Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kalumpiu, Joice Viladelvia
"ABSTRAK
Kombinasi dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) merupakan salah satu rejimen lini pertama untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi di Indonesia. Dihidroartemisinin (DHA) adalah obat anti malaria derivat artemisinin yang dimetabolisme oleh uridin difosfat glukuronosiltransferase (UGT) 1A9 dan 2B7. Hingga saat ini telah ditemukan 3 SNP (single nucleotide polymorphisms) nonsinonimus pada UGT2B7, yang terdapat pada ekson 1, 2 dan 5. SNP tersebut berkontribusi pada perubahan aktivitas glukuronidasi UGT2B7. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari distribusi dan frekuensi varian alel dari gen UGT2B7 pada daerah endemik malaria di Indonesia. Metode Bahan penelitian sejumlah 240 sampel berasal dari bahan biologis tersimpan anonim yang diambil dari dua belas daerah endemik malaria di Indonesia. Analisis dilakukan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), yang dilanjutkan dengan metode sekuensing untuk melihat varian alel UGT2B7 yaitu 211T, 802T, dan 1192A. Hasil Diperoleh varian alel UGT2B7 yaitu 211T (10,4%) dan 802T (9,4%) di Indonesia. Frekuensi dan distribusi varian alel 211T dan 802T hampir sama pada daerah hipoendemik (masing-masing 11% dan 10,6%) dan di daerah hiperendemik (masing-masing 10% dan 8,75%). Pada penelitian ini tidak ditemukan alel 1192A. Kesimpulan Varian alel 211T merupakan varian alel dengan frekuensi tertinggi dibandingkan dengan kedua alel lainnya. Tidak terdapat perbedaan frekuensi dan pola distribusi varian alel 211T dan 802T pada daerah hipoendemik dan hiperendemik malaria di Indonesia.

ABSTRACT
The combination of dihydroartemisinin-piperaquine (DHP) is one of the first-line treatment regimens for uncomplicated malaria in Indonesia. Dihydroartemisinin (DHA) is a derivative of artemisinin antimalarial drugs metabolized by uridine diphosphate (UDP)- glucuronosiltransferase (UGT) 1A9 and 2B7. To date, 3 SNPs (single nucleotide polymorphisms) has been found in UGT2B7 nonsynonimus, which is located in exon 1, 2 and 5. These SNPs contributes to the changes in glucuronidation activity of UGT2B7. This study was aimed to determine the distribution and frequency of the variant alleles UGT2B7 in malaria endemic areas in Indonesia. Methods Two hundred and forty samples used in this study were taken from anonymous stored biological materials from twelve malaria endemic areas in Indonesia. Samples were analyzed using Polymerase Chain Reaction (PCR) followed by sequencing methods to see UGT2B7 variant allele, 211T, 802T, and 1192A. Results We found variant alleles of 211T (10.4%) and 802T (9.4%) from twelve malaria endemic areas in Indonesia. Frequencies and distribution variant alleles 211T and 802T were similar at hypoendemic areas (11% and 10.6%, respectively) compared with hyperendemic areas (10% and 8.75%, respectively). Variant allele 1192A was not found in this study. Conclusion Variant allele 211T is the highest in frequencies compared with the other alleles. There was no difference in frequencies and distribution pattern variant allele 211T and 802T at hypoendemic and hyperendemic area in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Caesar
"ATP sintase merupakan salah satu enzim sistem fosforilasi oksidatif
yang berlangsung pada mitokondria, dan berperan dalam proses kondensasi
ADR dan Pi menjadi ATP, menggunakan energi yang timbul dari rantai
respirasi. ATP sintase terdiri dari 2 baglan Fo dan Fi yang terdlrl dari 12
subunit pollpeptlda. Situs katalitik dari ATP sintase terletak pada subunit p.
Gen penyandi ATP sintase subunit 3 terdiri dari 10 ekson dan 9 intron.
Penelitian ini bertujuan untuk meiihat adanya SNP {Single Nucleotide
Polymorphism) pada ekson delapan gen ATP sintase subunit 3 pada individu
normal Indonesia. Sampel yang digunakan berjumlah dua buah, satu sampei
dari popuiasi Dayak yang mewakili Austronesia dan satu sampel dari
populasi Papua mewakili Austroloid. Amplifikasi daerah ekson delapan
dilakukan menggunakan metode PGR, menggunakan pasangan primer
F7406-R8174. menghasiikan fragmen DNA sebesar 769 pb. Sekuens
daerah ekson delapan diperoleh dengan menggunakan primer internal F7849
dan primer R8174 dalam reaksi sekuensing. Alignment sekuens daerah
ekson delapan dari kedua sampel dengan sekuens referensi publikasi
;Neckelmann dan kawan-kawan memperlihatkan kesamaan susunan basa"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Sugito
"Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat disebabkan oleh penumpukan mukopolisakarida. Hyaluronan adalah salah satu mukopolisakarida yang ditemukan menumpuk pada lensa mata penderita katarak. Enzim yang digunakan untuk mendegradasi hyaluronan adalah hyaluronidase (EC 3.2.1.35). Gen yang mengkode enzim Hyal-1 adalah HYAL1, yang terletak pada lokus 3p21.3-3p21.2. HYAL1 terdiri dari tiga ekson. Ekson yang diteliti dalam penelitian ini adalah ekson 1 yang terbentang sebesar 1511 bp. Untuk mencari dengan teliti mutasi yang terjadi pada sampel, gen HYAL1 ekson 1 dibagi menjadi tiga bagian. Untuk itu diperlukan tiga pasang primer. Primer ke 1 digunakan untuk mengamplifikasi ekson 1 nt 1-551 (forward primer. 5'-GACCCCCTACAAAAGCTCA-3' (20 bp) dan reverse primer. 5' AAGTCTCCGATTCCCCCACT-3' (20 bp)). Primer ke 2 digunakan untuk mengamplifikasi ekson 1 nt 355-1053 (forward primer. 5'-AGTCCTGTGGGAGATGGCAGA 3' (21 bp) dan reverse primer. 5'-CGGTAAATGTCCTTGGTGTCC-3' (21 bp)). Primer ke 3 digunakan mengamplifikasi ekson 1 nt 956-1516 (forward primer. 5'-GCCATACCTGCTCCTGACTT-3' (20 bp) dan reverse primer. 5'-ACAAGGTGGGCAGGTTACAG-3' (20 bp)). PCR dilakukan dengan tiga pasang primer tersebut. Masing-masing primer digunakan untuk mengamplifikasi 75 sampel (50 sampel katarak dan 25 sampel normal) yang berhasil diisolasi_ Elektroforesis dilakukan untuk memastikan DNA hasii PCR merupakan satu pita tunggal sebesar 597 bp, 699 bp, dan 584 bp pada sampel-sampel yang diamplifikasi dengan primer ke 1, primer ke 2, dan primer ke Setelah itu hasil PCR dipurifikasi sebelum melakukan sekuensing_ Hasil sekuensing dianalisa dengan menggunakan CfustaIW version 1.7 dan BioEdit version 7.0.4.1. Sampel yang disekuensing sebanyak 34 sampel yang dipilih secara acak, yaitu K3 (juvenil), K5 (juvenil), K6 (juvenil), K8 (infantil), K10 (kongenital), K27 (kongenital), K37 (kongenital), K40 (infantil), N8 (normal), N9 (normal), N11 (normal) [primer ke 1], K20 (infantil), K30 (juvenil), K33 (juvenil), K36 (kongenital), K38 (kongenital), K43 (juvenil), K44 (juvenil), N12 (normal), N13 (normal), N15 (normal) [primerke 2], sampel K1 (juvenil), K2 (kongenital), K14 (juvenil), K15 (kongenital), K19 (infantil), K23 (infantil), K25 (infantil), K28 (juvenil), k35 (kongenital), K46 (kongenital), Ni (normal), N2 (normal), N4 (normal) [primer ke 31. Dari semua
hasil sekuensing, sampel katarak yang mengalami mutasi adalah K6, K8,
K27, K20, K43, K33, K36, K38, K1, K2, K14, K15, K19, K23, K25, K28, K35.
Region yang diapit oleh primer ke 3 merupakan daerah yang paling banyak mengalami mutasi. Region ini juga merupakan tempat ditemukannya dua mutasi pada penderita MPS IX, yang disebabkan oleh defisiensi hyaluronidase. Dua mutasi itu diperkirakan merusak aktivitas hyaluronidase pada pasien. Mutasi 1412 G-A yang terjadi pada penderita MPS IX tidak ditemukan pada penderita katarak, tetapi pada nukleotida yang sama terjadi delesi I G pada sampel K20. Sedangkan mutasi 1361 de137ins14 pada penderita MPS IX jugs tidak terjadi pada sampel katarak, tetapi pada daerah yang terinsersi dan terdelesi tersebut ditemukan beberapa mutasi pada sampel K1 dan K2. Pada sampel katarak ditemukan banyak mutasi pada gen HYAL1 ekson 1, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa mutasi-mutasi ini yang mengakibatkan katarak pada anak-anak, karena untuk mendapatkan kesimpulan seperti itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Athariah
"Telah dilakukan penelitian untuk deteksi gen PIK3CA ekson 9 dengan pendekatan dua metode PCR dan membandingkan dua metode tersebut, agar menghindari deteksi positif palsu akibat keberadaan pseudogene pada kanker payudara. Sepuluh DNA genomik digunakan pada penelitian ini. Dua pasang primer digunakan untuk metode PCR standar dan Nested PCR untuk deteksi gen PIK3CA ekson 9 dengan ukuran produk PCR adalah 200 bp dan 400 bp diikuti dengan metode DNA sequencing. Optimasi dilakukan untuk menentukan suhu annealing PCR standard dan Nested PCR, serta jumlah siklus yang digunakan pada 1st nested PCR 15 siklus dan 25 siklus.
Hasil penelitian menunjukkan PCR standar set primer I dan II bekerja dengan suhu annealing optimum 60,7oC, diinterferensi oleh pseudogene dengan tingkat spesifisitas untuk masing-masingnya sebesar 20 dan 30. Nested PCR dengan kondisi optimum suhu annealing untuk pertama 55oC, suhu annealing kedua 60,7oC dengan 15x siklus PCR berhasil 100 dapat mendeteksi gen PIK3CA. Sampel mengandung satu mutasi substitutsi pada basa 545 ekson 9, mengindikasikan perubahan asam amino dari asam glutamat E ke lisin K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pseudogene terdapat pada kanker payudara. Metode Nested PCR spesifik digunakan untuk studi genotyping gen PIK3CA ekson 9.

The aim of study is to detect of exon 9 PIK3CA gene with two PCR methods approach and comparing two methods, to avoid detection of false positives effect pseudogene exist in breast cancer. Ten genomics DNA were used in this experiment. Two pairs of primer Standard PCR and Nested PCR method used to detection of exon 9 PIK3CA genes with the size of PCR products is 200 bp and 400 bp followed with DNA sequencing method. Optimization was done to determine of annealing temperature of Standard PCR and Nested PCR, as well as the number of cycles used in the 1st nested PCR 15 cycles and 25 cycles.
The result of research was standard PCR using each primer pairs I and II with optimum annealing temperature 60,7oC, had interference by pseudogene with the degree of specificity for each them was 20 and 30. Nested PCR with optimum condition annealing temperature for the first round at 55oC, annealing temperature for the second round at 60,7oC with 15x PCR cycles 100 succeed to detect the true PIK3CA gene. Samples contain one substitution mutation at position 545 of exon 9, indicating amino acid changing from glutamate acid E to lysin K. The result was, pseudogene also exists in breast cancer. Nested PCR methods specifically used for genotyping studies exon 9 of PIK3CA gene.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S66230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Trisha Marella
"Mukopolisakaridosis (MPS) tipe VI adalah kelainan genetik langka berupa defisiensi enzim arylsulfatase B (ARSB) akibat kemunculan varian pathogenic gen ARSB. Gejala MPS tipe VI meliputi kornea berkabut, fitur wajah kasar, abnormalitas tulang dan persendian, serta kelainan saluran pernapasan dan pembengkakan organ. Diagnosis MPS tipe VI dilakukan dengan pengukuran aktivitas enzim serta konfirmasi melalui analisis varian gen ARSB. Varian gen pathogenic yang paling umum dilaporkan pada pasien MPS tipe VI terletak di rentang ekson 5—8, yaitu c.962T>C (p.Leu321Pro), c.1197C>G (p.Phe399Leu), dan beberapa varian pada asam amino Arg315 di ekson 5. Analisis varian gen ARSB belum pernah dilakukan di Indonesia walapun sudah ada pelaporan kasus MPS tipe VI. Tujuan dari analisis varian gen ARSB di Indonesia adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasi varian gen ARSB serta mendapatkan profil genetik gen ARSB pada pasien MPS tipe VI di Indonesia. Analisis varian gen ARSB dilakukan pada dua pasien MPS tipe VI dan sepuluh individu normal sebagai kelompok kontrol menggunakan sekuensing Sanger. Penelitian tidak menemukan adanya varian pathogenic pada gen ARSB ekson 5—8 pasien MPS tipe VI. Penelitian berhasil menemukan varian benign c.1072G>A (p.Val358Met) pada ekson 5, c.1142+233C>T dan c.1143-27A>C pada intron 5, dan c.1337-32C>G pada intron 7 serta satu varian likely benign c.1213+149C>G pada intron 6 yang sudah pernah dilaporkan sebelumnya. Ditemukan juga satu varian novel c.1142+213C>T pada intron 5 dengan klasifikasi variant of uncertain significance. Penambahan individu dalam kelompok kontrol disarankan agar frekuensi alel dalam populasi lebih tercerminkan dengan baik.

Mucopolysaccharidosis (MPS) type VI is a rare genetic disorder due to arylsulfatase B (ARSB) enzyme deficiency caused by the presence of pathogenic variant in ARSB ene. Clinical symptoms of MPS type VI are corneal clouding, coarse facial features, joint and skeletal abnormalities, respiratory problems, and enlarged organs. Diagnosis of MPS type VI is done by evaluating ARSB enzyme activity and is confirmed by ARSB gene analysis. The most commonly reported pathogenic variants in MPS type VI patients are located in exon 5—8, such as c.962T>C (p.Leu321Pro), c.1197C>G (p.Phe399Leu), dan numerous variants involving Arg315 at exon 5. Analysis of ARSB gene has not been done in Indonesia although one MPS type VI case has been reported. Analysis of ARSB gene in Indonesia is done to identify and classify the ARSB gene variants and to also obtain genetic profile of MPS type VI patients in Indonesia. The analysis is done to two MPS type VI patients along with ten normal individuals as control group using Sanger sequencing. This study has found no pathogenic variants in exon 5—8 of ARSB gene. This study have identified benign variants c.1072G>A (p.Val358Met) at exon 5, c.1142+233C>T and c.1143-27A>C at intron 5, and c.1337-32C>G at intron 7 along with one likely benign variant c.1213+149C>G at intron 6 which have been previously reported before. One novel variant c.1142+213C>T at intron 5 was also found and classified as variant of uncertain significance. A larger control group is advised to better reflect the allele frequency in population."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixie Putri Padita
"Tumor supresor gen p53 (TP53) merupakan salah satu marker yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada sel kanker. Sampel Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) merupakan metode penyimpanan sampel untuk jangka panjang. Sampel FFPE mengandung materi genetik dan protein. Namun, DNA yang terkandung pada sampel FFPE sering mengalami degradasi yang menyebabkan rendahnya konsentrasi DNA yang dapat diamplifikasi dengan metode PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal PCR dalam amplifikasi gen target TP53 pada sampel FFPE yang telah tersimpan lebih dari satu tahun. Terdapat dua primer yang digunakan pada penelitian ini, yaitu primer referensi dari penelitian sebelumnya dan primer yang dirancang sendiri. Kemampuan deteksi dari primer referensi dievaluasi menggunakan satu kali PCR. Kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi gen target TP53 menggunakan dua metode PCR yaitu nested PCR dan two round PCR. Selanjutnya dilakukan perbandingan ketebalan pita amplikon pada kedua metode tersebut. Evaluasi primer referensi menunjukkan bahwa primer dapat digunakan untuk mendeteksi ekson 2 hingga 11 dari gen TP53. Hasil visualisasi produk PCR dari metode nested PCR yang dibandingkan dengan metode two round PCR menunjukkan bahwa pita ekson gen TP53 lebih tebal apabila deteksi dilakukan dengan menggunakan metode two round PCR.

Tumor suppressor gene p53 (TP53) is one of the markers used to detect mutations in cancer cells. Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) samples are a method of storing samples for the long term. FFPE samples contain genetic material and protein. However, the DNA contained in FFPE samples is often degraded which causes a low concentration of DNA that can be amplified by the PCR method. This study was conducted to determine the optimal PCR conditions for the amplification of the TP53 target gene in FFPE samples that have been stored for more than one year. There were two primers used in this study, namely reference primers from previous studies and self-designed primers. The detectability of the reference primers was evaluated using one-time PCR. Then continued with the amplification of the TP53 target gene using two PCR methods, namely nested PCR and two round PCR. Furthermore, a comparison of the thickness of the amplicon tape in the two methods was carried out. Evaluation of the reference primers showed that the primers could be used to detect exons 2 through 11 of the TP53 gene. The results of visualization of PCR products from the nested PCR method compared with the two round PCR method showed that the exon band of the TP53 gene was thicker when the detection was carried out using the two round PCR method."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library