-iota (1:1) dengan ratio 3:1 berpotensi untuk digunakan sebagai polimer bioadhesif.

Gastroretentive dosage form has been designed to prolong gastric residence time of drug delivery system, mucoadhesive is one of of kind of them which is retained dosage form on the stomach with adhesiveness, so development in excipient for gastroretentive dosage form is needed.
The purpose of the present study was to develop and characterize coprocessed excipient pregelatinized cassava starch propionate (PCSP) and carrageenan. Coprocessed excipient product consists of carrageenan (kappa-iota = 1:1) and PCSP in ratio 1:1, 1:2 and 1:3. PCSP was prepared with propionic anhydride in aqueous medium. The product was mixed with carragenan (kappa-iota = 1:1), and characterized physicochemical and functional properties. After that, the coprocessed excipient was used as mucoadhesive granules. Granules F1, F2 and F3 were made from coprocessed excipient while granules F4 and F5 were made from PCSP and carrageenan respectively.
The result of these studies indicated that coprocessed excipient carrageenan-PCSP is suitable material for gastroretentive dosage form and drug controlled release. All formula of granules can adhere to gastric mucus and can controlled drug release for 32 hours for F!, F2, F3 and F3, while 16 hours for F4. The F3 granules were made from excipient coprocessed C have highest mukoadhesive properties on stomach, still remain for 10 hours in bioadhesive in vitro test and 3 hours in wash off test and also have highest percentage drug on the stomach at 1st, 2nd and 4th hours with values 92,19%; 76,84%; 47,33% respectively.pada uji bioadhesif in vivo. These results suggested that excipient coprocessed C were a promising polimer for gastroretentive dosage form."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31302
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Junaedi
"Penelitian ini bertujuan untuk membuat eksipien ko-proses dari campuran kappa dan iota karagenan pada perbandingan tertentu yang dikombinasi dengan pragelatinisasi pati singkong propionat (PPSP), selanjutnya mengkarakterisasi eksipien ko-proses dan menggunakannya dalam formulasi sediaan gastroretentif tablet mengapung.
Pada penelitian ini, tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan famotidin sebagai model obat. Formulasi tablet mengapung dibuat dengan eksipien koproses karagenan dan PPSP dengan perbandingan tertentu. Daya mengembang dan keterapungan tablet mengapung dievaluasi. Pelepasan obat dari tablet mengapung diteliti dan dianalisa dengan menggunakan beberapa model persamaan kinetika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula A dengan eksipien koproses karagenan : PPSP (1:1) sebanyak 60 % dengan HPMC 10% menghasilkan formula yang terbaik dengan waktu mengapung 11,42 ± 1,53 menit dengan lamanya keterapungan selama 20 jam. Formula tersebut juga menunjukkan profil pelepasan yang terkendali dengan model kinetika Higuchi serta mekanisme difusi non Fickian.

The aim of this study was to make a coprocess excipients from the mixture of kappa and iota carrageenan on specific comparisons, combined with the pregelatinized cassava starch propionate (PPSP) , further characterized the coprocess excipients and used the formulation in processed gastroretentif preparation of floating tablet.
In this study, tablets were made by wet granulation method and using famotidine as a model drug. Some formulations of floating tablets were prepared by varying the composition of the excipients coprossed carragenan with a certain ratio. The swelling and buoyancy of the floating tablets were evaluated. Furthermore, the drug release from the floating tablets were studied and analyzed using several models of kinetic equations.
The results showed that formula A with excipients coprocessed carragenan (1:1) as much as 60% with 10% HPMC produce the best formula and floating lag time 11.42 ± 1.53 minutes and total floating time for 22 hours. The formula also revealed a profile of controlled drug release and approached to Higuchi kinetics model and the non Fickian diffusion mechanism."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Rizqy Fadlilah
"Fraksi etil asetat herba sambiloto memiliki kandungan utama andrografolid yang memiliki berbagai aktivitas farmakologi. Akan tetapi andrografolid memiliki kelarutan yang rendah dalam air sehingga pembentukan mikrokapsul dengan sistem matriks menggunakan eksipien hidrofilik seperti polivinil pirolidon, maltodekstrin dan polietilen glikol melalui proses mikroenkapsulasi diperkirakan dapat meningkatkan laju disolusi andrografolid. Pada penelitian ini dibuat 9 formula mikrokapsul dengan 3 rasio eksipien koproses polivinil pirolidon-maltodekstrin-polietilen glikol. Formulasi eksipien koproses dan mikrokapsul dilakukan dengan metode semprot kering. Mikrokapsul yang dihasilkan memiliki karakteristrik berupa serbuk halus berwarna hijau, memiliki rata-rata ukuran partikel 1-3 μm, kecuali mikrokapsul F1 yang memiliki ukuran partikel rata-rata 19,05 μm. Seluruh mikrokapsul memiliki bentuk partikel bulat dengan permukaan halus hingga berlekuk dan berkerut, serta memiliki kadar air yang tinggi dengan persentase 8,19-10,28%. Hasil uji disolusi dalam medium dapar fosfat pH 6,8 menunjukkan bahwa persentase kumulatif andrografolida terdisolusi dalam mikrokapsul F1-F9 lebih tinggi signifikan dibandingkan fraksi (p<0,05).
The fraction of ethyl acetate of bitter plant herb has the main content of andrographolide which has various pharmacological activities. However, andrographolide has a low solubility in water thus the formation of microcapsules with a matrix system using hydrophilic excipients such as polyvinyl pyrrolidone, maltodextrin and polyethylene glycol by microencapsulation process was expected to increase the rate of dissolution of andrographolide. In this study, 9 microcapsule formulas were made with 3 ratios of polyvinyl pyrrolidone-maltodextrin-polyethylene glycol excipients. Co-processed excipient and microcapsule formulations were carried out by spray drying method. Microcapsules resulted in fine powder with green color and an average particle size of 1-3 μm, except F1 microcapsules which has an average particle size of 19,05 μm. All microcapsules have a round particle shape with smooth to dented surface, and high moisture content with an average percentage of 8,19-10,28%. Dissolution study in phosphate buffer pH 6,8 showed that the cumulative percentage of dissolved andrographolide in F1-F9 microcapsules was significantly higher than the fraction (p<0,05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizah Septiani
"Eksipien koproses merupakan konsep dalam pengembangan eksipien baru dengan cara mencampurkan dua atau lebih eksipien tunggal menggunakan suatu proses pengeringan yang bertujuan untuk meningkatkan sifat fungsionalitas bahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi eksipien koproses PPS dan HPMC dan mengkarakterisasi mikrosfer yang dihasilkan dari eksipien koproses tersebut.
Pada penelitian ini, eksipien yang digunakan yaitu PPS dan HPMC dengan cara mengkombinasi keduanya dengan perbandingan 2:1, 3:1 dan 4:1 kemudian dikarakterisasi. Koproses yang dipilih yaitu PPS-HPMC dengan perbandingan 2:1 yang memiliki kekuatan gel dan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan eksipien koproses 3:1 dan 4:1. Eksipien koproses 2:1 tersebut akan diaplikasikan dalam sediaan mikrosfer yang mengandung natrium diklofenak sebagai model obat dengan menggunakan metode semprot kering. Selanjutnya dilakukan karakterisasi meliputi morfologi mikrosfer, distribusi ukuran partikel, efisiensi penjerapan, dan uji disolusi secara in vitro pada medium dapar fosfat pH 7,2.
Hasil karakterisasi menunjukkan, mikrosfer yang dihasilkan memiliki morfologi permukaan yang tidak beraturan dengan distribusi ukuran partikel berkisar 13,89 - 79,50 μm. Persentase efisiensi natrium diklofenak yang terjerap dalam mikrosfer berkisar 92,60 - 111,58%. Hasil uji disolusi menunjukkan pelepasan natrium diklofenak terbesar terdapat pada formula A (koproses PPS-HPMC 2,5%) yaitu 94,96% dibandingkan dengan formula C (koproses PPS-HPMC 4,5%) yang memiliki pelepasan sebesar 85,72%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33129
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Normalita Setiani
"Eksipien koproses adalah kombinasi dua atau lebih eksipien yang memiliki keuntungan kinerja yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan campuran fisik biasa. Pada penelitian ini, eksipien koproses dibuat dengan mengkombinasikan pragelatinisasi pati singkong (PPS) dan natrium karboksimetilselulosa (Na CMC) dengan rasio 2:1, 3:1 dan 4:1 kemudian dikarakterisasi secara fisik, fungsional dan kimia. Setelah itu, eksipien koproses 2:1 akan dibuat sebagai matriks hidrofilik pada sediaan mikrosfer yang mengandung natrium diklofenak sebagai model obat dengan metode semprot kering. Mikrosfer tersebut kemudian dikarakterisasi meliputi morfologi, perolehan kembali, kadar air, distribusi ukuran partikel, daya mengembang, efisiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro pada dapar fosfat pH 7,2. Karakterisasi eksipien koproses secara fisik menunjukkan bahwa eksipien koproses 2:1, 3:1 dan 4:1 memiliki warna putih sampai putih agak kuning, bentuk permukaan yang tidak beraturan, distribusi ukuran partikel berkisar antara 63- 179 µm, suhu leleh antara 71,7-73,9ºC; kadar air 10,1 -10,6%; karakterisasi secara fungsional memiliki kekuatan gel antara 59-109,84 g/cm2 , viskositas antara 1180 880000 cps; dan karakterisasi secara kimia menunjukkan tidak terjadi perubahan gugus fungsi. Mikrosfer yang dihasilkan memiliki bentuk sferis agak cekung dengan diameter ukuran partikel berkisar antara 3-60 µm, kadar air 5,45-5,84%, efisiensi penjerapan berkisar antara 115-120,54% dan persentase daya mengembang 506-1170 sedangkan perolehan kembali semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi eksipien koproses. Kumulatif pelepasan obat secara in vitro pada formula I adalah 86,54% sedangkan pada formula II 80,27%. Meningkatnya konsentrasi eksipien koproses dalam formula dapat menurunkan persen kumulatif pelepasan obat dari mikrosfer."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2010
S33115
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rena Yunita Sari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33137
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alawiyah Aswar
"Eksipien koproses merupakan kombinasi dua atau lebih eksipien yang memiliki keuntungan penampilan yang tidak dapat dicapai oleh pencampuran secara fisik biasa dengan eksipien yang sama. Kombinasi eksipien yang dipilih dapat melengkapi satu sama lain untuk menutupi sifat yang tidak diinginkan dari masing-masing eksipien sekaligus dapat mempertahankan atau meningkatkan sifat eksipien yang diinginkan. Pregelatinisasi pati singkong (PPS) sebagai matriks hidrofilik belum menghasilkan laju disolusi obat yang konstan, oleh sebab itu pada penelitian ini dikombinasikan dengan karboksimetilselulosa (CMC). Sifat pembentuk gel dari CMC diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pembentukan gel dari pati, sebagai matriks dalam sediaan lepas terkendali sehingga mampu menahan pelepasan obat dari sediaan.
Koproses PPS - CMC dibuat dengan mendispersikan PPS dalam air (1:5) dan CMC dengan konsentrasi 5% b/v, keduanya dicampurkan dengan berbagai perbandingan yaitu 4:1, 3:1, dan 2:1. Eksipien koproses 4:1 dan 2:1 digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet serta dilakukan perbandingan dengan matriks PPS dan CMC sebagai eksipien awal penyusunnya. Tablet dibuat menggunakan metode granulasi basah dengan teofilin sebagai model obat. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa eksipien koproses yang dihasilkan memiliki sifat fisik lebih baik dibandingkan eksipien awal penyusunnya (PPS dan CMC), namun sebagai matriks belum mampu menahan pelepasan obat dengan baik."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33151
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Ul Haqie
"Saat ini, eksipien koproses sedang mendapat perhatian dalam aplikasi farmasetik. Tidak adanya perubahan kimia, kombinasi untuk mendapatkan sifat yang diinginkan banyak, dan efisiensi penggunaan eksipien tunggal dibandingkan campuran eksipien menjadi alasan tingginya minat terhadap eksipien koproses. Pada penelitian ini dibuat eksipien koproses (EK) antara kitosan dan sodium starch glycolate (SSG) dengan cara melarutan kitosan 5% b/v dalam asam asetat 0,5 N dan mendispersikan SSG 5% b/v dalam akuades 70°C kemudian keduanya dicampur dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Campuran dikeringkan menggunakan double drum dryer. Eksipien koproses yang diperoleh dikarakterisasi meliputi karakterisasi kimia, fisik dan fungsional. EK 1:1 dipilih untuk digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet lepas lambat karena menunjukkan hasil karakterisasi yang paling baik. Selain itu, dibuat juga tablet dengan kombinasi matriks antara EK dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan atenolol digunakan sebagai model obat. Matriks EK menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 8 jam. Penambahan HPMC sebagai kombinasi matriks dengan perbandingan EK-HPMC 1:1 dan 2:1 menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 16 jam sementara matriks EK-HPMC 3:1 menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 12 jam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S32724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Rizkiawelly Fitri
"Film cepat hancur merupakan alternatif sediaan konvensional yang membutuhkan polimer pembentuk film dengan sifat yang kuat, elastis dan cepat hancur. Koproses merupakan salah satu metode untuk memperoleh eksipien dengan gabungan sifat unggul dua atau lebih eksipien. Penelitian ini bertujuan untuk membuat eksipien koproses MDS-PVP dengan tiga perbandingan, mengkarakterisasinya dan menggunakannya sebagai polimer dalam film cepat hancur. Film cepat hancur dievaluasi terhadap penampilan, rasa, waktu hancur, kekuatan elongasi dan peregangannya. Hasil karakterisasi eksipien koproses MDS-PVP pada tiga perbandingan menunjukkan adanya perubahan sifat fisik dan fungsional, tapi tidak mengubah karakter kimia masing-masing eksipien. MDS- PVP digunakan sebagai polimer dalam formulasi film. Evaluasi film cepat hancur menunjukkan bahwa film dengan MDS-PVP (1:1) sebagai polimer memiliki kriteria yang baik sebagai film cepat hancur dengan waktu hancur 23,3 ± 1,53 detik, sifat mekanik yang baik dan disolusi propranolol HCl lebih dari 80 % pada detik ke- 120 (kurang dari tiga menit). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa MDS-PVP (1:1) dapat digunakan sebagai polimer pembentuk film cepat hancur.

Fast dissolving film is an alternative for conventional dosage form which required film former polymer with good mechanic properties and ability to rapidly disintegrated. Coprocess is one method to obtain an excipient with combination of good properties from two or more excipients. The aim of the study was to produce coprocess excipient of MDS-PVP in three different ratios, characterize it and apply it as polymer in fast dissolving film. Fast dissolving film was evaluated on its appearance, taste, disintegration time, swelling index, elongation break and tensile strength. The results of characterization of co-process MDS-PVP show the difference of physical properties without change in the chemical character of each excipient. MDS-PVP was used as polymert for formulation of fast dissolving film. Film which has MDS-PVP (1:1) as polimer had good criteria as fast dissolving film with disintegration time of 23.3 ± 1.53 seconds. It also showed good appearance, good mechanical properties, and better drug release profile. The results demonstrate that MDS-PVP (1:1) has great potential to be excipient for fast dissolving film."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47546
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maxius Gunawan
"Kolon merupakan salah satu organ yang berpotensi untuk sistem penghantaran obat karena memiliki beberapa keuntungan seperti waktu transit yang lama, kondisi pH kolon yang netral, dapat mencegah reaksi enzimatik di lambung dan usus halus sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hayati dari obat. Sistem penghantaran obat tertarget kolon membutuhkan eksipien yang memiliki karakteristik khusus untuk mencegah pelepasan obat di saluran gastrointestinal bagian atas dan meningkatkan pelepasan obat di kolon. Polisakarida dapat digunakan sebagai pembawa dalam sistem penghantaran tertarget ke kolon karena dapat terdegradasi oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroflora kolon. Polisakarida dapat mengembang ketika terhidrasi sehingga obat dapat dilepaskan dari sistem matriks melalui difusi dan/atau relaksasi. Beberapa polisakarida yang dapat digunakan antara lain adalah Alginat, Amilosa, Arabinoksilan, Dekstran, Guar Gum, Inulin, Karagenan, Kitosan, Kondroitin Sulfat, Laktulosa, Locust bean gum, Pektin dan Siklodektrin. Selain polisakarida, polimer dapat digunakan sebagai pembawa dalam sistem penghantaran tertarget ke kolon karena memiliki kemampuan untuk terdisolusi, mengembang, mengubah konformasi dengan adanya protonasi atau deprotonasi karena perubahan sistem pH pada saluran gastrointestinal. Beberapa polimer yang dapat digunakan antara lain adalah Derivat selulosa, Poli (asam akrilat) (PAA), Poli (asam metakrilat) (PMAA), Eudragit, Poli (asam laktat-ko-glikolat) (PLGA), Kollicoat, dan Shellac. Kombinasi dan/atau modifikasi eksipien sering digunakan untuk meningkatkan efektivitas sistem penghantaran obat dan mencegah pelepasan dini obat di lambung maupun usus halus

Colon is a potential organ for drug delivery systems because it has several advantages such as long transit time, neutral pH conditions, and it can prevent enzymatic reactions in the stomach and small intestine that increases the bioavailability of the drug. Colon drug targeted delivery system requires excipients which have distinctive characteristics to prevent drug release in the upper gastrointestinal tract and enhance drug release in the colon. Polysaccharides can be used as carriers in colon targeted delivery systems because they can be degraded with enzymes produced by colonic microflora. Furthermore, polysaccharides can swell when hydrated so that drugs can be released from the matrix system by diffusion and/or relaxation. Some polysaccharides that can be used, such as Alginate, Amylose, Arabinoxylan, Dextran, Guar Gum, Inulin, Carrageenan, Chitosan, Chondroitin Sulphate, Lactulose, Locust bean gum, Pectin and Cyclodextrin. Other than polysaccharides, polymers also can be used as excipients in colon targeted delivery systems because they can disperse, expand, changes conformation in protonation or deprotonation due to changes in the gastrointestinal tract pH system. Some polymers that can be used include Cellulose derivatives, Polyacrylic Acid (PAA), Poly-metha-acrylic Acid (PMAA), Eudragit, Polylactic-co-glycolic Acid (PLGA), Kollicoat, and Shellac. The combination and/or modification of excipients are often used to increase the effectiveness of drug delivery systems and prevent the early release of drugs in the stomach or small intestine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>